Mereposisi Comfort Zone

Mereposisi Comfort Zone
Iqbal Mochtar, Pengurus PB IDI, PP IAKMI dan Ketua Kluster Kedokteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Dunia(Dok Pribadi)

ORANG sering menganggap batas sehat-sakit adalah terletak pada keluhan kesehatan. Seseorang dianggap sakit bila ia mulai merasakan keluhan kesehatan dan dianggap sehat bila Tak Mempunyai keluhan. Makanya, orang yang Tak Mempunyai keluhan seringkali berleha-leha dan merasa berada pada comfort zone (daerah nyaman). 

Pada kondisi comfort zone ini, mereka Tak mau melakukan upaya serius bagi kesehatannya. Mereka Tak mau melakukan diet, berolahraga atau menghentikan kebiasaan merokok. Ngapain melakukan hal tersebut kalau Tak punya keluhan? 

Padahal, banyak penyakit serius yang batas sehat dan sakitnya Tak ditentukan oleh keluhan. Bahkan ketika keluhan Terdapat, sebagian penyakit Malah dianggap sudah memasuki tahap lanjut. Kebanyakan penyakit sistemik Mempunyai fenomena continuum, Yakni perjalanan tahap demi tahap. Tak terjadi tiba-tiba. Terdapat proses dinamik, yang seringkali memakan waktu lelet, sebelum sebuah penyakit serius bermanifestasi. 

Baca juga : Hati-hati ! Bekerja Tamat Larut Malam Dapat Berisiko Diabetes dan Obesitas

Penyakit gula yang Tak terkontrol, misalnya, bermula dari keadaan gula normal. Tetapi karena Tak melakukan diet dan olahraga, orang kemudian mengalami peningkatan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi bersamaan dengan penambahan usia Membikin kemampuan pankreas memproduksi insulin berkurang. 

Mulailah terjadi ketidakseimbangan gula darah dengan insulin, yang dikenal sebagai fase pre-diabetik. Pada fase ini, orang belum menderita penyakit gula Tetapi sudah Tak sepenuhnya normal Kembali. Kadar gula fase ini bervariasi antara 5,5 – 6,5 mmol/l. Bila pada fase ini Tak dilakukan upaya pencegahan atau penatalaksanaan, beberapa tahun kemudian fase pre-diabetes ini berkembang menjadi frank-diabetes, Yakni penyakit gula sesungguhnya. 

Cek Artikel:  Hidup Seimbang, Tips Mengatasi Stres, untuk Kesehatan Mental yang Lebih Bagus

Ironisnya, bahkan Ketika telah menderita penyakit gula, sebagian Lagi belum mau berobat. Alasannya, Tak Terdapat keluhan ataupun keluhannya Lagi samar-samar dan ringan. Akibatnya, penyakit gula ini berkembang menjadi sangat Tak terkontrol. Tanpa tindakan adekuat, muncullah berbagai komplikasi serius seperti gangguan mata, gagal ginjal dan kaki gangren. 

Baca juga : Ini Sebabnya Camilan Larut Malam Tak Berkualitas Bagi Kesehatan

Keluhan Konkret dan serius biasanya mulai muncul pada tahap ini. Orang kemudian baru sadar dan Ingin berobat serius. Sayangnya, karena penyakit telah berada pada kondisi lanjut, Tak mudah mengontrol dan menyembuhkannya. 

Penyakit jantungpun prosesnya sebenarnya cukup panjang. Dimulai dengan adanya peningkatan tekanan darah dan kolesterol. Kemudian berkembang menjadi plak pembuluh darah yang makin lelet makin Membikin penyumbatan. Tanpa penatalaksanaan, penyumbatan ini menimbulkan manifestasi strok, serangan jantung mendadak dan bahkan Mortalitas. Perjalanan panjang penyakit sistemik ini dikenal sebagai continum health-diseases. 

Masalahnya adalah bahwa kebanyakan orang selalu menganggap keluhan sebagai tanda awal sebuah penyakit. Orang yang mengidap penyakit jantung koroner, misalnya, biasanya baru mencari pengobatan setelah mengalami nyeri dada atau sesak Ketika beraktivitas. Padahal munculnya keluhan atau gejala seringkali menunjukkan penyakit telah memasuki tahap lebih lanjut. 

Cek Artikel:  Memaknai KTT ASEAN-Jepang

Baca juga : Daftar Kebiasaan yang Dapat Meningkatkan Risiko Diabetes

Sebelum keluhan muncul, Terdapat tanda lebih awal yang disebut Unsur risiko. Keberadaan Unsur risiko sebenarnya merupakan sinyal tentang potensi penyakit. Unsur risiko penyakit jantung dapat berupa peningkatan berat badan (overweight), hipertensi, kurang gerak dan olahraga, konsumsi makanan lemak dan gula berlebihan serta merokok. 

Semakin banyak dan berat Unsur risiko ini, semakin besar pula potensi adanya penyakit jantung tersembunyi yang dapat bermanifestasi serius kemudian. Bila telah Mempunyai Unsur-Unsur risiko ini, mestinya telah dilakukan tindakan pencegahan atau penatalaksanaan. Tindakan Benar pada fase ini akan mencegah atau memperlambat manifestasi penyakit. 

Sayangnya, Unsur risiko sering dipandang enteng. Banyak yang cuek dan tenang-tenang saja padahal mereka merokok, Tak berolahraga atau doyan mengkonsumsi fast-food bahkan dalam jumlah berlebihan. Padahal setiap Unsur risiko tesebut merupakan sinyal awal penyakit serius dalam tubuh.  

Cek Artikel:  Ramadan dan Nyepi Dua Tradisi Satu Esensi

Baca juga : Beleid Cukai Minuman Berpemanis Dapat Turunkan Kasus Obesitas hingga Jantung Koroner

Orang yang Tak Mempunyai keluhan biasanya berada dalam comfort zone dan menganggap dirinya sehat. Orang mestinya mereposisi comfort zone ini; bukan Kembali didasarkan pada Terdapat tidaknya keluhan tetapi pada Terdapat atau tidaknya Unsur risiko. Setiap Unsur risiko mesti ditanggapi secara serious dan dilakukan penatalaksanaan. Jangan menunggu Tamat keluhan muncul. Comfort zone harus dipindahkan. 

Penatalaksanan dunia kedokteran mengalami perkembangan pesat. Ketika ini Konsentrasi penatalaksanaan penyakit bukan Kembali menunggu munculnya keluhan tetapi secara serius mengidentifikasi Unsur risiko. Makanya sekarang banyak dilakukan skrining, yang tujuan utamanya adalah mengidentifikasi Unsur risiko. 

Melakukan pemeriksaan kadar gula secara teratur adalah salah satu upaya skrining Buat diabetes. Ketika seseorang terdeteksi Mempunyai kadar gula puasa 5,5 mmol/l misalnya, per definisi ini belum dikategorikan panyakit gula. Tetapi para dokter telah merekomendasikan pengobatan serius meskipun pada tahap ini. Makanya jangan heran bila dokter memberikan obat metformin pada pasien, meskipun mereka belum tergolong diabetes. Sang dokter Ingin menyelamatkannya dari Dampak serius penyakit dengan melakukan penatalaksanaan Pagi. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai