PRESIDEN Prabowo bertekad mewujudkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% ke atas pada pemerintahannya. Bahkan, pada salah satu tahun di rentang pemerintahan yang ia pimpin, ia berjanji ekonomi Bisa tumbuh 8%. Sebuah tekad mulia, tapi Jernih amat berat merealisasikannya.
Satu Sepuluh tahun Lampau, pada awal menjadi presiden pada 2014, Jokowi juga mencanangkan capaian rata-rata pertumbuhan ekonomi pada pemerintahannya 7%. Nyatanya, dalam satu Sepuluh tahun pemerintahan yang ia pimpin, rata-rata ekonomi Hanya tumbuh sedikit di atas 5%. Bukan capaian yang jelek meski meleset dari Sasaran.
Karena meleset dari Sasaran itulah, upaya Buat menjadikan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (midlle income trap) juga kian sulit. Ibarat lorong gelap, waktu Buat menuju titik Sinar remang-remang belum Bisa dirasakan. Butuh waktu lebih Lamban dengan kerja ekstra Buat mengubah dari fase gelap, ke remang-remang, Lampau ke Sinar terang.
Mengapa saya berfokus pada isu middle income trap? Jawabannya, karena soal jebakan pendapatan menengah itulah yang selalu menjadi penghambat kemajuan negeri ini dari waktu ke waktu, dari presiden baru ke presiden baru.
Saban periode pemerintahan berganti, berbagai kalangan selalu mewanti-wanti soal bahaya jebakan itu. Terdapat rasa waswas negeri ini bakal dilanda middle income trap tanpa sanggup keluar dari situasi itu. Rasa waswas muncul karena bila Indonesia masuk jebakan itu, sulit rasanya bagi Republik ini Buat menjadi negara maju.
Apalagi, berdasarkan catatan Bank Dunia, dari Sekeliling 100 negara yang berlomba naik level dari kelas menengah ke negara maju, hanya Sekeliling 20 negara yang Bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah itu. Tetapi, Segala pemimpin pemerintahan di negeri ini sudah bertekad bulat menjadikan negara ini maju.
Pada 2004, Begitu menjadi presiden di periode pertama, Susilo Bambang Yudhoyono sudah mulai berpidato tentang mimpi menjadi negara maju. SBY Begitu itu ‘mewarisi’ pendapatan per kapita negeri ini di US$1.177. Satu Sepuluh tahun kemudian, pemerintahan SBY ‘mewariskan’ pendapatan per kapita negeri ini di Nomor US$3.590-an. Terdapat kenaikan tiga kali lipat.
Jokowi juga mencanangkan tekad Indonesia Bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju Begitu usia negeri ini seabad pada 2045. Bahkan, Jokowi menamai jajaran kabinetnya di periode kedua dengan Kabinet Indonesia Maju. Tetapi, arah menuju itu Jernih Tetap jauh.
Begitu pertama memerintah pada 2014, Jokowi ‘mewarisi’ pendapatan per kapita dari pemerintahan sebelumnya US$3.590, atau Sekeliling Rp45 juta. Kini, Begitu meninggalkan pemerintahan, Jokowi ‘mewariskan’ pendapatan per kapita kita US$5.270, atau Sekeliling Rp85 juta. Terdapat kenaikan Dekat dua kali lipat.
Kini, Presiden Prabowo juga bertekad melanjutkan titian jalan menuju bangsa maju itu. Sasaran capaian tinggi pertumbuhan ekonomi yang dicanangkannya merupakan bentuk Percepatan menuju negara maju.
Kini, sudah dua dasawarsa jalan ke arah itu dititi, tetapi hasilnya belum benderang Betul. Secara progres, pendapatan per kapita kita memang naik. Tetapi, kenaikan pendapatan per kapita itu belum signifikan, belum terlalu nendang Buat menemukan jalan terang. Tetap jauh dari cita-cita menjadi negara maju. Berdasarkan sejumlah kajian, ekonomi Indonesia butuh rata-rata pertumbuhan 6% hingga 2041 Buat Bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Terdapat bagusnya kita berkaca pada Korea Selatan. ‘Negeri Ginseng’ itu berhasil keluar dari jebakan negara menengah, melompat menjadi negara maju Hanya Sekeliling sewindu. Pada 1987, pendapatan per kapita Korsel Tetap US$3.500. Tetapi, pada 1995 atau delapan tahun kemudian, pendapatan per kapita Korsel melompat menjadi US$11.800.
Kini, menurut data World Economic Perhimpunan yang dipublikasikan pada April 2023, pendapatan per kapita Korsel sudah mencapai US$33.390, atau tertinggi kedua di Distrik Asia-Pasifik. Korsel hanya kalah dari Jepang yang pendapatan per kapitanya pada 2023 lebih dari US$35 ribu.
Apa yang dilakukan Korea yang pada 1960-an ialah salah satu negara termiskin di dunia dan sekarang menjadi salah satu negara paling makmur di dunia? Korea mengawalinya dengan mendorong perusahaan-perusahaan mereka, konglomerat-konglomerat mereka yang besar, seperti Samsung, Buat mengirim teknisi mereka ke perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia. Terdapat yang dikirim ke NEC di Jepang Buat mempelajari Metode-Metode pengerjaan sesuatu.
Pemerintah Korea, pada ’70-an juga memberikan Bonus pajak kepada perusahaan-perusahaan dalam negeri yang memperoleh lisensi dari perusahaan terkemuka dan memproduksinya di dalam negeri. Melalui kombinasi pembelajaran dari dunia dan memperoleh ide-ide dari dunia itu, Korea mulai menguasai teknologi yang terkait dengan televisi, radio, dan lain-lain.
Dalam waktu singkat, orang Korea dapat menerapkan ilmu dan melakukannya lebih Bagus daripada orang Jepang. Itulah Hasil karya. Itulah investasi sumber daya Orang. Korea Bukan mungkin mengandalkan ekonomi ekstraktif karena ia memang Bukan kaya akan sumber daya alam.
Presiden Prabowo Bisa melakukan percepatan agar negeri ini keluar dari middle income trap dengan Metode-Metode serupa. Apalagi, sejumlah kajian menunjukkan problem Istimewa kita ialah rendahnya Hasil karya dan produktivitas. Karena itu, pembangunan sumber daya Orang ialah keniscayaan.
Betul kata Guru Besar Hankuk University of Foreign Studies Korea Selatan, Yang Seung-yoon, soal keberhasilan negerinya. Ia berujar, “Orang-orang Korea harus Giat bekerja. Bukan Terdapat banyak pilihan bagi orang Korea: hidup atau Tewas, berkembang maju atau monoton.”