Liputanindo.id – Ratusan mahasiswa Sumatera Utara dan Jabodetabek mengenang kekejaman orde baru dengan memasang instalasi 2000 tengkorak dan 1000 nisan di Universitas Berdikari Bina Prestasi, Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan, Kota Medan, Senin kemarin.
Konsolidasi Mahasiswa Sumut Bersatu turut dihadiri moderator, Rizki Yusuf Siregar Alumni UISU, Dio Sitepu Mahasiswa UMBP, Sandy Mahasiswa dari Jabodetabek dan narasumber Petrik Rajagukguk serta ratusan mahasiswa dari kampus masing-masing, dengan berbagai tuntutan tolak Tapera, demokrasi Tewas suri, konflik agraria/tanah adat dan tanah adat Punya rakyat.
Tampak terlihat beberapa spanduk bertuliskan 26 tahun reformasi, reformasi dibajak dinasti Jokowi ‘Demi mantu PJ Gubernur Sumut tiba-tiba diganti Hmm.. Negara seperti Punya pribadi’.
‘Tanah Adat Punya Rakyat Lalu Kenapa di Rampas Perusahaan’. Eksis juga bertuliskan ‘Nabung Buat Rumah Nunggunya Tamat Tewas’. ‘Payah Cakap Sudah Belum Kerja Uda Ditunggu Tapera’. ‘Ga Butuh Izin Tambang Kami Butuh Izin Gereja’. dan ‘Harga2 Melambung Tinggi UKT Meroket Bagaikan Sunami’
“Kita Dapat bebas berorganisasi, kita Dapat bebas beraspirasi, kita Dapat bebas berkumpul tanpa mengintimidasi dan segala Corak, hari ini kita mengadakan agenda Buat mengenang perjuangan Kolega-Kolega pejuang reformasi,” terang Sandy, mahasiswa Jabodetabek dalam kesempatan tersebut.
Terpantau para mahasiswa juga menyampaikan bahwa sudah banyak pelanggaran HAM jutaan Orang yang diadili, dibunuh, atau yang dibantai tanpa proses pengadilan.
Sandy melanjutkan kalau Tapera terjadi dan memotong dua Sebelah persen gaji karyawan, maka ekonomi akan menyusut atau daya beli masyarakat menurun.
Tak Sekadar itu, dia juga menyoroti foto Bobby Nasution di Kota Medan. “Kolega-Kolega sudah Menonton ketika nongkrong di warung Menonton foto Bobby. Itu bentuk Konkret dari politisi cawe-cawe Jokowi yang dijalankan hari ini politik dinasti Buat menjalankan roda kekuasaan.”
Terpisah, Petrik Rajagukguk menyampaikan, kalau reformasi sudah melahirkan seorang presiden yang yang awalnya bukan siapa-siapa, bukan pensiunan jenderal, dan bukan konglomerat.
“Gerakan 98 melahirkan karpet merah terhadap seorang yang namanya Jokowi Buat menjadi seorang presiden. Sehingga, kita sangat antusias mendukungnya, tapi apa kemudian?” ujarnya.