Menteri PPPA ASEAN Hadapi Maraknya Kekerasan Seksual Anak di Ranah Daring

Menteri PPPA: ASEAN Hadapi Maraknya Kekerasan Seksual Anak di Ranah Daring
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Bintang Puspa Yoga(ANTARA/RENO ESNIR )

MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan upaya bersama untuk melindungi anak-anak dari berbagai ancaman kekerasan di ranah daring sudah sangat mendesak. Dalam lanskap digital yang berkembang pesat saat ini, anak-anak adalah populasi yang paling rentan menghadapi risiko tinggi di ranah daring, seperti eksploitasi dan pelecehan.

“Ancaman kekerasan di ranah daring tidak hanya terjadi di Indonesia tapi berbagai negara ASEAN juga menghadapi permasalahan yang memprihatinkan dengan maraknya pelecehan seksual anak, yang disiarkan secara langsung, dimana kawasan ASEAN menjadi pusat global kasus pelecehan seksual anak,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta pada Kamis (26/9).

Hasil penelitian Disrupting Harm dari UNICEF pada 2022 menunjukkan antara 1 hingga sampai 20 persen anak-anak yang menggunakan internet di enam negara ASEAN telah mengalami beberapa bentuk eksploitasi seksual online dan pelecehan seksual online selama periode 12 bulan penelitian.

Baca juga : Kementerian PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak yang Asal Mulakan Kematian di Jakarta Utara

Hal yang lebih memprihatinkan lanjut Bintang, maraknya pelecehan seksual anak yang disiarkan langsung dan kawasan ASEAN telah menjadi pusat global kegiatan mengerikan tersebut. Demi itu, diperlukan komitmen besar untuk melindungi anak-anak dalam segala aspek, termasuk lingkungan digital.

Cek Artikel:  Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan Berikan Afirmasi Buat Supriyani yang Sedang Melamar PPPK

“Para pelaku menggunakan platform pembayaran online (daring) untuk mendanai dan mengendalikan kejahatan mereka. Mereka menargetkan anak-anak melalui promosi dan penipuan, atau bahkan memaksa mereka untuk memproduksi konten yang dibuat sendiri. Kondisi ini harus segera direspon dengan cepat dan terkoordinasi dengan baik,” ujarnya.

Sebagai respons dan tindak nyata dari untuk mengatasi tantangan besar perlindungan anak di ranah daring, Pemerintah Indonesia menggelar 2024 ASEAN ICT Perhimpunan on Child Online Protection yang dilaksanakan di Bali pada 25 – 26 September 2024 sebagai bentuk komitmen dari Rencana Aksi Regional untuk Perlindungan Anak dari Segala Bentuk Pemanfaatan dan Pelecehan Daring di ASEAN yang disahkan pada 2021.

Baca juga : Rampungkan Segera Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Daring

“Saya yakin forum ini akan memberi hasil konkret yang tidak hanya akan menginformasikan strategi nasional, tetapi juga berkontribusi dalam membentuk kerangka kerja regional dan global untuk melindungi anak-anak di era digital dengan lebih baik,” kata Bintang.

Bintang menilai, Indonesia di tingkat nasional harus memperkuat kerangka hukum dan memprioritaskan literasi digital dalam sistem pendidikan, sementara di tingkat regional, kolaborasi antara negara anggota ASEAN bersama dengan mitra global.

Cek Artikel:  Ini Tujuh Kerja Sama yang Diteken Dunia Usaha dan Dunia Industri DUDI di Trade Expo Indonesia

“Sekalian itu menjadi kunci untuk mengembangkan kebijakan yang kuat, yang melindungi hak dan keselamatan anak-anak di semua lingkungan digital dan menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap anak,” ucapnya.

Baca juga : KemenPPPA Dorong Proses Hukum Pelaku Berjalan Segera dan Adil

Acara ASEAN ICT Perhimpunan bertajuk “Membentuk Masa Depan: Memajukan Keamanan dan Hak Digital bagi Anak-anak di Dunia yang Didorong oleh Teknologi” itu secara komprehensif membicarakan tentang sinergi antar negara ASEAN untuk bersama-sama melindungi anak di era digital serta mempromosikan hak-hak anak agar terhindar dari eksploitasi daring.

“Dari diskusi yang akan kita lakukan, diharapkan bisa mengidentifikasi apa saja yang bisa dilakukan untuk menjaga anak-anak kita di ranah daring. Kita bisa identifikasi aksi dan komitmen dari sektor teknologi industri agar semua siap dengan pencegahan kekerasan yang bisa dilakukan,” kata Perwakilan UNICEF Indonesia, Maniza Era.

Maniza mendorong berbagai perwakilan negara ASEAN agar mampu mengidentifikasikan berbagai pendorong risiko, motif pelaku, dan bagaimana pola perilaku perempuan dan anak saat berada di dunia maya. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya suara anak-anak untuk dijadikan basis dari setiap pembuatan kebijakan publik.

Cek Artikel:  Institut Pariwisata Trisakti Lepas 479 Wisudawan dan Wisudawati

Baca juga : Latih Anak untuk Berani Bersuara, Lapor Kekerasan ke Tegur 129

Pada kesempatan yang sama, beberapa perwakilan anak juga mendorong peserta forum untuk menindaklanjuti beberapa pesan yang mereka sampaikan, diantaranya harapan agar platform digital tetap memperhatikan kerentanan anak-anak, menegakkan literasi digital online, dan tetap mementingkan privasi di ranah daring.

Dalam hal melibatkan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menginisiasi pembentukan Perhimpunan Anak di setiap tingkat pemerintahan, di 34 (tiga puluh empat) provinsi, 458 (empat ratus lima puluh delapan) kabupaten dan kota, lebih dari 1.600 (seribu enam ratus) tingkat kecamatan, dan hingga tingkat desa.

Perhimpunan-forum ini menyediakan platform bagi anak-anak untuk menyampaikan keprihatinan mereka, memastikan suara mereka didengar, dan dimasukkan dalam pengembangan kebijakan, serta proses pengambilan keputusan. Perhimpunan Anak juga secara aktif berkontribusi sebagai Pelopor dan Pelapor untuk menangani isu-isu, seperti kekerasan terhadap anak, perkawinan anak, pekerja anak, dan keselamatan digital. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai