ESENSI dari pesan Natal ialah peristiwa Allah menjelma menjadi Sosok. Dalam peristiwa Natal, umat Kristiani merayakan Allah yang meninggalkan kebesaran dan masuk ke kerapuhan sejarah Sosok yang fana. Dalam peristiwa Natal, Allah membatalkan eksklusivisme dengan menunjukkan solidaritas tanpa batas dan Asmara tanpa pamrih kepada umat Sosok. Natal Bukan lain ialah sebuah ajakan Demi melampaui sikap Tertentu, dan menukarnya dengan horizon baru yang berlandas pada bela rasa dengan sesama Anggota dunia yang menderita.
Tuna kemanusiaan
Dalam kesempatan audiens Berbarengan para Kardinal di Vatikan, Paus Fransiskus Berbicara: di sini, saya Mau menyebutkan beberapa penyakit yang selalu menghinggapi orang-orang dewasa ini. Eksis penyakit dan godaan Membikin kita merasa Langgeng, kebal, atau sangat diperlukan.
Penyakit kesombongan dan persaingan, penyakit kekerasan dibalas dengan kekerasan, penyakit skizofrenia eksistensial, penyakit alzheimer spiritual, dan terakhir, penyakit menimbun. Menimbun banyak materi bukan karena kekurangan tetapi hanya Demi merasa Kondusif. Beberapa penyakit ini telah melahirkan ragam konflik. Yang lain, sesama di Sekeliling, termasuk bumi tempat kita berdiam dianggap sebagai saingan, musuh Demi memuaskan keinginan semata.
Kata-kata Paus ini tentunya lahir dari suatu keprihatinannya terhadap situasi terkini. Dunia yang sarat konflik. Paus menyebutkan bahwa dunia kita sedang dalam bahaya globalisasi ketidakpedulian. Peperangan, kedaruratan ekologis, rasisme, serangan terorisme, dan fundamentalisme Keyakinan merupakan patologi sosial yang telah melukai kemanusiaan kita.
Tahun ini, Natal dirayakan di tengah perang Rusia dan Ukraina yang Lagi bergejolak, penderitaan Anggota sipil dalam konflik bersenjata di Jalur Gaza, dan meningkatnya jumlah pengungsi ke Eropa. Menurut data pada akhir 2015 yang diterbitkan PBB jumlah pengungsi Sekeliling 65,3 juta orang, tingkat tertinggi yang pernah tercatat. Eropa Lagi menjadi salah satu kawasan dengan jumlah pengungsi terbanyak di dunia, menampung 13,2 juta pengungsi, termasuk lebih dari 6,2 juta dari Ukraina.
Hingga pertengahan 2024, Jerman dan Turki Mempunyai populasi pengungsi dan pencari suaka terbesar, masing-masing menampung lebih dari 3 juta dan 3,3 juta. Dalam situasi seperti ini, yang dibuang bukan hanya makanan atau sampah, melainkan juga Sosok.
Dalam Pidato Dewan Hak Asasi Sosok di Jenewa, Swiss, Sekjen PBB Antonio Guterres menyampaikan bahwa kita semakin sering menyaksikan fenomena negatif populisme dan ekstremisme yang saling mendukung, menyuburkan rasisme, xenophobia, antisemitisme dan bentuk lain dari toleransi.
Di tengah dunia seperti ini, Natal mendorong kita Demi menghidupi budaya bela rasa (compassion) dan belas kasih (mercy). Sejak awal Tuhan sudah punya opsi yang Terang, dan dengan telaten Dia mewujudkan opsi itu, Demi membenarkan dan memuliakan Sosok. Terutama, mereka yang sering dibuang dan gampang diabaikan, yang hanya dipinang di Demi pemilu Lewat diceraikan sesudah dapat kekuasaan.
Dari semula Tuhan punya tekad Demi pilih, benarkan dan memuliakan Sosok, teristimewa mereka yang umumnya hanya dikunjungi selama dianggap Lagi bermanfaat, Lewat dianggap Hening sesudah orang memperoleh apa yang dibutuhkannya.
Sikap bela rasa ini ialah sesuatu yang Niscaya karena kita terhubung dalam jejaring tanpa batas. Angela Merkel dalam pidato peringatan tiga Dasa warsa peristiwa runtuhnya tembok Berlin mengatakan, “Bukan Eksis tembok yang begitu panjang dan begitu lebar Demi memisahkan Sosok.” Kita hidup di sebuah dunia yang tersambung gawai-gawai mutakhir. Natal ialah momentum vital Demi memugar memori kolektif kita sebagai Anggota dunia.
Imperatif etis
Dalam peristiwa Natal, Allah sendiri masuk ke dalam dunia dan mengambil bagian dalam penderitaan umat Sosok. Natal adalah jalan Tuhan Demi melaksanakan missio ad vulnera-misi bagi mereka yang terluka. Paus Fransiskus mengungkapkannya secara Akurat: lewat peristiwa inkarnasi Putra Allah telah mengundang kita menuju revolusi Asmara yang mesra.
Natal adalah simbol radikalitas solidaritas Allah dengan Sosok dan alam ciptaan lainnya. Natal adalah perayaan revolusi Asmara. Revolusi Asmara itu hanya mungkin tercapai Apabila kita menjadi simbol Cita-cita bagi dunia dan Bukan terjerumus ke dalam bahaya pesimisme yang radikal.
Dalam aras ini, Natal Bukan lain ialah sebuah ajakan Demi melampaui sikap Tertentu dan menukarnya dengan horizon baru yang berlandas pada bela rasa dengan sesama Anggota dunia yang menderita. Perayaan Natal juga menuntut kita menumbuhkan dan menghormati, bukan saja antarmanusia melainkan juga dengan alam (ecological co-existence).
Pada tataran yang konkret, aspek-aspek Esensial kehidupan lainnya, semisal keutuhan alam, Bukan boleh dipandang sebelah mata. Alasan, sulit dibantah, rentetan bencana Demi ini muncul sebagai ancaman sekaligus resistensi balik alam terhadap kecongkakan kita.
Alam dan seluruh ekosistemnya harus diperlakukan sebagai nyawa kehidupan. Ia harus dimanfaatkan dan dipelihara demi keselamatan. Sejalan dengan itu, Natal menagih dari kita opsi dan keberpihakan yang Terang terhadap keutuhan alam ciptaan. Semoga pesan Natal mendorong kita Demi menumbuhkan semangat persaudaraan, dan solidaritas yang autentik Berkualitas terhadap sesama maupun alam ciptaan lainnya.