Metode Trump Lempar Ancaman Demi Lelah Kesepakatan Dinilai Tak Efektif

Kehancuran di Gaza akibat perang 15 bulan Israel-Hamas. (EFE/EPA/HAITHAM IMAD)

California: Metode ancaman yang digunakan Donald Trump dalam mencapai kesepakatan kembali dipertanyakan efektivitasnya. Mengutip Carnegie Endowment for International Peace (Carnegie) pada Senin, 17 Februari 2025, Trump menghadapi penolakan keras dari para pemimpin Timur Tengah atas idenya Demi memindahkan 2 juta Anggota Palestina dari Gaza ke Yordania dan Mesir.

Ketika Bersua Raja Yordania Abdullah II di Washington pada Selasa, 11 Februari 2025, Trump secara terang-terangan menyatakan, “Kami akan Mempunyai Gaza,” sembari duduk di sebelah Raja Abdullah. Mengutip Muasher, pernyataan ini dianggap sebagai bagian dari strategi Trump Demi memberikan tekanan agar Yordania menerima pengungsi Palestina.

Tetapi, strategi ini Bahkan menciptakan ketegangan baru karena Yordania telah menolak keras rencana tersebut.

Yordania Mempunyai sejarah panjang dalam menerima pengungsi Palestina, mulai dari tahun 1948, 1967, hingga 1990. Ketika ini, negara itu telah menampung lebih dari Separuh juta pengungsi Suriah dan Irak.

Menambahkan Kembali satu juta pengungsi Palestina akan menjadi beban ekonomi dan keamanan yang Tak dapat ditanggung oleh Yordania.

Cek Artikel:  Anggota NU Gotong-royong Bantu Palestina

“Itu setara dengan seluruh populasi Ukraina pindah ke Amerika Perkumpulan,” tulis Muasher dalam analisisnya.

Arab Saudi dan Mesir juga dengan tegas menolak rencana ini. Mengutip Muasher pada 17 Februari 2025, Arab Saudi menyatakan bahwa normalisasi Interaksi dengan Israel Tak mungkin terjadi tanpa adanya komitmen pada solusi dua negara.

Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi bahkan membatalkan kunjungannya ke Washington sebagai bentuk protes terhadap rencana pemindahan paksa Anggota Palestina.

Dalam menghadapi penolakan tersebut, Trump mencoba menggunakan taktik ancaman ekonomi dengan mengisyaratkan kemungkinan pemotongan Donasi keuangan bagi Yordania dan Mesir Kalau mereka Tak menerima Anggota Palestina dari Gaza.

Mengutip Marwan Muasher, Wakil Presiden Studi di Carnegie Endowment for International Peace, Yordania Ketika ini menerima Sekeliling 1,5 miliar dolar AS per tahun dari Amerika Perkumpulan, termasuk dalam bentuk Donasi militer. Meski demikian, Raja Abdullah tetap Kokoh menolak tawaran Trump, menyebutnya sebagai “ancaman eksistensial bagi Yordania”.

Muasher menilai bahwa strategi ancaman Trump ini lebih banyak menciptakan perlawanan dibanding mencapai tujuan yang diharapkan. Bahkan setelah 16 bulan pemboman di Gaza, Anggota Palestina tetap bertahan di tanah mereka dan Tak bersedia meninggalkannya.
 

Cek Artikel:  Sepatu Kayu dan Strata Gandum Abad ke-15 Ditemukan di Tangki Pembuangan Alkmaar

“Gaza bukanlah Punya Amerika Perkumpulan Demi dibagikan sesuka hati, dan Anggota Palestina bukan pion yang Pandai dipindahkan begitu saja,” tulis Muasher dalam artikelnya.

Dukungan Global terhadap Palestina juga semakin menguat. Negara-negara di Eropa dan Asia mengkritik keras usulan Trump ini. Selain itu, PBB menegaskan bahwa pemindahan paksa penduduk secara massal melanggar hukum Global dan Pandai dikategorikan sebagai bentuk pembersihan etnis.

Trump tampaknya gagal memahami bahwa ancaman ekonomi atau tawaran Bonus Tak akan Pandai mengalahkan ancaman eksistensial yang dihadapi negara-negara seperti Yordania.

“Ancaman terhadap keberlangsungan Yordania akan selalu lebih besar dibanding pertimbangan lainnya,” tulis Muasher dalam kesimpulannya. Dengan demikian, strategi Trump yang berbasis pada tekanan dan ultimatum tampaknya Tak akan berhasil dalam menghadapi tantangan diplomatik di Timur Tengah.

Selain itu, Muasher juga menyoroti Akibat rencana ini terhadap stabilitas kawasan. Dia menyebutkan bahwa Kalau rencana Trump dipaksakan, bukan hanya Yordania yang akan mengalami gejolak, tetapi juga negara-negara Teluk yang Mempunyai kepentingan dalam kestabilan Timur Tengah.

Cek Artikel:  Keluarga Trump yang Super Tajir Kabarnya Mau Berinvestasi di Indonesia

“Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab telah mengambil posisi tegas Demi menolak upaya pemindahan ini karena dampaknya terhadap keseimbangan geopolitik di Kawasan tersebut,” Jernih Muasher.

Muasher juga menyoroti peran Iran dalam isu ini. Dia menjelaskan bahwa ketidakstabilan yang disebabkan oleh kebijakan Trump dapat memberi Kesempatan bagi Iran Demi memperluas pengaruhnya di kawasan, terutama melalui Grup proksinya di Lebanon dan Suriah.

“Setiap keputusan yang memperburuk kondisi pengungsi Palestina hanya akan meningkatkan ketegangan dengan Iran dan meningkatkan risiko konflik yang lebih luas,” tambahnya.

Selain itu, Muasher menekankan bahwa tindakan Trump dapat merusak kredibilitas Amerika Perkumpulan di mata sekutu-sekutunya di Timur Tengah.

“Kalau Washington Lanjut mengabaikan hukum Global dan menekan negara-negara sahabatnya dengan Metode seperti ini, akan semakin sulit bagi AS Demi mempertahankan posisinya sebagai pemimpin Dunia yang dipercaya,” tutup Muasher dalam analisanya.

Mungkin Anda Menyukai