BAGI Rahmat Askari Kusumaatmadja kecil, ayahnya Prof Mochtar Kusumaatmadja ialah seorang pegawai negeri Normal. Bekerja dan memberikan yang terbaik.
“Bapak Tak pernah bercerita tentang perjuangannya Demi negara ini. Saya baru Mengerti kiprahnya setelah saya dewasa bahwa bapak mengerjakan sesuatu yang berdampak besar bagi negara ini,” ujarnya di sela peluncuran Teaser Sinema Dokumenter “12 Mile: Guiding the Archipelago”, di Bandung, Minggu (17/11).
Sinema persembahan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini mengungkap perjuangan seorang Prof Mochtar Kusumaatmadja dalam memperjuangkan kedaulatan maritim Indonesia lewat Wawasan Nusantara. Lewat diplomasi, dia berjuang memperluas batas Kawasan laut Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil.
Perjuangan ini akhirnya mendapatkan hasilnya. Pengakuan Dunia atas status itu diterima Konvensi Hukum Laut PBB ke-III pada 1982 atau UNCLOS 1982, yang diikuti oleh Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985 sebagai bentuk Pengesahan nasional.
“Tugas kami sebagai penerusnya ialah menampilkan siapa, apa hasil karya dan apa yang dikerjakan beliau. Prof Mochtar Tak hanya berjasa bagi Unpad, tapi juga bagi Bangsa Indonesia,” ungkap penggagas Sinema, Agus Imanuddin, yang juga Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Unpad, sekaligus Produser Eksekutif Sinema ini.
Sinema ini, lanjutnya, Mau membagikan informasi dan inspirasi dari Prof Mochtar Demi Seluruh lapisan masyarakat. Sinema dipilih karena Dapat lebih mudah menjangkau gen Z.
“Dengan Sinema ini, kami Mau agar masyarakat Mengerti bahwa hasil karya Prof Mochtar Tak hanya dinikmati segelintir orang, tapi oleh seluruh bangsa ini. Tanpa dia, Indonesia Tak akan seluas sekarang ini,” tandasnya.
Dalam 12 Mile, penonton diajak memahami perjalanan panjang konsep Samudera Diplomasi, sebagai pengejawantahan dari Deklarasi Djuanda 1957, suatu pijakan hukum Krusial bagi pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan yang berdaulat.
Diluncurkan Desember
Sinema ini diproduksi oleh KBS Production dan disutradarai Tubagus Deddy. Bukan hanya dokumenter sejarah, tetapi juga penghormatan mendalam kepada seorang visioner di bidang diplomasi dan hukum laut.
Sinema ini akan tayang di berbagai platform, diharapkan Bisa menjadi bahan Obrolan yang menginspirasi dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya kedaulatan maritim bagi Indonesia. Sinema ini juga menjabarkan peran hukum dan diplomasi dalam menentukan masa depan bangsa.
“Proses riset dan pengambilan gambar Sinema ini sudah berlangsung selama 5 bulan. Kami targetkan pada Desember, seluruh rangkaian Sinema tuntas dan Dapat diputar secara utuh,” ujar Tubagus Deddy, sang Pengarah adegan.
Dalam Sinema ini, lanjut dia, menggambarkan perjalanan panjang seorang Prof Mochtar. Dari masa kecil, masa perjuangannya mengangkat senjata dalam perang gerilya, hingga fase Primer memperjuangkan Wawasan Nusantara di era 1982.
Proses riset Sinema pun penuh tantangan. Mulai dari saksi sejarah yang kebanyakan sudah sepuh hingga pengumpulan Arsip dan catatan Krusial kiprah Prof Mochtar.
“Ketika menggarap Sinema inilah saya juga mendapat kesan tersendiri tentang Prof Mochtar. Sosoknya sangat sederhana, meski dia menjalani kehidupan sebagai seorang pejabat negara, seorang menteri,” papar Deddy.
Rektor Universitas Padjadjaran Prof Arief Sjamsulaksan Kartasasmita pun mengaku senang dengan diangkatnya biografi Prof Mochtar ke dalam sebuah Sinema. “Unpad Tak pernah berhenti memperjuangkan Prof Mochtar Demi meraih gelar Pahlawan Nasional,” tandasnya.
Sosok sang prof, tutur dia, Tak hanya berjasa bagi Unpad, karena pernah menduduki jabatan rektor. Prof Mochtar adalah panutan dan inspirasi. “Unpad maju Tak lepas dari kiprahnya,” tambah Prof Arif.
Dia Memperhatikan Prof Mochtar sebagai sosok yang dengan gigih memperjuangkan ilmunya. “Beliau istiqomah dan konsisten dengan apa yang diperjuangkan dan diyakininya.”