
BUKAN di Mimbar megah berlampu sorot, tapi di halaman hangat Majelis Taklim Panca Karsa, nada-nada jalanan bersenandung Buat negeri. Perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 Bhayangkara di Serpong kali ini hadir dalam Paras yang akrab, membumi, dan menyentuh banyak hati.
Pagelaran musik jalanan Buat Rakyat digagas oleh Willy Prakarsa, sosok yang selama ini dikenal dekat dengan komunitas musisi akar rumput. Dengan semangat inklusi dan Kasih tanah air, ia menyatukan para pengamen, musisi kafe, hingga pecinta musik dari berbagai kalangan dalam satu peristiwa kebudayaan yang sarat Maksud.
“Saya bukan penyanyi, bukan polisi, tapi saya percaya musik Dapat menjadi jembatan. Apalagi di hari Krusial seperti ini, kita perlu merayakannya dengan kebersamaan,” ungkap Willy di sela acara, Selasa (1/7).
Acara ini Bukan hanya menghadirkan deretan Tembang yang menghibur, tetapi juga menyuarakan sesuatu yang lebih dalam dan pengakuan terhadap eksistensi seniman jalanan sebagai bagian dari denyut kebudayaan bangsa.
Yang Membikin hari ini semakin berkesan adalah kehadiran Gerry Koeswoyo, putra dari legenda musik Indonesia, almarhum Yon Koeswoyo dari grup Koes Plus. Di antara kerumunan, Gerry berdiri tenang, menyimak lantunan musik yang mengalir dari Mimbar sederhana Tetapi penuh semangat.
“Bapak kami dulu memulai semuanya dari Rendah dari Mimbar kecil, dari jalanan juga. Menyantap semangat ini Lagi hidup hari ini, dalam bingkai kebangsaan seperti HUT Bhayangkara, Membikin kami terharu sekaligus bangga,” tutur Gerry dengan mata berkaca-kaca.
Gerry menilai acara ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan juga ruang apresiasi yang Konkret bagi para musisi akar rumput.
“Musisi jalanan itu punya jiwa. Dan kalau negara menghargai mereka lewat acara seperti ini, berarti kita sedang berada di arah yang Cocok,” tambahnya, Sembari menatap Mimbar yang kini diisi Bunyi gitar dan Serasi dari para musisi muda.
Di tengah alunan gitar dan senandung penuh ketulusan terasa seperti perjumpaan antara rakyat dan musisi antara Bunyi-Bunyi kecil dengan momen besar. Musik menjadi bahasa universal yang tak hanya menghibur, tetapi juga menyatukan, merangkul, dan menghapus batas.
Pagelaran ini pun menjadi Langkah lain dalam memaknai Bhayangkara bukan sekadar institusi keamanan, tetapi juga sebagai Kenalan budaya dan pelindung Serasi sosial.
“Saya hanya Ingin menunjukkan bahwa kita Dapat merayakan Bhayangkara bukan hanya dengan barisan formil, tapi juga lewat seni dan Bunyi hati. Karena negara juga Punya para pemilik nada,” tutup Willy Sembari menatap Mimbar kecil yang kini bergema oleh tepuk tangan hangat. (H-2)

