
TUJUH Badan Usaha Punya Negara (BMUN) dilaporkan mengalami kerugian serius. Ketujuh perusahaan tersebut adalah Krakatau Steel, Bio Farma, Wijaya Karya, Waskita Karya, Jiwasraya, Perum Perumnas, dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia. Akibat kerugian serius tersebut, ketujuh BUMN itu membutuhkan langkah pembenahan dalam beberapa tahun ke depan.
Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Eddy Junarsin, menyatakan bahwa perusahaan sebagai badan usaha Punya negara, idealnya harus dapat Sendiri dan menghasilkan profit Demi negara.
Tetapi, kerugian yang dialami oleh tujuh BUMN ini memunculkan pertanyaan tentang status mereka sebagai badan usaha. “Kalau memang badan usaha itu tujuannya Demi melayani publik, maka mungkin Sebaiknya Kagak menjadi badan usaha,” ungkap Eddy, Selasa (19/11).
BUMN yang Sebaiknya menjadi lembaga pelayan publik, alih-alih badan usaha adalah Perum Perumnas dan Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Eddy menilai diperlukan upaya restrukturisasi Demi menekan kerugian yang dialami ketujuh perusahaan BUMN tersebut.
Menurutnya, pengelompokkan ulang melalui pembentukan holding company di masing-masing sektor yang relevan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban biaya operasional. “Mungkin dikelompokkan ulang. Jadi, seperti holding company Demi masing-masing sektor yang relevan sehingga lebih efisien,” kata Eddy.
Menurut dia, Kalau suatu BUMN Kagak dapat survive secara Sendiri, badan usaha tersebut perlu dilebur atau bergabung dengan holding company yang akan dibentuk. Penggabungan badan usaha ini Kagak lain bertujuan Demi mengefisiensikan biaya operasional perusahaan. “Saya kira solusinya itu merampingkan biaya operasional atau meningkatkan pendapatan,” kata Eddy.
Tetapi, peningkatan pendapatan belum tentu sesuai hasil yang diharapkan. Hal ini Membangun Eddy merasa penyesuaian kembali efisiensi dari biaya operasional lebih memungkinkan Demi dilakukan. “Kalau itu memang Kagak dapat diperbaiki, berarti kan perlu direstrukturisasi. Itu memang sesuatu yang perlu kita lakukan dalam bisnis,” ungkap Eddy.
Rencana Menteri BUMN Demi memangkas jumlah perusahaan pelat merah dari 47 menjadi 30 dianggap oleh Eddy sebagai langkah yang patut dicoba. Ia menilai langkah ini Bisa membawa Pengaruh positif dalam jangka panjang, terutama Kalau penggabungan perusahaan di Rendah holding company dilakukan secara Betul.
Kendati demikian, ia juga menekankan pentingnya analisis mendalam terkait efektivitas kebijakan tersebut. “Itu sebenarnya patut dianalisis dan dicoba, tapi apakah itu akan berhasil atau Kagak, kita Kagak Bisa menjawab,” pungkasnya.
Permasalahan yang dihadapi oleh tujuh perusahaan BUMN ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah Demi memastikan keberlangsungan operasional perusahaan negara.
Efisiensi biaya, pengelompokan ulang, hingga perombakan struktural menjadi langkah-langkah strategis yang harus diambil guna mengurangi beban negara sekaligus meningkatkan kinerja perusahaan. Pemerintah diharapkan Bisa menciptakan BUMN yang lebih sehat secara finansial dan Bisa memberikan kontribusi maksimal kepada negara. (N-2)

