Menko PMK Investasi Padat Modal Seperti Kanker, Menggerogoti Bilangantan Pekerja

Menko PMK: Investasi Padat Modal Seperti Kanker, Menggerogoti Angkatan Pekerja
Massa yang tergabung dalam Aliansi IKM dan Pekerja Tekstil Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung Sate(ANTARA FOTO/Novrian Arbi)

MENTERI Koordinator Bidang Pembangunan Insan dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai investasi padat modal atau capital intensive menjadi ancaman bagi tenaga kerja Indonesia. Hal ini karena kegiatan ekonomi atau industri yang dibangun dengan modal besar dan didukung teknologi tinggi, sehingga tidak membutuhkan serapan tenaga kerja yang tinggi.

“Investasi padat modal ini memang seperti dua sisi mata pedang. Satu sisi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, tapi satu sisi juga seperti kanker yang menggerogoti potensi angkatan kerja,” ujarnya dalam Penganugerahan Paritrana Award BPJS Ketenagakerjaan Mengertin 2024 di Plaza BP Jamsostek di Jakarta, Kamis (12/9).

Muhadjir pun wanti-wanti terhadap maraknya investasi padat modal yang menggunakan otomatisasi proses robotik (RPA) di beberapa sektor industri, utamanya manufaktur. Hal ini dianggap dapat mempengaruhi serapan tenaga kerja di Tanah Air.

Cek Artikel:  2 Nomorsa Pura Merger, Jumlah Penumpang Ditarget Letih 170 Juta

Baca juga : Konferensi dan Pameran AIBP 2024 Soroti Tata Kelola AI, Ekonomi Digital, dan Transformasi Tenaga Kerja

“Proses otomatisasi dengan robotik di industri manufaktur ini kalau tidak diawasi dengan ketat itu sangat membahayakan terhadap daya serap angkatan kerja kita di Indonesia,” ucapnya.

Menko PMK berpandangan tidak ada jaminan bahwa kenaikan investasi berbanding lurus dengan daya serap tenaga kerja nasional. Mengutip data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), data realisasi investasi sepanjang periode Januari–Juni (Semester I) 2024 mencapai Rp829,9 triliun atau meningkat sebesar 22,3% dibanding dengan periode yang sama pada tahun 2023. Tetapi, penyerapan tenaga kerja pada semester I tahun ini terbilang kecil yakni 1.225.042 orang.

Cek Artikel:  Cetak Rekor, IHSG Ditutup Lewati 7.600

“Kalau kita tidak bisa mengontrol transfer teknologi otomatisasi terutama dengan artificial intelligence, maka hal ini (investasi padat modal) akan menjadi bahaya,” imbuhnya.

Muhadjir juga menyoroti masalah kurangnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia karena gemuknya pekerja informal. Berdasarkan data Badan Pusat Tetaptik (BPS), jumlah pekerja sektor informal di Indonesia terus bertambah pascapandemi covid-19. Pada Juni 2024 pekerja informal naik menjadi 84,13 juta orang atau 59,17% dari total penduduk usia kerja. Pekerja sektor informal merupakan pekerja di sektor-sektor usaha yang tidak diatur melalui regulasi pemerintah, seperti undang-undang ketenagakerjaan, pajak, maupun aturan terkait perlindungan dan hak jaminan kerja.

“Karena itu banyak sekali lapangan kerja di Indonesia ini sebetulnya lebih untuk fokus kepada bagaimana mengentas pengangguran, tapi belum betul-betul bicara soal bagaimana setiap orang yang bekerja itu memang pekerja produktif,” pungkas Muhadjir. (Ins/M-4)

Cek Artikel:  BNI Gandeng Amartha untuk Perluas Akses Pembiayaan bagi UMKM

Mungkin Anda Menyukai