Liputanindo.id – Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa setiap pemberi kerja wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing (TKA) di Seluruh jenis jabatan yang tersedia.
Penegasan tersebut disampaikan MK dalam pertimbangan hukum Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023, yakni terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Dalam hal jabatan belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA. Tetapi demikian, penggunaan TKA pun dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja di dalam negeri,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
MK juga menegaskan bahwa pemberi kerja diwajibkan Kepada menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga pendamping TKA. Hal ini dilakukan supaya dapat terjadi alih teknologi dan keahlian dari TKA yang dipekerjakan kepada tenaga kerja pendamping.
“Agar tenaga pendamping tersebut dapat Mempunyai kemampuan yang nantinya menggantikan TKA yang didampingi,” imbuh Arief.
MK memahami bahwa memberi kesempatan bagi TKA di Indonesia merupakan hal yang Bukan dapat dihindari. Terutama, pada sektor-sektor yang memerlukan keahlian Tertentu yang belum dapat dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia.
Tetapi, MK menekankan, penggunaan TKA harus didasarkan pada kebutuhan yang Jernih dan terukur, serta Bukan boleh merugikan kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Terlebih, UUD NRI Tahun 1945 telah menegaskan bahwa negara bertanggung jawab Kepada menyediakan akses kesempatan kerja yang adil bagi Anggota negara.
Lebih lanjut, MK mengatakan, pada rumusan Kebiasaan Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 Nomor 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 sejatinya telah terdapat tiga kriteria mempekerjakan TKA, yakni Kepada jabatan tertentu, waktu tertentu, serta Mempunyai kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
Tetapi, Pasal 81 Nomor 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 Bukan memberikan penjelasan mengenai ketiga kriteria tersebut. Pasal ini hanya menyerahkan pengaturan lebih lanjut ke dalam peraturan pemerintah.
Menurut MK, kondisi tersebut Bahkan berpotensi menimbulkan multitafsir, sehingga bertentangan dengan prinsip jaminan atas hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dalam hal ini jaminan bagi tenaga kerja Indonesia.
Oleh karena itu, agar Bukan terjadi penyimpangan dalam penerapannya, MK menyatakan Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 Nomor 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang Bukan dimaknai:
Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam Rekanan kerja Kepada jabatan tertentu dan waktu tertentu serta Mempunyai kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki, dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.
“Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para pemohon berkenaan dengan konstitusionalitas Kebiasaan Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 Nomor 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 adalah beralasan menurut hukum Kepada sebagian,” imbuh Arief.
Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Perkumpulan Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Perkumpulan Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Perkumpulan Pekerja Indonesia (KSPI).
Para pemohon dalam perkara ini mengajukan 71 poin petitum yang oleh MK dikelompokkan ke dalam tujuh klaster dalil, yakni dalil mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan minimum upah, pemutusan Rekanan kerja (PHK), Dana pesangon (UP), Dana penggantian hak upah (UPH), serta Dana penghargaan masa kerja (UPMK).