Menyulap Limbah Tali Kapal Jadi Produk Beromzet Ratusan Juta Rupiah

Menyulap Limbah Tali Kapal Jadi Produk Beromzet Ratusan Juta Rupiah
Field Manager PHSS, Widhiarto Imam Subarkah, memantau proses pemintalan tali bekas kapal dengan Barotech.(MI/Naufal Zuhdi)

Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur, yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar menjadi lokasi yang begitu strategis karena merupakan jalur lalu lintas kapal. Sayangnya, kondisi itu membawa dampak negatif. Sampah laut, terutama limbah tali bekas kapal, kerap mengapung dan mengotori perairan tersebut. Bahkan, beratnya bisa mencapai hingga 180 ton per tahun.

Berangkat dari keresahan itu, Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) berinisiatif untuk melakukan terobosan. Perseroan mengajak masyarakat sekitar mengubah tantangan tersebut menjadi peluang. 

Sejak 2020, PHSS menggandeng warga pesisir yang tergabung dalam Golongan Usaha Berbarengan (Kube) Balanipa mengolah limbah tali kapal menjadi tali rumpon yang bisa digunakan nelayan untuk menangkap ikan.

Baca juga : Dirjen PKTL Niscayakan Rakor Tata Lingkungan Indonesia 2024 Mengubah Paradigma Pengelolaan Lingkungan

 

Berbarengan Kube Balanipa, PHSS melakukan pemintalan ulang tali bekas kapal dengan mengombinasikan dengan tali nilon, sutera, dan semisutera yang pada akhirnya menghasilkan tali rumpon yang kuat dan memiliki nilai jual sehingga bisa membantu perekonomian masyarakat Muara Badak.

Ketua Kube Balanipa, Absahabudin, mengisahkan bagaimana awal mula dirinya memilih mendaur ulang tali bekas kapal yang termasuk dalam kategori limbah.

Baca juga : Indo Water, Indo Waste & Recycling, Indo Renergy & Electric Hadirkan Solusi Terbaik Pengelolaan Air dan Air Limbah, Sirkulasi Ulang Sampah, dan Daya Terbarukan dan Elektrik

“Ini adalah sebuah tantangan. Bagaimana caranya limbah ini tidak mengotori dan justru menjadi peluang dengan cara diproduksi kembali sehingga bisa digunakan nelayan,” ucap Absahabudin di Kalimantan Timur, Rabu (2/10).

Pada awalnya, Absahabudin mengaku mencari bahan baku berupa tali bekas kapal hingga ke Sangata, Kutai Kartanegara, Muara Badak, Tenggarong, dan Kuala Samboja. Begitu itu, karena produksi masih dalam jumlah kecil, limbah tali yang diperoleh sudah mencukupi.

Tetapi seiring berjalannya waktu, setelah produk hasil daur ulang Kube Balanipa semakin besar dan dimintai masyarakat, pihaknya menjadi kewalahan. Ia pun harus membeli tali bekas kapal tersebut dari para pengepul yang ada di dermaga untuk meningkatkan produksi.

Cek Artikel:  Mengenal Pola Grafik Kripto

Baca juga : Pertagas Niaga dan Reethau Group Teken Kerja Sama Regasifikasi LNG di Kaltim

Setelah mendapatkan pendampingan dari 2020 hingga saat ini, Absahabudin bersama anggota Kube lainnya pun mengungkapkan bahwa mereka telah berhasil meningkatkan perekonomiannya. 

Sebagai contoh, salah satu anggota Kube Balanipa saat ini telah berhasil menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Selain itu, ada juga salah satu anggota Kube Balanipa yang berhasil membeli kendaraan berupa sepeda motor dari penghasilan pengolahan limbah tali bekas kapal.

“Definisinya dengan bekerja di sini, hasil dari sini, membuktikan bahwa ekonomi itu berjalan,” ujarnya.

Baca juga : Nusantara Inti Solusindo dan Pituku Cordova Kerja Sama Pengelolaan Limbah

Absahabudin menyampaikan, di 2021, inovasi terbaru berhasil diciptakan dari kolaborasi antara PHSS dan Kube Balanipa berupa Balanipa Rope Technology (Barotech). Sebelumnya, Absahabudin menjelaskan, pengolahan limbah tali bekas kapal dilakukan secara manual dan hanya mampu menghasilkan sekitar 6 tali rumpon per hari. Terdapatpun waktu produksi yang dimakan untuk memproduksi 1 rol tali rumpon bisa mencapai 30 menit. Sedangkan, setelah dengan ditemukannya inovasi Barotech, produksi menjadi lebih efektif hingga mencapai 25 rol per hari.

Berkat inovasi Barotech, hasil tali rumpon yang dihasilkan juga dijamin jauh lebih erat dan kencang, berbeda dengan hasil tali rumpon yang dipintal secara manual. Lebih lanjut, Absahabudin menyampaikan bahwa hasil daur ulang tali bekas kapal yang telah berubah menjadi rumpon tersebut bisa dijual di harga Rp290.000 per rol. Dengan demikian, Kube Balanipa berhasil mendapatkan omzet kelompok sebesar Rp217.500.000 per bulannya.

Dengan harga jual di angka Rp290.000, tali rumpon yang dihasilkan dari sudah memiliki kualitas yang sangat baik berkat adanya campuran bahan dari tali bekas kapal langsung, sutera, nilon, dan semisutera. Absahabudin juga memastikan bahwa tali rumpon yang dihasilkan memiliki daya tahan lebih kuat.

Selain itu yang lebih penting lagi, harga jual tali rumpon hasil produksi Kube Balanipa juga jauh lebih murah jika dibandingkan dengan tali rumpon lainnya di wilayah tersbeut.

Cek Artikel:  Aset Lalu Melonjak di Usia 123 Mengertin, Pegadaian Siap Menembus Rp100 Triliun

“Kualitas talinya dengan yang lain beda. Ini memang dari kapal, dari laut. Sementara, yang di toko-toko itu kan bukan keinginannya nelayan seperti ini. Jadi memang ini khusus untuk dipakai tali rumpon di laut. Kalau yang di toko itu bukan untuk nelayan. Beda harganya bisa sampai 1 juta,” ungkapnya.

Ia berharap, ke depannya, Kube Balanipa bisa dilepas secara mandiri sehingga bisa terus melanjutkan bisnis mereka.

“Secara bisnis inti kami sudah bisa mandiri,” kata dia.

Berkat upaya yang konsisten dan manfaat yang dihasilkan, Program Balanipa berhasil menyabet sejumlah penghargaan di tingkat regional bahkan aampai nasional.

Hulu hingga Hilir Rasakan Manfaat

Head of Communication Relations & CID Area 9 Elis Fauziyah menjelaskan bahwa dalam pentingnya keterlibatan perempuan dalam program Kube Balanipa. Alasan, menurut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Desa Badak Baru per September 2023 tercatat sebanyak 53 perempuan di Desa Badak Baru tidak memiliki pekerjaan. Maka dari itu PHSS bersinergi dengan kelompok rentan yang mayoritas anggotanya adalah perempuan.

“Personilnya adalah ibu-ibu yang mungkin menjadi kontribusi akhirnya kepada rumah tangga, pendapatan rumah tangga. Jadi, itu mungkin salah satu yang menjadi highlight dari program ini,” ucap Elis.

Pertamina, sambung Elis, berkomitmen untuk melihat potensi-potensi lokal yang kemudian tidak hany bisa berkembang, tapi juga berdaya saing dan berkelanjutan.

“Pak Absahabudin juga sudah mengelolanya dengan juga bisa memberikan konsep kebermanfaatannya tidak hanya ke kelompok, tapi juga lebih luas lagi,” terang Elis.

Elis menegaskan, selain Kube Balanipa, para nelayan yang menggunakan tali rumpong juga menerima manfaat meski secara tidak langsung. Pasalnya, mereka tidak perlu mengeluarkan uang yang mahal untuk mendapatkan tali rumpong sebagai senjata dalam mencari ikan di laut.

“Nelayannya sendiri juga mendapat manfaat ketika mendapatkan kualitas produk yang bagus dengan harga yang murah. Definisinya, itu membantu nelayan dalam mengefisienkan aktivitas penangkapan ikan. Alhamdulillah kita dapat testimoni dari nelayan, secara kualitas, bisa bersaing, dan ini bisa menyelesaikan kebutuhan mereka yang jadi lebih low budget,” beber Elis.

Cek Artikel:  Pencapaian Sasaran Penerimaan Pajak Pahamn Depan akan Hadapi Banyak Tantangan

Meskipun secara bisnis inti Kube Balanipa dinilai sudah mandiri, Pertamina masih akan tetap melakukan pendampingan dalam kurun satu tahun ke depan.

“Secara bisnis memang sudah mandiri, beberapa pengembangan juga bisa dikuatkan sendiri. Tetapi secara keseluruhan, dari pengolahan sampai jadi barang jadi yang bisa dijual kembali dan pasarnya masih belum terbentuk. Jadi karena itu kita masih dampingi dalam satu tahun,” imbuhnya.

Di sisi lain, Elis menjabarkan bahwa kolaborasi antara Pertamina dan KUBE Balanipa yang menghasilkan tali rumpon dari limbah tali bekas kapal selama ini telah berhasil menurunkan emisi sebesar 652,58 ton CO2 eq per tahun. Selain itu, sebanyak 126 ton tali bekas kapal telah berhasil dimanfaatkan KUBE Balanipa per tahunnya.

Bantu Promosikan Penjualan Online

Field Manager PHSS, Widhiarto Imam Subarkah, menyebut pengembangan Program KUBE Balanipa memiliki unsur transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dari para pekerja migas di Area 9 Subholding Upstream Pertamina kepada anggota mitra binaan.

“Kami ada tim CDO yang melakukan pendampingan aspek teknis. Dari enviro juga melakukan pembimbingan apakah ini ada dampaknya bagi lingkungan, aman bagi lingkungan atau tidak. Dari tim marketing kami lakukan pengembangan digital marketing,” papar Imam.

Selain itu, Imam menuturkan, untuk produk sampingan yang dihasilkan Kube Balanipa yakni berupa kerajinan anyaman tali, aksesoris wall mirror, hingga kursi dikelola secara langsung oleh PHSS untuk memberikan nilai tambah. 

“Sekalian terintegrasi sejak tahun 2020, termasuk marketing untuk mengikuti beberapa forum. Kami memperkenalkan marketing melalui digital, meningkatkan kompetensi dengan memperluas marketnya,” pungkas Imam. (Z-11)

Caption foto : Field Manager PHSS, Widhiarto Imam Subarkah sedang memantau proses pemintalan tali bekas kapal dengan Barotech

 

Mungkin Anda Menyukai