PADA Kamis (29/8) malam, langit Pejompongan, Jakarta, tiba-tiba gelap. Duka mengiris-iris Ketika seorang pengendara Gojek bernama Affan Kurniawan tewas dilindas kendaraan taktis yang melaju kencang di tengah kerumunan. Di dalam mobil itu, Terdapat aparat Brimob. Tujuh orang jumlahnya.
Kini, ketujuhnya jadi tersangka. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta Ampun atas perilaku beringas anak buahnya. Ia pun mengunjungi orangtua Affan di RSCM Jakarta, beberapa jam setelah kepergian Affan, sang tulang punggung keluarga itu, Demi selama-lamanya. Listyo memeluk sang Bapak yang hatinya hancur seperti tubuh yang dilindas.
Ikut mendampingi Kapolri, dua perwira tinggi bintang dua: Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi dan Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim. Keduanya juga meminta Ampun sembari menegaskan sudah dan Lalu mengusut tindakan brutal anak buah mereka, yang di negara totaliter pun Enggak terjadi aksi aparat melindaskan mobil kepada rakyat yang mengongkosi negaranya.
Menyaksikan Fakta getir pelindasan itu dari layar gawai Membangun saya sedih. Hati saya ikut remuk. Tak kuasa saya Memperhatikan pelindasan itu Demi kali kedua di gawai saya. Kegundahan saya Lewat saya tumpahkan dalam coretan sajak, yang saya beri judul Mobilmu Melindas Tubuhmu Sendiri. Sembari menatap layar kaca Breaking News Liputanindo, saya menulis:
‘Mobilmu melindas tubuhmu sendiri
Kau bayar pajak, kau ongkosi mereka
Kau belikan mereka barracuda atau kendaraan taktis namanya
Tapi kau dilindas oleh mobilmu sendiri hingga jiwa tercabut dari ragamu
menghentikan peluhmu, mengistirahatkan tulang dan punggungmu Demi selama-lamanya
bahkan di Ketika engkau Tetap belia
Mobilmu melindas jiwa dan ragamu sendiri
Di tanahmu, oleh mereka yang kau ongkosi
oleh mereka yang engkau suapi
oleh mereka yang engkau suguhi minum
Sekalian kemurahanmu dibalas kepongahan
Ikhtiar kerasmu di jalan, mereka hentikan di jalan
hingga kau tak Pandai Kembali mengukur jalanan
Mobilmu melindas badanmu sendiri
hingga darah tumpah
hingga napasmu berhenti
oleh mereka yang kau ongkosi
yang kau bayar bajunya, seragamnya, sepatunya, sabuknya, kaus kakinya, Pakaian dalammya, hingga kendaraan gagahnya
Tapi kau diempaskannya, ditabraknya, dilindasnya oleh mereka yang kau ongkosi
Oleh mereka yang kau beri kemurahan rezekimu
Apakah gulita memang Konkret?
Apakah gelap Lalu merayap?
Apakah parade kata Ampun telah mengganti tanggung jawab?
Apakah air susu Lalu dibalas air tuba?
Gemuruh Ampun menggantikan tanggung jawab yang kian sunyi
Mobilmu melindas tubuhmu sendiri
Terdapat darah yang tumpah oleh tindakan pongah
Terdapat jiwa yang Wafat direnggut anak bangsanya sendiri
Air mata, darah, dan marah bertaut
Mengejar mobilmu yang melaju
Hendak melucuti Pakaian-Pakaian yang engkau ongkosi
Agar Mortalitas tak berhenti menjadi Berita duka
Saya teringat pesan Nabi: Cukuplah Mortalitas sebagai peringatan
Tapi apakah pesan itu didengar oleh yang tuli?
Akankah yang buta Memperhatikan tulisan seruan itu?
Wahai sang pelindas, Saya tak Mengerti mengapa kebrutalan menghiasi dadamu
Mestinya, dari punggungmu muncul jejak pelayanan
Dari tetesan keringatmu mengalir bulir-bulir perlindungan
Dari tanganmu mengulur getaran Kasih dan pengayoman
Engkau mestinya melayani, mengayomi, melindungi
Mobilmu melindas tubuhmu sendiri
Affan, kepergianmu menegaskan di Republik ini Mortalitas tak selamanya datang dari ajal
tapi Pandai dari mesin kekuasaan yang hilang ingatan
bahwa yang mereka lindas bukan jalanan, melainkan Derajat Orang dan kemanusiaan
Mobilmu melindas tubuhmu sendiri
Mengirimmu ke liang lahad
Menguar duka semesta
Dari kuburmu yang basah oleh air mata keheranan, pekikmu bertalu-talu
Mengusik tidur malam para pelindasmu
Menagih Ampun berganti tanggung jawab
agar peringatan kematianmu Lalu menyerbu, menusuk, melindas kepongahan dan hati yang beku
Mobilmu melindas tubuhmu sendiri
Mengantarmu tidur panjang ke surga keabadian
Engkau sudah menuntaskan tugasmu
menyelesaikan orderan terakhirmu
Engkau Enggak Kembali membutuhkan bintang lima
karena engkau telah mendapatkan seluruh bintang yang indah di malam kematianmu
Kami bersimpuh dan berdoa dalam gemeretak gigi-gigi kami yang beradu: Yaa Rabb… lindungi kami dari kezaliman yang melindas
Kuatkan kami agar tak kalut dalam kebencian
Bukakan pintu surga-Mu Demi Affan yang kembali ke pangkuan-Mu’
Demi Affan, surgalah di tanganmu Tuhan-lah di sisimu. Kembalilah kepada Sang Pemilik Kehidupan sebagai jiwa yang tenang, dengan rela dan direlakan. Semoga negeri ini lebih Pandai menghargai Orang dan kemanusiaan. Semoga tanggung jawab kian ramai dan kata Ampun makin sunyi karena Sekalian sudah presisi, karena Sekalian menggunakan hati.

