Menunggu PDIP Jadi Oposisi

PEMILU sudah usai. Proses sengketa hasil pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) juga sudah tuntas. Kekasih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pula telah ditetapkan menjadi presiden dan wakil presiden terpilih Republik Indonesia.

Di samping hasil pilpres, di sisi legislatif tinggal menantikan babak gugatan hasil perolehan suara di Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan penghitungan Komisi Pemilihan Standar (KPU), delapan partai politik berhasil lolos di Senayan. Mereka ialah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, NasDem, PKS, Partai Demokrat, dan PAN.

PDIP adalah parpol yang kembali berhasil meraup suara tertinggi, kali ini sekitar 25,3 juta suara atau sekitar 16,7%. Partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu akan kembali mendapatkan tiket untuk menduduki kursi ketua DPR.

Cek Artikel:  Kampanye untuk Pemilu Bermartabat

Dalam sistem presidensial  tidak terlalu mengenal koalisi ataupun oposisi seperti sistem parlementer. Presiden sebenarnya tidak diharuskan membangun koalisi dengan parlemen. Hanya saja, presiden tetap perlu menjalin hubungan dengan parlemen.
Apabila hubungan tidak mesra, parlemen bisa saja menolak pengajuan anggaran dan program pemerintah. Walhasil, beragam visi dan misi presiden akan berantakan.

Makanya, wajar jika sejumlah partai politik telah didekati oleh Prabowo. Termasuk, parpol yang tidak berada dalam barisan pendukung pencalonannya. Bukan tidak menghargai pendukung yang dianggap telah berdarah-darah, akan tetapi koalisi parpol pendukung dalam pencalonan bubar seiring usainya pemilihan. Yang ada ke depan adalah koalisi parpol dalam konteks pemerintahan.

Dari parpol yang berhasil lolos di parlemen, PDIP masih dilematis untuk bersikap. Kegamangan itu kiranya tidak terlepas dari  kekuatan di internal PDIP, antara yang ingin bergabung dan berpisah dengan pemerintah.

Cek Artikel:  Tinjau Ulang Revisi UU Penyiaran

Dari sisi ketatanegaraan, bila PDIP masuk ke dalam koalisi besar, sistem pemerintahan tidak akan seimbang lantaran tidak adanya pengontrol kinerja pemerintah. Bila dukungan ke presiden terlalu besar, presiden sangat berpeluang menjadi tak terawasi dan antikritik. Tinggal selangkah lagi menuju otoriter.

PDIP mempunyai modal yang sangat besar untuk menjadi oposisi. Apalagi, mereka menjadi pemenang Pemilu 2024 dengan meraup kursi terbanyak di parlemen. Selain itu, PDIP juga memiliki keterkaitan sejarah yang rekat dengan pengawasan dan pengontrol pemerintah.

Ditambah lagi, oposisi adalah sebuah sikap yang terhormat dan mulia. Tak ada yang salah dengan tidak bergabung dalam barisan pendukung pemerintahan. Karena, justru kehadiran oposisi itulah yang bisa menyelamatkan demokrasi.

Cek Artikel:  Narasi Bengkok Penghapusan Bansos

Demokrasi bisa tumbuh dan berkembang hanya bila ada check and balance. Proses penyeimbang akan lebih bebas kepentingan bila dilakukan oleh partai yang berada di luar pemerintahan.

Mungkin Anda Menyukai