RENCANA revisi keempat UU Pilkada sudah bermasalah sejak dalam pikiran sehingga suka-suka menerabas semua batas kepatutan. Jauh lebih bermasalah lagi ketika tujuan awal tiba-tiba dikudeta untuk melawan putusan Mahkamah Konstitusi.
Nama resminya ialah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Pahamn 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Disepakati di Badan Legislasi (Baleg) DPR menjadi usul inisiatif DPR dalam rapat 25 Oktober 2023.
Gagasan besar dalam revisi keempat ialah memajukan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dari November menjadi September. Tujuan tersurat ialah agar pelantikan serentak kepala daerah pada Januari 2025. Tujuan terselubungnya ialah pilkada digelar pada masa pemerintah sekarang sehingga memuluskan langkah calon kepala daerah tertentu.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Lezat?
Tujuan terselubung itulah yang mendorong Baleg DPR membahas revisi keempat UU Pilkada pada masa reses. Pembahasan di luar masa sidang DPR mengesankan tidak hanya terburu-buru, tetapi sangat terburu-buru. Baleg DPR telah mengesampingkan kewarasan dalam bertata negara sebab pembahasan itu tidak genting-genting amat.
Pengesahan revisi keempat UU Pilkada menjadi usul inisiatif DPR diambil dalam rapat paripurna pada 21 November 2023. Hanya Fraksi PKS yang menolak. Poin kedelapan penolakan PKS ialah percepatan pelaksanaan pilkada dari November menjadi September akan menimbulkan prasangka dan kegaduhan masyarakat.
Spekulasi publik atas percepatan itu, menurut PKS, bahwa pemerintah yang sedang berkuasa ingin menggunakan sumber daya pemerintahan yang ada untuk mendukung pasangan calon kepala daerah tertentu sehingga pengaturan itu dinilai hanya untuk menguntungkan kepentingan elitis. Sayangnya, PKS tidak konsisten mengawal sikap penolakan itu.
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
RUU Revisi Keempat UU Pilkada diajukan kepada Presiden kemudian Presiden memberikan tugas kepada menteri terkait untuk membahas RUU tersebut bersama DPR. Presiden Joko Widodo mengirim surat kepada DPR pada 22 Januari 2024. Surat bernomor R-02/Pres/01/2024 itu menugasi Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut.
DPR tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan revisi UU Pilkada. Dalih mereka Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024 pada 29 Februari 2024. Isi putusan MK ialah pilkada harus digelar sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan dalam UU 10/2016 tentang Pilkada, yakni pada November 2024. Akibatnya, DPR mendiamkan begitu saja surat Presiden selama tujuh bulan.
Tiba-tiba saja DPR mengagendakan rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah (Bamus) pada 20 Agustus 2024. Agenda rapat ialah membicarakan surat Presiden R-02/Pres/01/2024. Rapat itu diinisiasi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
Rapat konsultasi itu ditindaklanjuti dengan rapat Baleg pada 21 Agustus 2024. Terdapat tiga agenda pada hari itu, yaitu rapat dengan pemerintah dan DPD, rapat panja, dan rapat kerja dengan pemerintah dan DPD untuk pengambilan keputusan atas hasil pembahasan RUU Pilkada.
Total Baleg rapat selama 7 jam sejak pukul 10.00 WIB sampai pengambilan keputusan atas RUU Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna. Revisi UU Pilkada itu tercatat sebagai yang tercepat dalam sejarah pembahasan rancangan undang-undang.
Gerak cepat DPR hanya dipicu satu sebab, yaitu sehari sebelumnya, tepatnya pada 20 Agustus 2024, MK mengeluarkan dua putusan, yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah serta Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menegaskan syarat usia calon kepala daerah.
Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024
Pembahasan RUU Pilkada di Baleg pada 21 Agustus 2024 bisa dikatakan sebagai pembelokan arah revisi keempat RUU Pilkada. Terdapat 496 poin dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Pilkada. Perinciannya ialah 496 tetap, 336 perubahan redaksional, 7 perubahan substansi, dihapus 4, dan usul baru 140. Akan tetapi, yang dibahas di Baleg hanya dua isu terkait dengan putusan MK.
Semangat rapat Baleg DPR ialah perlawanan atas putusan MK. Karena itulah, Baleg menghidupkan kembali ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Baleg juga menyepakati aturan syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.
Putusan MK dilawan karena ada kepentingan yang terusik. Putusan 60/PUU-XXII/2024 berpotensi mengubah peta pilkada tanpa kotak kosong. Kedua, Putusan 70/PUU-XXII/2024 berpotensi mengeliminasi keikutsertaan calon yang belum genap berusia 30 tahun pada saat pendaftaran yang dimulai pada 27 Agustus 2024.
Pikiran bulus menyiasati putusan MK mampu dihadang. Rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada pada 22 Agustus 2024 batal dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum. Pada saat bersamaan terjadi gelombang unjuk rasa di sejumlah daerah. DPR pun berbalik arah dan memastikan revisi UU Pilkada batal disetujui untuk disahkan.
Pada mulanya DPR penuh akal bulus untuk merevisi UU Pilkada seturut kepentingan sesat sesaat. Kini, DPR memperlihatkan sikap kenegarawanan karena menerima putusan MK sebagai bagian dari kesejatian demokrasi yang sehat.