TULISAN Djadjat Sudrajat dari Dewan Redaksi Media Indonesia 8 Juni 2018 berjudul provokatif, ‘Deminya Pansela’. Ia menjelaskan bahwa jalur pantai selatan Jawa merupakan salah satu cara untuk membuat para pemudik di Nusa Jawa bisa menikmati jalan bukan tol ini dengan lebih nyaman.
Menteri PU-Pera dalam berbagai media sosial juga mempromosikan pansela sebagai alternatif rute sepanjang lebih dari 1.400 km, selain menjelaskan capaian panjang tol yang bisa dilewati para pemudik tahun ini lebih dari 700 km. Kemajuan pembangunan infrastuktur jalan yang baru ini sangat impresif mengingat tantangan pengadaan lahan dan pembiayaan pembangunan yang kita ketahui tidaklah mudah.
Angkutan mudik sepeda motor gratis masih menjadi andalan Kementerian Perhubungan meskipun kalau dari statistik, program yang dilakukan melalui angkutan laut, kereta api, dan angkutan truk itu hanya akan mengangkut 2,5% dari pemudik motor di tahun ini. Penyediaan angkutan KA mengalami peningkatan meskipun terkendala belum tuntasnya pembangunan jalur jalan rel dan terowongan di lintas selatan Jawa.
Kita sangat menghargai inisiatif pemerintah yang, meskipun diprotes banyak pengusaha, memperpanjang libur Hari Raya yang akan mengakibatkan distribusi skedul perjalanan yang lebih merata dan tidak terakumulasi di H-1 dan H-2 Idul Fitri. Demikian pula, tahun ini jadwal libur sekolah dan perguruan tinggi juga sinkron dengan periode libur.
Kebijakan itu sejalan dengan usul Masyarakat Transportasi Indonesia sejak 10 tahun yang lalu untuk mengoordinasikan libur sekolah, cuti Lebaran, dan program angkutan Lebaran. Rupanya butuh waktu lama untuk membujuk pemerintah menyadari bahwa solusi transportasi sering kali tidak hanya bisa diselesaikan melalui pembangunan infrastruktur dan penyediaan angkutan mudik gratis, tetapi juga melalui kebijakan di sektor-sektor hulu yang menjadi pembangkit perjalanan.
Dari kemacetan ke keselamatan
Keselamatan perjalanan harus menjadi kinerja utama dari penyelenggaraan angkutan Lebaran. Kita masih maklum apabila waktu perjalanan selama mudik dan balik meningkat hingga dua atau tiga kali waktu yang biasa ditempuh saat kondisi di luar libur Lebaran.
Masyarakat telah teredukasi soal kapasitas jaringan transportasi yang tiba-tiba harus dibanjiri volume tiga kali volume lalu lintas normal. Masyarakat juga telah belajar bahwa kereta api dan pesawat udara merupakan angkutan yang lebih andal dari sisi waktu, dengan konsekuensi perencanaan perjalanan yang lebih baik.
Semakin dini informasi mengenai program angkutan Lebaran diketahui masyarakat, pelaku mudik akan lebih cepat membuat keputusan yang kompleks. Rontok pertemuan keluarga besar, jadwal yang tidak sama antaranggota keluarga, biaya tiket yang makin hari makin tinggi, dan ketersediaan kursi yang makin menipis mendekati masa Lebaran sering merupakan penyebab sakit kepala dan frustrasi bagi keluarga yang akan liburan bersama.
Idealnya program angkutan Lebaran ini telah diumumkan enam bulan sebelum Idul Fitri dengan pembaruan informasi tiga bulan sebelum hari H. Dengan demikian, masyarakat umum bisa membuat perencanaan perjalanan yang lebih matang dan makin rasional.
Mengertin ini dengan meningkatnya pilihan perjalanan darat dengan kendaraan pribadi, pertumbuhan pemudik yang mencapai lebih dari 20 juta orang, dominasi moda transportasi masih ada pada kendaraan pribadi. Sepeda motor dan mobil pribadi akan menjadi moda transportasi utama mudik dan balik Lebaran tahun ini.
Penjualan sepeda motor yang meningkat dan data jumlah mobil dengan kapasitas mesin yang kecil yang makin tinggi (sebagian karena ‘dual use’ sebagai layanan transportasi online di kota-kota besar), mengakibatkan perlunya pemerintah menaruh perhatian besar pada sepeda motor dan mobil kecil itu.
Belakangan beredar video secara viral yang menunjukkan kendaraan kecil tidak mampu menaiki tanjakan curam karena gradient alignment yang besar di sebuah ruas jalan. Pada waktu saya konsultasikan kondisi infrastruktur jalan pada rekan pejabat di Ditjen Bina Marga dan Korlantas Polri, soal keselamatan lalu lintas memang perlu menjadi perhatian dari pemerintah pada masa Lebaran tahun ini. Spesifiknya bagi kepolisian dan dinas perhubungan di wilayah yang menjadi koridor utama mudik dan balik.
Pada umumnya, kecepatan kendaraan yang lebih tinggi akan memberikan exposure atau paparan risiko keselamatan yang lebih besar. Artinya apabila dua tahun lalu misalnya, jumlah kecelakaan dan fatalitas mengalami penurunan yang signifikan hingga 25% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal itu mungkin lebih disebabkan kecepatan kendaraan yang semakin rendah karena kemacetan tinggi yang terjadi pada masa sebelum Lebaran. Mengertin ini, dugaan saya, situasinya akan sangat berbeda.
Masyarakat pengguna kendaraan pribadi pada umumnya tidak sangat peka mengenai status dan fungsi jalan. Pada saat pemerintah mengumumkan bahwa dari 759 km jaringan Tol Trans-Jawa, sepanjang 235 km di antaranya belum operasional 100%, tetapi sudah bisa dilalui secara fungsional. Pengguna perjalanan tidak mudah membedakan tol yang operasional penuh dan yang fungsional.
Ekspektasi mereka sama. Kondisi jalan fungsional pada umumnya belum sempurna dengan rambu, marka yang terbatas atau sementara, serta belum disertai penyediaan rest area yang memadai. Kondisi itu akan meningkatkan risiko kecelakaan yang lebih besar, terutama head-to-tail crash yang umumnya mengakibatkan fatalitas yang tinggi.
Sementara itu, jalur pansela juga memiliki masalahnya sendiri. Setelah ditingkatkan kualitasnya, jalur itu belum dapat dipetakan lokasi-lokasi black spots yang sering menjadi tempat kejadian kecelakaan. Tentu saja hal ini membutuhkan perencanaan ekstra keras dari petugas polantas yang dibantu dinas perhubungan.
Hingga tulisan ini diturunkan, pihak pengatur lalu lintas Polri telah bekerja baik, seperti mengatur lalu lintas di Simpang Jomin dan mendistribusikan kendaraan, terutama sepeda motor, ke jalur alternatif baik tengah maupun selatan. Di tengah hiruk pikuk periode liburan dan perjalanan mudik, kerja keras teman-teman kepolisian perlu diapresiasi dan didukung.
Jalur yang dikenal dengan scenic route pada umumnya memiliki kendala distraksi pengemudi, baik distraksi visual internal (yang sering menyebabkan head-to-head crash) maupun gangguan karena adanya hambatan samping berupa adanya kegiatan di badan jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya seperti berdagang. Kombinasi dari kecepatan tinggi di jalur pansela, belum teridentifikasinya lokasi rawan kecelakaan, serta adanya distraksi pengemudian mengharuskan kepolisian menurunkan lebih banyak petugas di lapangan dengan tingkat kewaspadaan yang perlu lebih tinggi.
Rekomendasi MTI 10 tahun yang lalu untuk melibatkan komunitas pemuda setempat membantu pengaturan lalu lintas mungkin bisa diperluas. Kepolisian di Provinsi Jawa Timur dan beberapa kabupaten telah melibatkan pramuka dan karang taruna sebagai pembantu pengatur lalu lintas. Itu inisiatif yang sangat baik. Deminya program itu dijadikan bagian dari ekosistem pengelolaan risiko kecelakaan di jalan.
Tugas yang masih menjadi PR
Hal yang sering terlupakan adalah pentingnya standar penanganan pascatabrakan (post-crash management). Penanganan korban setelah kejadian kecelakaan pada umumnya akan menentukan besarnya tingkat fatalitas atau jumlah korban meninggal. Dari berbagai literatur internasional, kita juga mengetahui bahwa di negara maju, jumlah fatalitas yang kecil ditentukan tingginya standar penangangan pascatabrakan. Terutama standar waktu datangnya petugas medis atau paramedis.
Probabilitas korban meninggal setelah periode golden hour meningkat signifikan jika dibandingkan dengan apabila ambulans hadir maksimum 30 menit setelah kejadian. Di negara maju, bahkan waktu itu dibatasi hingga maksimum 15 menit di jalan bebas hambatan. Mungkin saatnya kita mengenalkan layanan emergency, misalnya, menggunakan helikopter di jalan bebas hambatan maupun jalan nasional untuk menekan fatalitas akibat kecelakaan.
Saya yakin berbagai perusahaan penyedia layanan kegawatdaruratan dan layanan helikopter kesehatan akan mendukung upaya itu. Apalagi itu bisa menjadi bagian dari struktur tarif yang dibayarkan pengguna tol.
Infrastruktur jalan yang lebih luas cakupannya, sistem angkutan umum yang makin progresif, dan manajemen lalu lintas yang baik telah menjadi capaian pemerintah untuk mengakomodasi kenyamanan mudik Lebaran tahun ini. Tentu masih ada PR yang harus dikerjakan seperti penanganan pascatabrakan yang harus lebih maju. Mudah-mudahan di tahun ini, dengan kenyamanan pengguna jalan yang lebih tinggi, jumlah kecelakaan dan fatalitas bisa kita tekan serendah mungkin.