KETUA majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) panel 3 Arief Hidayat mengingatkan Komisi Pemilihan Biasa (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Demi memperhatikan redaksional terkait waktu Lepas penetapan keputusan hasil Pilkada guna meminimalisasi konflik.
Hal itu disampaikan Arief dalam sidang perkara nomor 279/PHPU.WAKO-XXIII/2025 di Gedung MK pada Rabu (15/1). Perkara itu diajukan oleh Kekasih Cabup-Cawabup Kota Jayapura Nomor urut 03 Boy Markus Dawir dan Dipo Wibowo sebagai pemohon dengan KPU Kota Jayapura sebagai termohon dan Bawaslu Kota Jayapura sebagai pihak terkait.
“Demi KPU, Bawaslu dan semuanya, Eksis yang harus kita pahami Serempak bahwa Pilkada itu adalah masalah yang berhubungan dengan para pihak. Keakuratan Lepas, hari dan jam Tiba menit itu Krusial karena Eksis batasan-batasan Bilaman boleh diajukan dan Bilaman melewati tenggang waktu dan sebagainya,” Terang Hakim Arief dalam sidang PHP Pilkada di ruang sidang MK pada Rabu (15/1).
Lebih lanjut Arief menjelaskan bahwa bagi para pemohon dan termohon harus segera memberikan berkas bukti perbaikan kepada MK maksimal tiga hari setelah dilakukan pembacaan petitum di persidangan.
“Perbaikan juga begitu. Jadi, perbaikannya 3 hari setelah itu dihitung Sekalian. Antara pileg dalam pilpres dengan Pilkada juga berbeda, kalau Pilpres itu 24 jam tapi kalau Pilkada menghitungnya hari. Jadi harus presisi,” ujarnya.
Selain itu, Arief menegaskan bahwa pada sidang gugatan hasil Pilkada, bukti formal sangat dibutuhkan sebagai pendukung Esensial di samping adanya bukti saksi.
“Ini bukti formal itu sangat Krusial, meskipun kita mencari keadilan substansi tetapi bukti formal itu sangat Krusial. Kalau Bukan begitu, nanti kita Pandai merugikan para pihak atau menguntungkan para pemohon atau termohon atau pihak terkait. Jadi kita harus betul-betul harus berdasarkan bukti formal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arief mencontohkan. Ahwa peradilan Biasa Demi pidana dan peradilan konstitusi Demi gugatan pemilu Mempunyai perbedaan sistem, salah satunya terkait kedudukan bukti.
“Kalau di badan peradilan Biasa Demi pidana itu Denda Krusial menduduki urutan pertama karena dia yang Menyantap dan menyaksikan sendiri. Tetapi di Mahkamah Konstitusi pada sengketa pilkada, bukti formal atau surat tulisan itu Krusial sekali dan Mempunyai kedudukan yang pertama,” katanya.
Menurut Arief hal ini harus diketahui secara Terang oleh para pemohon dan termohon pada persidangan sengketa agar Bukan terjadi kesalahan dalam penulisan dalam bukti formal.
“Sedangkan saksi pada sidang sengketa Pilkada it menduduki urutan yang berikutnya. Itu harus dipahami Sekalian, jadi tolong KPU betul-betul presisi jangan Tiba Eksis kesalahan karena hal-hal ini yang (Pandai) menyebabkan perkelahian,” tandasnya. (H-3)