RAPOR mentereng Kejaksaan Akbar dalam penanganan kasus korupsi menjadi penanda peran Krusial yang dimainkan Korps Adhyaksa. Sejumlah kasus besar yang melibatkan pejabat negara hingga pengusaha dengan taksiran kerugian negara ratusan triliun rupiah Pandai dibawa ke meja hijau.
Persepsi publik terhadap Kejagung juga sangat positif. Hasil survei yang dilaksanakan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 20-28 Januari 2025 menunjukkan bahwa Kejagung ialah lembaga yang paling dipercaya publik Demi memberantas korupsi.
Kejagung mendapatkan poin tinggi karena tengah menangani sejumlah kasus besar, misalnya megakorupsi PT Asuransi Jiwasraya, kasus megakorupsi PT Timah, serta dugaan korupsi yang terjadi di PT Pertamina Patra Niaga.
Komitmen yang ditunjukkan oleh Kejagung itu mencerminkan keseriusan Kejaksaan Akbar dalam menjaga integritas dan mencegah praktik korupsi yang semakin merajalela. Tetapi, sejumlah isu dalam pembahasan revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) potensial Demi memereteli kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.
Kewenangan jaksa dalam draf Rancangan KUHAP menjadi sorotan. Dalam draf RUU itu, tertulis jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.
Beleid itu tertuang dalam draf RUU KUHAP Pasal 6 tentang penyidik. Dijelaskan beberapa kategori yang termasuk dalam penyidik tertentu. Di antaranya penyidik KPK, penyidik TNI-AL yang melakukan penyelidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan penyidik jaksa dalam hal ini melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat.
Komisi III DPR akhirnya meluruskan kalau draf RUU KUHAP yang mengatur kewenangan jaksa hanya menjadi penyidik kasus HAM bukan hasil akhir. Dalam draf terakhir, dijelaskan yang dimaksud dengan ‘penyidik tertentu’ misalnya penyidik tertentu KPK, penyidik tertentu kejaksaan, dan penyidik tertentu Otoritas Jaksa Keuangan (OJK), serta penyidik lainnya yang diatur UU.
DPR menegaskan UU KUHAP Tak mengatur kewenangan institusi dalam memeriksa dan menyelidiki kasus. Beleid dalam KUHAP merupakan Panduan dalam proses pidana, bukan mengatur kewenangan terhadap tindak pidana tertentu yang diatur dalam undang-undang di luar KUHP atau KUHAP.
Tentu bagi kejaksaan, Tetap utuhnya kewenangan penyidikan itu mesti dijawab dengan kinerja yang semakin moncer. Jangan Terdapat Kembali kendala seperti ketidakterbukaan dalam proses hukum, bahkan intervensi hukum dari kekuasaan demi kepentingan politik.
Rakyat tentu marah ketika Terdapat kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi atau pengusaha besar sering kali mendapatkan perlakuan Tertentu, misalnya proses hukum diperlambat atau bahkan dihentikan, hanya karena adanya kepentingan politik atau kekuasaan yang melindungi mereka.
Buktikan bahwa kejaksaan bukanlah alat yang Pandai dimanfaatkan Demi kepentingan kekuasaan. Kejaksaan juga mesti steril dari praktik politik sandera yang dapat merusak institusi penegak hukum.
Kejaksaan harus Maju menunjukkan bahwa mereka ialah garda terdepan dalam perang melawan korupsi dengan Tak membedakan siapa pun yang terlibat dalam praktik kotor itu.
Ketika kewenangan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi Tetap melekat dan Tak dikebiri, tentu penguatan integritas dan komitmen yang tinggi akan menempatkan kejaksaan sebagi lokomotif pemberantasan korupsi di negeri ini. Maju gelorakan perang melawan korupsi. Jangan kendur, apalagi lengah, karena koruptor punya ribuan jurus Demi mencari celah dan memukul balik. Kita Tak mau koruptor yang jadi pemenangnya.