Menyimak Pidato Megawati

Menyimak Pidato Megawati
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI/Seno)

MENDENGAR pidato Megawati kiranya diperlukan semacam kesabaran. Pasalnya, di tengah alur Istimewa, beliau seketika menyisipkan, antara lain, cerita-cerita alit. Terlebih, pidato pada acara perayaan ulang tahun ke-52 PDIP, Jumat (10/1) itu, berdurasi amat panjang: 2 jam 42 menit 47 detik.

Cerita alit itu, misalnya, belum Lamban ini, Megawati diundang memberi ‘lecture’ di hadapan para rektor se-Rusia dan negara bagiannya. Topiknya mengenai artificial intelligence. Presiden Ke-5 RI itu bilang, tak usah dulu yang tinggi-tinggi AI. Turun saja dulu ke robot. Kalau robot rusak, apakah robot Dapat memperbaiki dirinya? Pertanyaan Megawati itu disambut tepuk tangan publik di Rusia itu.

Karena tinggal di istana, Megawati suka mendengarkan perdebatan para pendiri Republik ini pada 1950-an. Mereka fasih berbahasa Belanda. Bung Hatta, Sjahrir, sekolah di Belanda. Perdebatan tak jarang disertai menggebrak meja, dengan teriakan bahasa Belanda. Begitulah Metode mereka mempertahankan pendirian.

“Saya kenal Bagus Om Sjahrir,” kata Megawati. “Om Sjahrir Kagak bermusuhan dengan Bung Karno.” Yang terjadi ialah berbeda pandangan. Bagi Sjahrir, sekolah dulu, baru merdeka. Bagi Bung Karno, merdeka dulu, baru kita yang menentukan. Om yang dimaksud, Sutan Sjahrir, tokoh Partai Sosialis Indonesia, perdana menteri pertama (14 November 1945-3 Juli 1947).

Selain menyisipkan cerita-cerita itu, di tengah berpidato, Ketua Lazim PDIP itu beberapa kali menyapa wartawan. Sapaan itu antara lain menyangkut kemiskinan. Megawati mulanya bertanya kepada Gubernur terpilih Jakarta, Pramono Anung, apakah telah ke Semper atau belum. Rumah Kaum di bilangan Jakarta Utara itu berupa kotak-kotak kardus. Pramono menjawab, telah mendatangi 300 titik. Kata Megawati, ke sanalah mestinya wartawan ‘beranjang sana’. Di akar rumput partai, demikian Megawati, Lagi banyak rakyat miskin.

Cek Artikel:  Seni Mendengarkan di Era Digital

Megawati beberapa kali menyebut nama Butet Kartaredjasa yang hadir di acara itu. Seniman itu berpuisi. Megawati bilang, ayahnya seniman, ibunya seniwati. Dirinya pun Dapat berpuisi. Meluncurlah puisi, ‘Diriku menjadi begini karena dia/Diriku berbuat begini…’. Apakah perlu dilanjutkan? “Bayar,” canda Megawati.

Topik Istimewa pidato Megawati di ulang tahun ke-52 PDIP itu ialah Bung Karno. Dikisahkan, pada masa Orde Baru, Megawati berkali-kali ke Sesneg, bertanya perihal status Bung Karno. Tak Terdapat yang berani menjawab.

Itulah masa kegelapan. Megawati yang kala itu studi di Fakultas Pertanian Unpad Kagak boleh kuliah. Dia berupaya Bersua Rektor, tapi Rektor takut. Ketika Bersua, Rektor bilang agar Mega menunggu saja. “Kok rektor mengajari mahasiswanya Demi Kagak Dapat berpikir terang dan Rasional?” kata Megawati.

Pada masa Orde Baru itu, Naskah-Naskah berisi pemikiran Bung Karno disembunyikan. Suatu hari, Terdapat orang Sepuh yang mendatangi Megawati, membawa Naskah tebal, Di Dasar Bendera Revolusi. Naskah itu selamat karena ‘disimpan’ di wuwungan. “Untung enggak hancur,” ujar Megawati.

Cek Artikel:  Pengobatan Tradisional Warisan Lampau, Asa Masa Depan

Kekuasaan kala itu memang berkehendak membumihanguskan intelektualisme Bung Karno. Ekonomis saya, Soeharto di awal kekuasaannya mengkhawatirkan bangkitnya kekuatan Sukarnoisme yang dapat berbalik melawan Soeharto. Karena, Naskah-Naskah berisi gagasan Bung Karno harus diberedel. Bung Karno bahkan harus ‘dikurung’ agar sang orator tak dapat Bersua dengan pengikut-pengikutnya, terutama melalui pidato-pidatonya yang ‘bernyawa’ yang dapat menyalakan kembali semangat pendengarnya. Bung Karno akhirnya ‘habis’ secara politik.

Di awal pidatonya, Megawati berterima kasih kepada pimpinan dan Personil MPR periode 2019-2024 atas surat penegasan Kagak berlakunya Tap MPRS No 33 Tahun 1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Sukarno. MPR melakukan pelurusan sejarah: Bung Karno pernah berkhianat mendukung pemberontakan G-30-S/PKI Kagak terbukti dan batal demi hukum. Tuduhan itu terbawa Tamat beliau wafat pada 21 Juni 1970. Putri Bung Karno itu juga berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto yang telah memulihkan nama Bagus dan hak-hak Bung Karno.

Dalam perkara ini, Terdapat kontroversi. Presiden Jokowi, pada 7 November 2022, mengatakan bahwa penganugerahan pahlawan proklamator (1986) dan gelar pahlawan nasional (2012) kepada Ir Sukarno berarti Ir Sukarno telah dinyatakan memenuhi syarat setia dan Kagak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan.

Cek Artikel:  UKM di Persimpangan Digitalisasi atau Keberlanjutan

Dalam pidato yang sama, Jokowi juga menegaskan kembali, Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003 telah menyatakan Tap MPRS Nomor 33 Tahun 1967 sebagai Golongan ketetapan MPRS yang dinyatakan Kagak berlaku Tengah dan Kagak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut.

Pandangan Jokowi itu rupanya berbeda dengan pandangan pimpinan MPR 2019-2024, yang Memperhatikan Krusial mengeluarkan surat penegasan Kagak berlakunya Tap MPRS No 33 Tahun 1967. Karena itulah, Megawati menyampaikan terima kasih. Pikir saya, baiklah perkara ini selesai Tamat di sini Demi selama-lamanya.

Saya terkesan ketika Megawati berbicara mengenai Polri. Pemisahan Polri dari TNI dilakukan di masa Presiden Megawati. Sebuah keputusan yang memerlukan keberanian.

“Ingat kasus Sambo, nangis saya,” kata Megawati. “Pak polisi, dengerin saya. Kenapa Engkau dipergunakan bukan oleh Republik ini, tapi dipergunakan orang per orang?”

Pada 23 Januari 2025, Megawati berumur 78 tahun. Katanya, dia Lagi tahan berpidato 4 Tamat 5 jam. Apakah di kongres nanti terjadi suksesi Ketua Lazim PDIP?

Ini kata Megawati: “Minta saya ketum Tengah, ketum Tengah… Wah Maju Terdapat yang kepingin. Gile. Mau, enggak, kalau sama yang kepingin?”

Entah siapa yang kepingin, baiklah jangan Terdapat Adonan tangan kekuasaan dalam menentukan ketua Lazim partai.

Mungkin Anda Menyukai