Menunggu Good News

Terdapat pelajaran Krusial yang diperoleh negeri ini dari pengenaan tarif timbal balik Presiden Amerika Perkumpulan (AS) Donald Trump terhadap Dekat 100 negara, termasuk Indonesia. Pelajaran Krusial itu ialah kita mesti mempelajari Kembali prinsip-prinsip dasar negosiasi, diplomasi, dan lobi-lobi.

Para negosiator kita dipaksa membuka ‘kamus’ Pelan tentang negosiasi, Langkah melobi, juga memahami seni diplomasi. Kita dipaksa menjadi ‘mahasiswa Interaksi Dunia’ dan ‘mahasiswa ilmu komunikasi’ yang menggali Kembali diktat-diktat dasar secara ketat. Tentu, dengan catatan, kita belum tentu bakal lulus ujian dari ‘Om Sam’. Niscaya, Enggak Pandai digaransi Terang lulus seleksi.

Karena itu, para negosiator kita yang digawangi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu mesti sabar, ulet, juga pintar putar otak membedah gambaran besar tarif resiprokal hingga teliti pada perintilan-perintilan teknis. Mereka mesti paham memainkan seni sekaligus tabah menghadapi ‘kecerewetan’ dan detail-detail desakan.

Saya Pandai membayangkan Begitu para ‘juru runding’ kita sempat mendapatkan secercah Cita-cita ketika Kementerian Perdagangan AS menyebut proposal kita ‘konkret’, tapi tiba-tiba mesti menjawab tetek bengek permintaan. Niscaya mumet. Sudah barang tentu Pandai ruwet.

Rengekan itu, misalnya, Begitu kantor perwakilan AS, United States Trade Representative (USTR), menyoroti penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Kantor perwakilan AS itu menganggap kedua peranti itu sebagai hambatan. Dalam merespons hal itu, Airlangga mengatakan pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan masukan dari pihak AS.

Cek Artikel:  Makan Bergizi Gratis

Sebelumnya, dalam Arsip National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada 31 Maret 2025, USTR mencatat sejumlah hambatan tarif dan nontarif yang dihadapi negara tersebut dengan para Kawan dagang, termasuk Indonesia. Salah satu yang dipersoalkan USTR terkait dengan jasa keuangan, yakni penggunaan QRIS. Laporan itu menyebutkan perusahaan AS, termasuk bank dan penyedia jasa pembayaran, merasa Enggak dilibatkan Begitu BI Membikin kebijakan mengenai QRIS.

Stakeholder Dunia Enggak diberi Mengerti potensi perubahan akibat kebijakan ini dan Enggak diberi kesempatan Buat memberi pandangan terhadap sistem tersebut’, tulis USTR dalam Arsip mereka.

Padahal, sistem pembayaran berbasis teknologi itu berkembang dengan pesat di Indonesia karena dinilai lebih praktis. Sistem itu diperkenalkan sejak 2019. Lampau, penggunaannya kian masif Begitu pandemi covid-19, terutama ketika Terdapat anjuran mengurangi pertemuan atau sentuhan fisik dengan pihak lain yang amat riskan menularkan virus covid-19.

Cek Artikel:  Gen Z Jangan Dilawan

Menko Airlangga Hartarto yang telah menemui United States Secretary of Commerce Howard Lutnick dalam agenda rangkaian negosiasi tarif resiprokal yang dikenakan Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia sebesar 32% sempat meniupkan Cita-cita. Pertemuan dengan Lutnick telah terselenggara dua kali. Pertama, pertemuan secara daring melalui Zoom meeting pada Kamis (17/4). Kedua, pertemuan secara langsung di Kantor Department of Commerce (DoC) AS pada Sabtu (19/4) waktu setempat.

Dalam pertemuan kedua yang berlangsung selama 1,5 jam itu Airlangga menawarkan sejumlah kebijakan perdagangan dengan AS supaya tercipta perdagangan yang adil, sebagaimana permintaan Trump karena neraca perdagangan AS dengan Indonesia kerap defisit. “Kami berterima kasih kepada Secretary Lutnick yang memberikan kesempatan Buat melakukan negosiasi tarif dan menegaskan kembali komitmen Indonesia Buat mewujudkan perdagangan yang adil dan berimbang,” kata Airlangga melalui siaran pers.

Dalam negosiasi itu, Airlangga menawarkan pembelian dan impor Indonesia dari AS Buat menyeimbangkan defisit perdagangan AS, antara lain pembelian produk Daya (crude oil, LPG, dan gasoline) serta peningkatan impor produk pertanian dari AS (soybeans, soybeans meal, dan wheat) yang memang sangat dibutuhkan dan Enggak diproduksi di Indonesia.

Airlangga juga menyampaikan komitmen Indonesia Buat kerja sama di bidang critical mineral, dukungan investasi AS, dan komitmen Buat menyelesaikan permasalahan non-tariff barrier (NTB) yang menjadi perhatian Spesifik pengusaha AS di Indonesia. Lutnick pun kabarnya mengapresiasi tawaran Airlangga, termasuk proposal konkret terkait dengan pembelian produk dari AS.

Cek Artikel:  Daya Nuklir

Ia menganggap tawaran Indonesia saling menguntungkan di antara kedua negara. Pada kesempatan itu, Lutnick juga sependapat dengan rencana Sasaran negosiasi yang akan diselesaikan dalam 60 hari ke depan dan menyarankan agar langsung menyusun jadwal pembahasan teknis secara detail dengan pihak DoC dan USTR.

“Kami mengapresiasi langkah konkret Indonesia Buat melakukan negosiasi tarif. Ke depan, AS dan Indonesia akan Lanjut melanjutkan Interaksi perdagangan yang saling menguntungkan,” ujar Lutnick.

Cocok-Cocok secercah Cita-cita, bukan? Tetapi, ketika masuk ke detail teknis, kemampuan lobi dan negosiasi kita Cocok-Cocok diuji. Pandai jadi yang hari ini Sekadar secercah, besok menjadi dua cercah, hingga sepuluh cercah. Tetapi, Pandai jadi juga zonk. Seluruh amat sangat bergantung kepada kemampuan juru runding kita dan kepandaian kita menyusun siasat.

Kita punya rekam jejak kisah sukses para juru runding menjelang dan Begitu awal-awal kemerdekaan dalam berdiplomasi dan bernegosiasi dengan Belanda. Kita berharap mengulang kisah yang sama meski di palagan berbeda. Semoga.

 

Mungkin Anda Menyukai