
BADAN Legislasi (Baleg) menyetujui draf Revisi UU No 6/2014 tentang Desa. Eksis dua poin Krusial yang diusulkan dalam draf itu, yakni usulan 20% Anggaran desa berasal dari transfer daerah, dan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun Buat satu kali periode (Media Indonesia, 4/7).
Secara faktual, terlepas dari isu politik yang mendasari revisi UU No 6/2014 itu, sejatinya revisi diperlukan Buat memberi kewenangan pemerintah desa yang lebih besar guna mengelola desa agar masyarakatnya Berdikari dan sejahtera. Hal ini mengingat pemberlakuan UU sebelumnya (tahun 2014) tampaknya belum memberikan hasil optimal. Itu termanifestasi, antara lain dari Bilangan kemiskinan di perdesaan yang Tetap tinggi, bahkan lebih tinggi dari perkotaan. Hasil Susenas September 2022, misalnya, menunjukkan Bilangan kemiskinan di perdesaan 12,36%, sedangkan di perkotaan 7,53%.
Pemberlakuan UU itu juga belum sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo Buat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui pembangunan dari Daerah pinggiran dan desa. Maka dari itu, amat diharapkan pemerintah desa nantinya dengan kewenangan yang lebih besar dapat melakukan perencanaan pembangunan guna memberikan hasil optimal bagi masyarakat perdesaan.
Pentingnya data desa
Diyakini, pembangunan perdesaan akan berhasil optimal Kalau didukung kinerja yang Bagus. Salah satu Unsur pendukung kinerja dimaksud ialah melakukan perencanaan pembangunan perdesaan berdasarkan data profil desa secara komprehensif. Dalam konteks itu, hadirnya Sensus Pertanian 2023 (ST-2023), diharapkan dapat menjadi modal Buat melakukan perencanaan pembangunan yang lebih Presisi dan Betul sasaran.
Meski demikian, Buat lebih memperkaya data dan informasi tentang desa, tampaknya Tak cukup hanya mengandalkan data dari dari hasil ST 2023. Pemerintah desa, juga perlu memanfaatkan hasil Sensus Ekonomi (SE) tahun 2016. Patut diketahui, pendataan lapangan usaha pertanian Tak tercakup dalam Penyelenggaraan SE-2016.
Sensus pada lapangan usaha pertanian memang perlu dilakukan tersendiri. Alasan, kegiatan di sektor pertanian Mempunyai cakupan amat luas meliputi sejumlah subsektor, seperti subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian.
Sejatinya, data hasil SE-2016 dan ST-2023 saling melengkapi. Adapun data Istimewa hasil ST 2023 antara lain, mencakup status kepemilikan lahan beririgasi, penggunaan pupuk dan pestisida, lamanya bekerja di pertanian, dan jumlah Member rumah tangga menurut jenis kelamin dan umur. Sementara itu, data Krusial yang dihasilkan dari SE-2016 antara lain mencakup status badan usaha, jumlah tenaga kerja, upah dan gaji pekerja, pendapatan dan pengeluaran perusahaan, usaha on line dan franchise, investasi, serta prospek dan kendala usaha.
Pembangunan desa
Secara faktual, perencanaan pada Daerah kecil setingkat desa akan lebih Bagus Kalau dibandingkan dengan perencanaan pada Daerah yang lebih besar, seperti kabupaten/kota dan provinsi. Hal ini mengingat Tanda khas dan ekosistem antarperdesaan amat Variasi.
Dengan mengombinasikan data hasil ST 2023 dan data hasil SE 2016, pemerintah desa dapat melakukan perencanaan pembangunan yang lebih luas, antara lain mencakup pertanian, industri, perdagangan dan jasa. Secara faktual, pengembangan usaha pertanian, industri, perdagangan dan jasa akan memperluas kesempatan kerja dan memberikan Bonus lebih besar bagi penduduk perdesaan.
Di AS, misalnya, pengembangan industri pertanian Bisa menyerap 10,3% dari total tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto, yang sekaligus mencerminkan industri dan kegiatan pertanian dapat meningkatkan Bonus penduduk perdesaan. Hal sama juga diterapkan di Eropa yang mempertahankan ekonomi perdesaan tetap hidup dengan mengembangkan industri pertanian dan sektor terkait (European Comission, 2018).
Tetapi, pembangunan perdesaan diperkirakan belum optimal Kalau Tak melibatkan pelaku usaha, dunia usaha, dan penduduk lokal. Keterlibatan pelaku usaha, antara lain Buat merencanakan kegiatan ke depan. Dunia usaha Buat pendistribusian input kegiatan, dan penduduk lokal Buat penyediaan jasa dan tenaga kerja.
Selain lebih Betul sasaran, pembangunan setingkat desa juga akan lebih memudahkan dalam pemonitoran dan Penilaian kegiatan. Sementara itu, pada Daerah yang lebih luas setingkat kabupaten dan provinsi, kegiatan Penilaian kerap kurang optimal karena kelebihan dan kekurangan antarwilayah di bawahnya berpotensi saling meniadakan (cancel out).
Sejatinya, Penilaian terhadap program dan kegiatan memang perlu dilakukan secara intensif, terutama Buat pengembangan usaha yang berkaitan dengan usaha mikro kecil (UMK). Berdasarkan hasil SE-2016 ditemukan Eksis dua hal yang belum berjalan optimal, Yakni soal pembinaan dan pelatihan.
Adapun soal pembinaan tertuang dalam UU No 20/2008 tentang Kemitraan UMK dengan Usaha Menengah Besar (UMB). Hasil SE-2016 menunjukkan kemitraan UMK dan UMB Tak berjalan Bagus, Yakni hanya 7%.
Sementara itu, soal pelatihan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 31/2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. Hasil SE-2016 menunjukkan bahwa pelaku usaha yang mengikuti pelatihan hanya 4%.
Maka dari itu, amat diharapkan revisi UU tentang desa tahun 2014 dapat menghasilkan poin-poin Krusial, terutama yang berkaitan dengan soal anggaran desa dan kewenangan pemerintah desa. Dengan Metode itu, pembangunan perdesaan diyakini akan lebih optimal sehingga diharapkan penduduk perdesaan akan Berdikari dan sejahtera serta Tak tertinggal dari perkotaan.

