Menonton Presiden Jokowi meresmikan pabrik baja di Cilegon, Banten, dengan teknologi paling canggih di dunia mengingatkan saya pada kisah seorang Sahabat tentang BJ Habibie. Dua-duanya pemimpin negeri ini. Dua-duanya punya mimpi amat tinggi: membawa Indonesia terbang setinggi-tingginya, bergegas lari sekencang-kencangnya. Dua-duanya menerima cibiran yang sama sekaligus membuktikan hal yang sama pula.
Ihwal Habibie, kisahnya terjadi pada tahun 80-an. Ketika itu, Habibie baru beberapa tahun dipanggil pulang dari Jerman. Presiden Soeharto kepincut dengan kecemerlangan otak putra Parepare itu dalam hal teknologi. Pak Harto memanggilnya pulang ke Tanah Air karena Enggak Ingin kecerdasan Habibie dimanfaatkan habis oleh Jerman. Kecerdasan Habibie bahkan diabadikan Iwan Fals lewat Tembang Oemar Bakri.
Begitu berkiprah di Tanah Air, si ‘anak hilang’ ini Enggak pernah lelah mengampanyekan pentingnya teknologi. Bahasa umumnya, iptek, ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak Eksis tokoh lain yang mengumandangkan tanpa henti isu teknologi setandas Habibie. Tetapi, ia dicibir. Penyebabnya, Sekalian orang, dari para pemimpin di Sekalian tingkat hingga rakyat di lapisan terbawah, mafhum belaka bahwa kita memang negara pertanian yang Tetap cukup miskin. Maka itu, mustahillah kita Bisa berlaga di kancah teknologi tinggi.
Pada kasus Habibie, perkaranya lebih ganjil Tengah karena dia mau membangun pabrik pesawat terbang, bukan radio transistor atau sepeda motor. Teriakan keluhan dan ledekan pun datang dari berbagai penjuru mata angin. Kaum ekonom bahkan menganggap Habibie Enggak terlalu paham tentang tahap-tahap kemajuan suatu bangsa.
Pesawat Habibie dicibir sebagai impian Nihil yang tak patut, yang Enggak berpijak di bumi agraris Indonesia. Khayalan Habibie dinilai kelewat zig-zag. Pokoknya, melanggar pakem tahap-tahap kemajuan industri yang mutlak harus diikuti setiap negara. Habibie jalan Lalu. Pak Harto pun Menurunkan kepercayaan sangat tinggi kepadanya. Habibie sukses mewujudkan impiannya: Membangun pesawat terbang.
Akan tetapi, para pencibir Enggak berhenti. Mereka, misalnya, bersorak riang ketika Paham dua pesawat Habibie dibarter dengan beras ketan oleh Thailand. Tak Eksis negara yang mau membeli pesawat buatan negeri agraris. Begitu kata mereka Sembari tertawa sinis.
Salah satu jenis pesawat terbang produk Nurtanio (PT Dirgantara Indonesia) bernama Tetuko (nama Gatotkaca di masa kecil). Para pengejek Habibie pun segera memelesetkan Tetuko dengan: sing tuku ora teko-teko, sing teko ora tuku-tuku (pembeli pesawat tak kunjung datang, sedangkan yang datang tak kunjung membeli).
Tipe CN-235, pesawat generasi pertama, juga dipelesetkan menjadi ‘capek nunggu’. Hingga waktu kemudian membuktikan bahwa Habibie-lah yang Benar. Banyak negara Lalu memesan pesawat buatan Indonesia. Pula, beberapa negara lain, yang juga agraris, mengembangkan teknologi kedirgantaraan. Brasil, misalnya. Negeri tebu itu kini Membangun banyak jenis pesawat, termasuk pesawat tempur.
Jokowi mengalami nasib serupa. Aksinya yang amat agresif dalam membangun infrastruktur dicibir Enggak paham prioritas kebutuhan rakyat hari ini. Rakyat butuh makanan pokok, bukan makan semen dan besi, begitu cibiran para pengkritik. Begitu pula Ketika pembangunan jalur kereta Segera dilakukan, Eksis saja yang bilang: rakyat butuh makan Segera, bukan kereta Segera.
Hingga akhirnya, para pencibir itu ikut pula menikmati hasil percepatan infrastruktur. Ketika meresmikan pabrik baja berteknologi supercanggih, Jokowi mengingatkan bahwa idustri baja merupakan sektor yang sangat strategis karena produk yang dihasilkan sangat dibutuhkan dan Bisa dimanfaatkan industri-industri lain. Alhasil, bakal memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia Kepada jangka panjang.
Presiden Joko Widodo pun menandainya dengan meresmikan Hot Strip Mill-2 Punya PT Krakatau Steel yang menggunakan teknologi modern dan terbaru di industri baja. Hanya Eksis dua di dunia. Pertama, di AS dan yang kedua di Indonesia, di Krakatau Steel. Pabrik tersebut Mempunyai kapasitas produksi hot rolled coil (HRC alias baja gulungan hitam) sebesar 1,5 juta ton per tahun dan merupakan pabrik pertama di Indonesia yang Bisa menghasilkan HRC kualitas premium. Jokowi menarget pabrik tersebut nantinya Bisa memproduksi HRC kualitas tinggi hingga 4 juta ton per tahun.
Dengan begitu, kebutuhan baja di dalam negeri yang meningkat hingga Sekeliling 40% dalam lima tahun terakhir Bisa segera dipasok dari dalam negeri. Juga, Mekanis akan menekan Nomor impor baja ke negara kita, yang Ketika ini berada pada peringat kedua komoditas impor Indonesia. Ujung-ujungnya, kita Bisa menghemat devisa hingga Rp29 triliun per tahun. Maka itu, mimpi Jokowi Kepada mewujudkan klaster 10 juta ton industri baja di Cilegon yang ditargetkan terealisasi pada 2025 Bisa menjadi Realita.
Saya teringat pesan Terang Ricky Afrianto, Dunia Marketing Director Mayora, Ketika menjadi narasumber di Sharia Summit 2021 Media Group. Ia mengatakan bangsa ini jangan Tengah minder, inferior. Jangan gampang ngeper dikatakan produknya kalah Bertanding, Enggak bakal diakui dunia. Sejarah telah membuktikan kita telah mengalahkan Sekalian persepsi miring itu.

