
TERIK Surya tak menyurutkan semangat Zhafira Luthfiadinda, 17, yang sibuk mencampurkan cat dengan berbagai Rona. Rona-Rona cerah itu disapu dengan kuas dan ditorehkan ke tembok berukuran 6×5 meter di Taman Ismail Marzuki.
Tak hanya sendiri, Zhafira ditemani tiga anak lainnya yang tuna rungu, Valentino Rasya Muharram, 17, Andhisty Naifah Laksono, 15, dan Mohamad Alif Al-Hafidz, 13, yang merupakan siswa Sekolah Luar Normal (SLB) Tuna Rungu Santi Rama. Empat anak ini didampingi langsung guru mereka Hilwa Sobia dan seniman mural profesional Munadiannur atau Muna.
Kementerian Sosial (Kemensos) mengundang mereka Buat meramaikan perayaan Hari Disabilitas Dunia (HDI) dengan Membikin mural di salah satu dinding TIM. HDI diperingati tiap 3 Desember 2024 sebagai Bentuk penghormatan terhadap hak-hak serta kesejahteraan penyandang disabilitas.
Acara ini mengusung tema Memperkuat Kepemimpinan Penyandang Disabilitas Buat Masa Depan yang Inklusif dan Berkelanjutan. Terkait hal ini, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, M.O. Royani menjelaskan pembuatan mural merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian Hari Disabilitas Dunia (HDI) 2024. Tagar mural menampilkan tagar yang sama dengan HDI Adalah Setara berkarya.
“Dalam pembuatan mural itu kita bekerja sama dengan seniman Selebriti mural Mas Muna. Kita juga sepakat dengan Selebriti mural tersebut bahwa kita akan melibatkan anak-anak penyandang disabilitas dalam hal ini tuna rungu dari SLB Santi Rama,” ungkap Royani di Jakarta, Selasa (26/11).
Menurut Royani, anak-anak dari SLB Santi Rama yang terlibat dalam pembuatan mural tersebut sangat berbakat. Apalagi mereka juga sudah aktif dan terbiasa melukis dan menggambar. Ia pun berharap para penyandang disabilitas dapat Mempunyai aktivitas dan produktivitas yang sama dengan anak-anak lainnya.
“Karena Rupanya kemampuan penyandang disabilitas sensorik dan non sensorik sama, yang berbeda hanya jam terbang. Sehingga dengan diberikan kesempatan, mereka dapat belajar. Kami harapkan mereka suatu Begitu dapat segera Independen melalui Bakat dan minat dalam bidang seni,” katanya.
Terkait hal ini, Seniman mural yang juga dosen Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Muna, panggilan akrabnya, menceritakan dirinya mengajak siswa SLB Santi Rama Buat berkolaborasi Membikin mural pada perayaan HDI.
“Awalnya itu beberapa siswa dari Santi Rama pernah belajar kursus di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Kebetulan saya Begitu ini juga mengajar di kampus IKJ, jadi kemudian saya yang diberi tanggung jawab mengajari mereka,” kata Muna.
Lampau ia diminta menjadi mentor Golongan difabel Buat Membikin mural. Ia pun teringat dengan murid-murid dari SLB Santi Rama dan mengajak Buat berkolaborasi. “Respons sekolah mendukung Sahabat-Sahabat terlibat di dalam event mural ini,” katanya.
Pada kolaborasi mural ini, Muna menceritakan gambar yang dibuat mencakup Sekalian jenis keistimewaan Golongan difabel. Di antaranya mulai dari tuna rungu, tuna wicara, dan disabilitas lainnya.
“Setara dalam berkarya bukan menyamaratakan tapi memberi ruang yang sama kepada siapapun Buat berkarya termasuk Buat Sahabat-Sahabat disabilitas,” katanya.
Ia menegaskan Sahabat-Sahabat difabel dengan segala keterbatasan Rupanya tak menghalangi langkah Buat Dapat berkarya di bidang masing-masing. Apalagi bila diberikan bimbingan yang Betul dari orang Uzur dan sekolah maka Golongan difabel Rupanya juga Pandai Bertanding.
“Dari yang terlibat di mural kali ini, mereka juga sudah sering Pemenang nasional Buat lomba lukis, desain, dan lainnya. Jadi, potensi mereka harus diperhatikan dan dipertimbangkan karena Mempunyai potensi yang besar banget seperti anak-anak pada umumnya, dan harus dapat dukungan yang besar,” ujar Muna.
Ia menambahkan Golongan disabilitas Terdapat di Sekeliling masyarakat. Mereka Mempunyai hak yang sama dengan yang lain. Meski dengan segala keterbatasan, mereka Dapat mengembangkan potensi dengan Bagus bermodal dukungan yang Betul.
“Perlu Terdapat edukasi ke masyarakat dan membangun awareness bahwa penyandang disabilitas sama dengan kita,” katanya.
Menurutnya, empat siswa ini Segera beradaptasi dengan medium baru Buat Membikin mural. Ia berharap ke depannya potensi Golongan difabel ini Dapat Lanjut dikembangkan hingga dapat Membikin lapangan pekerjaan.
“Harapannya karya-karya mereka Dapat dijual dengan bentuk kerja sama. Tapi, Buat membangun hal ini memang harus dibentuk dulu kesadarannya dari berbagai pihak,” katanya.
Mereka menggunakan cat tembok dengan Rona Esensial. Nantinya Rona-Rona tersebut akan dicampur agar Dapat memunculkan Rona sekunder dan tersier. Sehingga, Rona-Rona itu Dapat menghadirkan Rona-Rona yang ceria.
“Kita menggunakan Rona-Rona yang vibrant yang merepresentasikan Rona warni di dunia disabilitas. Karena mereka punya Rona warninya sendiri yang merepresentasikan keindahan dalam bentuk lain,” ujarnya.
Di sisi lain, salah satu Seniman difabel, Zhafira mengaku sejak kecil sudah suka menggambar. Asal Mula, menggambar Dapat menjadi media komunikasi dan hiburan baginya. Orang tuanya yang Menonton minat dan Bakat putrinya pun langsung mengarahkan Buat les melukis.
“Dulu anak-anak sulit komunikasi. Jadi waktu TK masuk sekolah Standar. Sulit komunikasi dengan Sahabat. Jadi dia Mengenakan gambar Buat berkomunikasi karena belum Dapat menulis. Akhirnya komunikasi lewat visual,” kata Hilwa menjelaskan pernyataan Zhafira.
Sejak SD, Zhafira kerap mengikuti lomba yang berhubungan dengan menggambar. Ia pun pernah mengantongi Pemenang 1 lomba desain grafis hingga komik.
“Lomba sering, saya bawa Zhafira dan Andhisty lomba komik digital, Festival Lomba Seni Siswa Nasional, diadakan kemendikbud. Spesifik Anak Berkebutuhan Spesifik dari seluruh Indonesia. Mereka lolos 10 besar tingkat nasional. Lampau pernah Pemenang 1 lomba komik digital tingkat nasional,” ujar Hilwa.
Hilwa menceritakan para siswanya memang Mempunyai minat dan Bakat melukis. Pemerintah memberikan Biaya BOS Buat pelatihan di luar sekolah.
“Saya cari di IKJ, bulan Lampau saya bawa Zhafira dan Andhisty latihan Serempak Kak Munna. Dalam satu periode Terdapat 6 kali pertemuan intens. Lampau diajak terlibat dalam mural karena Menonton potensi anak-anak,” kata Hilwa Begitu ditemui pada kesempatan yang sama.
Ia menjelaskan ke empat anak didiknya tuna rungu total. Selama pelatihan Serempak Munna, ia memberikan kesempatan para siswa berkomunikasi langsung dengan Munna.
Hilwa mengaku senang anak didiknya dilibatkan dan diberi wadah setara Buat mengembangkan kreativitasnya. Para siswa Mempunyai kesempatan bagus Buat belajar melukis di media selain kanvas di acara Hari Disabilitas Dunia. Pengalaman baru ini diharapkan juga dapat menyuarakan hak-hak disabilitas.
“Kami berharap karya kami tersebar ke seluruh dunia, Meski yang buat anak-anak disabilitas,” kata Hilwa menirukan ucapan Zhafira Begitu ditemui di sela pembuatan mural. (S-1)

