Merdeka Belajar, Berbarengan Majukan Indonesia

Merdeka Belajar, Bersama Majukan Indonesia
Iwan Syahril(Dok Kemendikbud-Ristek)

PADA permulaan abad ke-21 banyak negara terlibat dalam upaya untuk mengubah sistem pendidikan mereka. Dunia sedang berubah, lanskap pekerjaan bergeser, begitu juga dengan pola hidup masyarakat.

Perubahan ini tidak dapat dilepaskan dari lesatan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Banyak pakar dan para pemimpin dunia yang berupaya mendorong dan menata ulang sistem pendidikan agar lebih relevan dalam menanggapi perubahan. 

Tetapi, perubahan tidak pernah mudah. Konkretnya, seringkali kita mendengar tentang bagaimana upaya untuk perubahan pendidikan dilakukan, dan situasinya tetap sama.

Indonesia, sebagai negara yang turut serta mengambil sikap untuk melakukan penataan sistem pendidikan, telah melakukan berbagai langkah serta inisiatif sejak awal periode 2000-an, di antaranya; 1. Pemberian bantuan operasional sekolah kepada sekolah negeri dan swasta untuk menjamin sebanyak mungkin anak-anak Indonesia dapat mengakses pendidikan berkualitas, 2. Memfasilitasi program sertifikasi guru  untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu para guru, 3. Pengalokasian 20% APBN untuk pendidikan dengan tujuan mempercepat pembangunan seluruh wilayah di Tanah Air.

Inisiatif itu cukup mujarab. Akses terhadap pendidikan menunjukkan perbaikan, tetapi sejumlah bukti dari hasil riset menunjukkan bahwa hasil pembelajaran murid di Indonesia belum menampakkan kemajuan signifikan. Persoalan ini yang kemudian menjadi perhatian utama dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, bahwa pemulihan hasil pembelajaran murid harus berimbang dengan serangkaian program lain yang sudah berjalan.

Perhatian utama ini turut berangkat dari penekanan yang disampaikan Presiden Joko Widodo tentang fokus strategi pembangunan nasional, yang harus berangkat dari pembangunan SDM, dalam rangka mempersiapkan generasi emas di 2045. Strategi ini ditujukan untuk  mempersiapkan generasi penerus bangsa Indonesia untuk berbagai kemungkinan perubahan tatanan dunia yang begitu cepat. Berangkat dari penekanan itu, langkah yang dapat disebut tidak biasa pun diambil. Di bawah payung gerakan Merdeka Belajar diluncurkan berbagai inovasi untuk mentransformasi ekosistem pendidikan Indonesia.

Transformasi sistem

Empat tahun terakhir, melalui gerakan Merdeka Belajar, Indonesia dapat dikatakan telah melakukan transformasi sistem pendidikan paling radikal dalam sejarah pendidikan Indonesia selama 30 tahun belakangan. 

Salah satu contoh, Indonesia telah sepenuhnya mengubah cara menilai sistem pendidikan, dari tes berbasis konten yang terstandardisasi dan berisiko tinggi, menjadi berfokus pada kompetensi dasar (literasi dan numerasi) dan indikator non-kognitif, seperti lingkungan belajar dan inklusivitas.

Cek Artikel:  Merayakan Pemilu Berkualitas

Selain itu, kini lebih dari 300 ribu sekolah dari seluruh jenjang pendidikan, telah dengan sukarela memutuskan untuk mulai menggunakan Kurikulum Merdeka yang menekankan penggunaan pembelajaran berbasis projek. Pendekatan ini membuat para guru lintas mata pelajaran untuk berkolaborasi bersama murid dan orang tua dalam merancang dan melaksanakan kegiatan projek dengan berbagai tema, mulai dari perubahan iklim, toleransi antarberagama, kewirausahaan, keragaman tradisi dan kebudayaan daerah, dan lain-lain.

Melalui gerakan Merdeka Belajar, untuk pertama kalinya, para mahasiswa mendapatkan pengalaman di luar kampus sebagai bagian dari aktivitas perolehan kredit mereka melalui program Kampus Merdeka. Tamat saat ini, hampir 1 juta mahasiswa telah memanfaatkan peluang ini.

Mereka turut serta memulai pembelajaran berbasis projek di perusahaan atau industri kelas dunia, melakukan penelitian di berbagai sektor sosial kelas dunia, mengajar di sekolah-sekolah di daerah terpencil, mempelajari keterampilan teknologi dari berbagai perusahaan nasional dan multinasional berbasis teknologi, belajar di berbagai universitas kelas dunia atau belajar di kampus lain di wilayah berbeda di Indonesia, untuk mendorong mereka mengetahui lebih banyak tentang keragaman negaranya.

Pelajaran penting

Kepemimpinan dalam sistem pendidikan dan meneruskan semangat Sumpah Pemuda, Kemendikbud-Ristek telah menghadirkan berbagai inovasi perubahan sistem dan ekosistem pendidikan dalam waktu yang cukup singkat. 

Apabila diibaratkan sebuah kapal, empat tahun sudah gerakan Merdeka Belajar melaju mengarungi seluruh kepulauan Indonesia, dengan menghadang angin besar dan gelombang tidak menentu. Turut menjadi bagian dalam kapal perubahan bernama Merdeka Belajar memberikan saya sejumlah pelajaran penting dalam kepemimpinan untuk transformasi pendidikan.

Merdeka Belajar dimulai dari kesadaran utama bahwa pendidikan harus berpihak kepada murid. Sejak gerakan ini dimunculkan, peningkatan pembelajaran murid menjadi sumber kekuatan untuk menghadirkan terobosan-terobosan penting yang dibuat Kemendikbudristek. Dalam artian, peningkatan pembelajaran murid ialah hasil akhir dari semua kebijakan dari Merdeka Belajar.

Kenapa persoalan pembelajaran ini harus menjadi perhatian utama? Tanpa disadari, Indonesia selama ini menghadapi krisis pembelajaran berkepanjangan, dan krisis ini menjalar pada setiap lini ekosistem pendidikan. Sejumlah kebijakan yang mengakar dalam sistem pendidikan kita selama ini jelasjelas sudah tidak relevan lagi dengan krisis yang dihadapi, termasuk tidak sesuai dengan tantangan dunia saat ini dan di masa depan.

Cek Artikel:  Transformasi Indonesia

Buat itulah Kemendikbud-Ristek selama empat tahun belakangan mengambil keputusan berani mengubah beberapa kebijakan dengan risiko dan tekanan besar dari berbagai ekosistem pendidikan. Perubahan pertama paling signifikan yang dilakukan ialah penghapusan ujian nasional yang terdiri dari tes-tes berstandar tinggi dan berisiko tinggi pada beberapa mata pelajaran, yaitu bahasa Indonesia, matematika, dan bahasa Inggris.

Menciptakan diskriminasi

Selama hampir dua dekade, banyak pakar pendidikan yang mengingatkan bahwa ujian dengan risiko tinggi (high-stakes testing) mendorong pembelajaran yang mengandalkan latihan dan hafalan, dibanding pembelajaran yang mendalam dan bermakna. Guru menghabiskan sebagian besar waktu untuk teach to the test, alih-alih berupaya mengembangkan bakat anak secara keseluruhan.

Hal itu juga menciptakan diskriminasi antarmata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Banyak sumber daya dan waktu sekolah dialokasikan untuk mata pelajaran yang diujikan dalam ujian berisiko tinggi. Di sisi lain, sangat sedikit sumber daya yang dialokasikan untuk mata pelajaran lain.

Sebagai penggantinya, KemendikbudRistek memperkenalkan bentuk penilaian baru yang disebut asesmen nasional. Ini adalah penilaian berbasis survei yang berfokus pada indikator literasi, numerasi, dan non-kognitif seperti lingkungan belajar dan inklusivitas.

Intinya adalah penekanan baru pada pembelajaran dasar dan pengembangan karakter. Alih-alih menargetkan dan menghukum siswa, penilaian ini digunakan sebagai evaluasi sistem. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sistem berbasis komputer, mulai dari perwakilan siswa, guru, dan kepala sekolah.

Hasil asesmen nasional ditampilkan dalam platform digital nasional yang dapat diakses oleh setiap sekolah dan pemerintah daerah, seperti rapor pendidikan nasional dan rapor pendidikan daerah. Platform ini telah mulai membantu berbagai pemangku kepentingan untuk memahami apa yang sebenarnya penting untuk perbaikan sistem mereka.

Alokasi sumber daya

Sebagai medium refleksi, perencanaan dan penganggaran pendidikan, semakin banyak sekolah dan pemerintah daerah yang menggunakan data tersebut untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang sangat memerlukan intervensi guna meningkatkan kualitas pembelajaran siswa.

Kini kita telah melihat tanda-tanda awal perbaikan terkait cara sekolah dan pemerintah daerah melakukan perencanaan dan mengalokasikan sumber daya. Yang lebih penting lagi, semakin banyak pemangku kepentingan yang memahami dengan lebih baik, bahwa sumber daya harus dibelanjakan lebih banyak pada hal yang paling penting, yaitu untuk peningkatan pembelajaran siswa.

Cek Artikel:  Meninjau Salah Kaprah Bahasa Arab dan Merdeka Belajar

Visi Kemendikbud-Ristek di bawah arahan Nadiem Anwar Makarim, sejak masa awal jabatannya di 2019 berfokus pada kompetensi dasar dan aspek nonkognitif. Turunan dari visi tersebut juga telah membuat Indonesia semakin siap menghadapi tantangan dunia pendidikan pascacovid-19.

Banyak laporan yang memperjelas bahwa untuk pulih dari pandemi negara-negara perlu fokus pada kompetensi dasar terutama literasi dan numerasi. Indonesia mengambil keputusan ini sebelum pandemi covid-19 dan keputusan ini membuat ekosistem pendidikan kita lebih tangguh, baik selama pandemi maupun setelahnya.

Rekomendasi lain untuk pembelajaran pemulihan pascacovid-19 adalah dengan memberikan perhatian pada kelompok masyarakat yang paling terpinggirkan. Dengan data dari asesmen nasional, KemendikbudRistek kini dapat menemukan sekolah atau daerah mana yang paling terdampak kehilangan pembelajaran, dan memberikan intervensi yang lebih tepat sasaran kepada sekolah atau daerah tersebut. Misalnya, Kemendikbudristek mengirimkan lebih dari 15 juta buku bacaan berkualitas, terkurasi, dan sesuai usia PAUD dan SD dengan pencapaian literasi terendah. Kami juga melatih kepala sekolah, guru, dan pustakawan di sekolahsekolah tersebut tentang cara melibatkan siswa dalam membaca.

Selain itu, Kemendikbud-Ristek juga telah mengirimkan lebih dari 90 ribu mahasiswa terlatih untuk membantu para guru meningkatkan kualitas literasi dan numerasi, sebagian besar di sekolah-sekolah yang tingkat literasinya paling rendah.

Sama halnya dengan semangat perjuangan dalam perjalanan Sumpah Pemuda, empat tahun sudah Merdeka Belajar menjadi bagian dalam gerakan transformasi pendidikan Indonesia, dalam rangka mempertegas visi kita bersama sebagai sebuah bangsa. Sebanyak 26 episode Merdeka Belajar diluncurkan dan banyak sudah perubahan berarti yang terjadi.

Bagaimanapun, empat tahun Merdeka Belajar barulah langkah awal, titik tolak untuk melakukan lompatan lebih jauh, dan tentu saja masih banyak ‘pekerjaan rumah’ harus dilakukan. Yang pasti, selama empat tahun perjalanan ini, kita telah melangkah di jalur yang tepat, jalur yang mengarahkan semangat pendidikan untuk kembali pada fitrahnya.

Semangat, komitmen, dan kerja untuk menjaga transformasi ini membutuhkan kolaborasi dan gotong royong bersama. Sebagaimana semangat untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda tahun ini; Berbarengan Majukan Indonesia.

Mungkin Anda Menyukai