MK Merusak Undang-Undang


SEBAGAI penjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi diberi wewenang oleh negara Kepada membatalkan undang-undang ketika Eksis yang mengajukan judicial review terhadap aturan tersebut. Celakanya, dengan kewenangan yang begitu besar, mereka Dapat bertindak suka-suka terhadap undang-undang.

Itulah yang terjadi dua hari Lewat ketika MK mengadili uji materi UU No 30 Tahun 2022 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eksis dua pasal yang digugat oleh komisioner KPK Nurul Ghufron. Pertama, Pasal 29 huruf (e) UU KPK bahwa batas usia minimal pimpinan KPK ialah 50 tahun dan maksimal 65 tahun. Kedua, Pasal 34 bahwa pimpinan KPK memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya Kepada sekali masa jabatan.

Hebatnya, majelis hakim MK mengabulkan gugatan Nurul Kepada seluruhnya. MK memutuskan, usia minimal pimpinan KPK Bukan harus 50 tahun asal berpengalaman. Masa jabatan pimpinan KPK pun mereka tambah menjadi 5 tahun. Pertimbangan majelis, ketentuan yang Lamban melanggar prinsip keadilan dan rasionalitas serta bersifat diskriminatif sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

Cek Artikel:  Menanti Solusi Antikorupsi

Sebagai produk MK yang bersifat final dan mengikat, kita menghormati putusan itu. Tetapi, harus kita katakan pula, putusan tersebut Bukan masuk Pikiran, aneh, membingungkan. Pasal yang mengatur usia minimal dan durasi jabatan pimpinan KPK bersifat open Absah policy. Pengaturannya menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.

Ketika membatasi masa jabatan pimpinan KPK 4 tahun, pemerintah dan DPR punya pertimbangan kuat, sangat kuat. KPK adalah lembaga penegak hukum dengan kewenangan luar Biasa, punya hak memaksa, sehingga pimpinannya tak boleh berlama-Lamban menjabat. Semakin Lamban mereka punya kuasa, semakin besar potensi abuse of power atau penyalahgunaan kewenangan. Dalih itu sangat logis, sangat Betul.

Cek Artikel:  Kebocoran Data Kagak Terbendung

Soal pertimbangan MK demi keadilan dan mencegah diskriminasi karena masa jabatan pimpinan lembaga negara yang lain juga 5 tahun, juga terbantahkan. Bukan Segala komisi dan lembaga seperti itu. Masa jabatan Personil Komisi Informasi, misalnya, 4 tahun.

Mengabulkan gugatan uji materi adalah hal Biasa buat MK. Akan tetapi, mengabulkan sekaligus mengambil alih kewenangan pembuat undang-undang dengan menambah masa jabatan komisioner KPK adalah putusan yang sulit diterima. Bahkan, tak Sekadar rakyat kebanyakan, empat hakim konstitusi pun beda pandangan.

Mereka, yakni Wahiduddin Adamas, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo, menolak memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. Mereka menilai Bukan Eksis ketidaksetaraan, ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan diskriminasi dalam ketentuan Lamban. Mereka mengedepankan Pikiran waras. Mereka tak Ingin melampaui kewenangan, tak mau mengambil kewenangan lembaga lain. Mereka memilih dissenting opinion.

Sayang, mereka kalah Bunyi karena lima hakim konstitusi lainnya berpendapat sebaliknya. Pendapat yang oleh banyak kalangan dianggap merusak tatanan, juga merusak undang-undang.

Cek Artikel:  Menguji TNI Patriot NKRI di Mengertin Politik

Menambah masa jabatan pimpinan KPK sama saja menambah potensi penyimpangan. Terlebih ketika hadiah itu diberikan oleh MK kepada komisioner Ketika ini yang alih-alih menunjukkan prestasi, tapi malah hobi mempertontonkan kontroversi. Komisioner yang bukannya gigih memberantas korupsi, tapi Malah diduga kerap melakukan pelanggaran.

Wajar, sangat wajar, Kalau kemudian banyak yang beranggapan putusan MK tersebut terkait dengan politik. Perpanjangan masa jabatan komisioner KPK pun rawan digunakan sebagai alat politik di tahun politik.

Lumrah, sangat lumrah, bila banyak yang menyebut bahwa MK juga akan mengabulkan uji materi soal sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Kalau itu terjadi, kita khawatir MK bukan Tengah merupakan mahkamah penertib, tetapi perusak undang-undang.

Mungkin Anda Menyukai