MEMULIAKAN daulat rakyat ialah masterpiece reformasi. Tetapi, kini karya Akbar itu mulai diganggu-ganggu dengan wacana dan upaya Kepada kembali ke masa Lampau, masa kegelapan demokrasi.
Rakyat berdaulat Apabila mereka betul-betul berkuasa atas diri sendiri di negeri sendiri. Rakyat berkuasa Apabila mereka Mempunyai kebebasan penuh Kepada menentukan pemimpin yang dikehendaki dan menjadi pemain Primer dalam kompetisi demokrasi.
Itulah yang terjadi dalam tiga pemilihan Biasa terakhir. Dengan proporsional terbuka, dengan memberikan ruang seluas-luasnya bagi rakyat Kepada memilih langsung wakil-wakilnya di legislatif, kedaulatan itu Terdapat. Itulah langkah maju demokrasi kita.
Akan tetapi, Rupanya tak Seluruh anak bangsa suka kemajuan. Terdapat juga yang menginginkan kemunduran dalam demokrasi. Dengan dalih adanya sejumlah kekurangan di proporsional terbuka, mereka bernafsu mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup memaksa rakyat hanya mencoblos lambang partai dan partailah yang menentukan wakil mereka di parlemen. Artinya, kedaulatan tak sepenuhnya di tangan rakyat.
Sistem proporsional terbuka memang tak sempurna. Terdapat kelemahan di dalamnya, termasuk memicu politik biaya mahal. Kualitas pemimpin juga menjadi persoalan karena mereka yang terpilih boleh jadi hanya karena menang popularitas dan banyak Fulus. Akan tetapi, haruskah kita kembali ke sistem tertutup seperti pada Pemilu 1955 atau di Era Orde Baru?
Harus tegas kita katakan, Tak.
Proporsional terbuka tetaplah sistem yang paling Akurat. Kalau Terdapat kelemahan, tugas kita Seluruh terutama partai politik Kepada memperbaikinya. Tengah pula, sistem tertutup juga banyak kekurangan, dan yang paling parah ia menutup hak rakyat Kepada berdaulat seutuhnya.
Proporsional terbuka juga Formal dan konstitusional. Ia diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan Mahkamah Konstitusi tertanggal 23 Desember 2018 pun menguatkan bahwa sistem pemilu yang digunakan ialah Bunyi terbanyak alias sistem terbuka.
Karena itu, apa urusannya tiba-tiba Terdapat usaha Kepada mengubahnya?
Kita menghormati para pihak yang mengajukan uji materi ke MK agar sistem pemilu diubah. Tetapi, kita juga boleh mempersoalkan apa sebenarnya motif Anda? Murni demi perbaikan pemilukah niat Anda?
Kita menghargai sikap PDIP sebagai satu-satunya partai di parlemen yang menginginkan sistem proporsional tertutup. Tetapi, kita juga berhak mempertanyakan apa sesungguhnya tujuan Anda?
Kepada MK yang menyidangkan uji materi tersebut, besok, kita berharap Tegar berperan sebagai penjaga konstitusi. Kalau sebelumnya melegalkan proporsional terbuka, patutkah Apabila putusan nanti bertolak belakang karena Terdapat partai besar yang menghendaki?
MK perlu mengingat bahwa Apabila mengabulkan sistem tertutup, putusan judicial review itu dapat di-review kembali lewat legislative review. DPR Dapat menggunakan haknya sebagai pembuat undang-undang dan karena delapan partai setia pada sistem terbuka, PDIP dapat ditumbangkan.
Hal itu Terang akan menampar muka MK.
Hakim MK sembilan orang yang terdiri dari tiga jatah DPR, tiga jatah MA, dan tiga jatah presiden. Di sinilah pula keberpihakan Presiden Jokowi Kepada mempertahankan sistem terbuka pilihan rakyat ditunggu rakyat. Kita Tak Ingin rakyat bak membeli kucing dalam karung Kepada memilih wakil-wakilnya karena pada akhirnya bergantung pada elite-elite partai.
Pada konteks itu, jalan Kepada kembali ke proporsional tertutup sesungguhnya sudah tertutup. Apabila ia dipaksakan, kenapa kuasa rakyat yang lain Tak sekalian dibunuh? Sekalian saja hak rakyat memilih presiden secara langsung diamputasi dan dikembalikan Tengah ke MPR.
Kalau perlu, bikin masa jabatan presiden tiga periode, satu periode tak cukup lima tahun, tetapi 10 tahun. Dengan begitu, dia Dapat berkuasa 30 tahun seperti era Pak Harto dulu, era daulat rakyat sekarat. Mengerikan.