Benjamin Netanyahu (Kiri) dan Donald Trump (Kanan), 4 Februari 2025. (EFE/EPA/JIM LO SCALZO / POOL)
Jakarta: Pada Selasa, 4 Februari 2025, dalam konferensi pers Berbarengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Presiden Amerika Perkumpulan Donald Trump mengejutkan dunia dengan pernyataannya bahwa AS akan “mengambil alih” dan “Mempunyai” Gaza.
Pernyataan ini memicu kecaman Mendunia, termasuk dari negara-negara Arab dan PBB, yang menganggap rencana tersebut sebagai bentuk pembersihan etnis.
Sehari setelahnya, pada Rabu, 5 Februari 2025, juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyatakan bahwa Trump Tak berencana menempatkan Laskar AS di Gaza, melainkan hanya “sementara merelokasi” penduduk Palestina, sementara solusi jangka panjang tetap Tak Jernih. Banyak pihak jadi mempertanyakan sejauh mana keseriusan Trump dalam pernyataan ini.
Mengapa Trump mengeluarkan pernyataan seperti ini, dan apa motif di baliknya?
Motif Ekonomi dan Properti Gaza
Mengutip Al Jazeera pada Rabu, 5 Februari 2025, Trump menggambarkan Gaza sebagai “Posisi fenomenal” dengan “potensi luar Normal” Demi dikembangkan. Dia mengatakan, “[Kita akan] membuatnya menjadi tempat Global yang luar Normal. Saya pikir potensi Demi Jalur Gaza itu luar Normal.”
Trump bahkan menambahkan bahwa “perwakilan dari seluruh dunia akan datang dan tinggal di sana” sebagai bagian dari visi pengembangannya.
Pernyataan ini mengingatkan pada komentar menantunya, Jared Kushner, pada Maret 2024, yang menyebut Gaza sebagai kawasan properti bernilai tinggi dan mengusulkan pemindahan Penduduk Palestina ke Mesir atau Gurun Negev.
Sejalan dengan pemikiran Kushner, Trump tampaknya Menyaksikan Gaza bukan sebagai Area konflik yang membutuhkan solusi kemanusiaan, tetapi lebih sebagai Kesempatan investasi properti dan ekonomi Mendunia.
Diana Buttu, mantan penasihat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), melirik dan mengecam keras gagasan mengubah Gaza menjadi “Riviera” atau wisata Tepi Pantai Trump.“Siapa kalian yang berhak memutuskan bahwa kami menginginkan Riviera Timur Tengah yang sepenuhnya mengabaikan sejarah kami?” bantahnya.
Menarik Dukungan Sayap Kanan Israel
Langkah Trump ini juga dapat dilihat sebagai Metode Demi mendapatkan dukungan dari Golongan sayap kanan Israel yang telah Pelan menginginkan permukiman ilegal di Gaza.Menurut Al Jazeera, pengumuman ini dapat dimaknai sebagai upaya menenangkan Golongan tersebut setelah Trump memberikan dukungan terhadap gencatan senjata yang Tak mereka inginkan.
Argumen ini cocok dengan momentum dimana Trump menyatakan rencananya ketika Berjumpa dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Selasa yang merupakan pejabat senior Sayap Kanan Israel.
Selain itu, selama bertahun-tahun, politisi Israel telah mendukung gagasan pemindahan paksa Penduduk Palestina. Arsip yang bocor dari Kementerian Intelijen Israel menunjukkan bahwa pada awal perang di Gaza, pemerintah Israel sempat mempertimbangkan pemindahan Penduduk Palestina ke Gurun Sinai.
Meskipun secara Formal Netanyahu menolak gagasan ini, banyak tokoh politik Israel yang tetap mendorongnya.
“Ide ini sangat Tak masuk Pikiran, tetapi memang sesuatu yang telah Pelan didorong oleh Israel. Ini bukanlah konsep yang baru bagi Trump,” kata Buttu kepada Al Jazeera.
Bujuk Negara-negara Arab Lebih Terlibat Rekonstruksi Gaza
Al Jazeera melaporkan bahwa rencana Trump juga dapat bertujuan Demi menekan negara-negara Arab agar terlibat dalam pembiayaan rekonstruksi Gaza. Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz, mengatakan bahwa pengumuman ini Dapat menjadi pancingan bagi negara-negara kawasan Demi “mengusulkan solusi mereka sendiri”.
Tetapi, reaksi dari negara-negara Arab menunjukkan penolakan keras. Arab Saudi secara tegas menolak proposal Trump, bahkan mengeluarkan pernyataan Formal pada pukul 04.30 pagi waktu setempat, menunjukkan urgensi dalam penolakannya. Yordania dan Mesir juga menyatakan keberatan mereka terhadap rencana tersebut.
Motif di balik pengumuman Trump tentang pengambilalihan Gaza tampaknya berlapis, mencakup kepentingan ekonomi, dukungan politik domestik dan Global, serta strategi menekan negara-negara Arab.
Tetapi, seperti yang dikatakan analis Timur Tengah Jasmine el-Gamal kepada Al Jazeera, “Menganalisis pikiran Trump adalah upaya yang sia-sia.”
“Sulit membayangkan bahwa dia (Trump) Betul-Betul percaya bahwa (AS) dapat masuk, mengusir orang-orang, dan seperti yang dikatakan Trump, mengundang ‘orang-orang dunia’ Demi tinggal di sana. Ini Betul-Betul fantasi,” tambah Jasmine.
Dengan Tak adanya rencana konkret dan reaksi negatif dari banyak pihak, wacana ini mungkin lebih merupakan taktik negosiasi ketimbang kebijakan yang Betul-Betul akan dijalankan.