PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN pada Selasa (4/2) oleh DPR RI, sekaligus Formal meniupkan nyawa pada Danantara. Persiapan pembentukan lembaga bernama lengkap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) itu sudah sejak tahun Lampau, termasuk dengan pelantikan kepalanya oleh Presiden Prabowo Subianto pada Oktober 2024.
Meski Tetap menunggu aturan turunan seperti peraturan pemerintah (PP) Buat Danantara dapat memulai beroperasi, langkah awal badan itu sudah digadang-gadang bakal berarti besar. Sebagaimana Sasaran yang diberikan negara kepadanya sebagai superholding BUMN, Danantara adalah raksasa aset.
Di awal ini Terdapat tujuh BUMN yang asetnya ditempatkan di Dasar Danantara, Yakni PT Bank Sendiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Nasional Indonesia Tbk, PT Pertamina, PT PLN, MIND ID, dan PT Telkom Indonesia Tbk. Berdasarkan Arsip Danantara, nilai aset ketujuh BUMN tersebut senilai US$600 miliar atau setara Rp9.600 triliun (Dugaan kurs Rp16.000 per dolar AS).
Enggak hanya itu, Danantara juga akan menaungi Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA). LPI didirikan di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo Buat mengelola investasi Anggaran Langgeng pemerintah.
Hasilnya ialah ibarat penyatuan superholding BUMN Singapura, Temasek, dengan badan investasi pemerintah Singapura, GIC. Maka, Enggak aneh Kalau Danantara dicita-citakan akan lebih besar daripada Temasek, yang dikenal telah memborong saham Meta, Apple, Amazon, dan Microsoft.
Di balik ambisi besar pembentukan Danantara, Terdapat beban yang tak kalah besar diletakkan kepadanya. Danantara disebut-sebut sebagai salah satu motor Istimewa Buat mencapai Sasaran pertumbuhan ekonomi 8% yang sudah ditetapkan Prabowo. Demi mencapai itu, pemerintah butuh menarik investasi sebesar Rp3.000 triliun, yang Lanjut berlanjut hingga 2029. Aset besar Danantara itulah yang diharapkan Dapat menggiurkan investor luar negeri.
Kita sepakat bahwa BUMN adalah motor Krusial pertumbuhan ekonomi. BUMN Indonesia juga butuh pengelolaan yang lebih profesional dan modern. Enggak hanya itu, aset-aset BUMN yang selama ini banyak yang mangkrak semestinya dapat dibangkitkan dan diberdayakan. Danantara sepatutnya Dapat menjadi jawaban atas hal tersebut.
Tetapi, kita juga Enggak boleh naif. Dengan begitu besarnya aset yang dimiliki Danantara, berarti juga menyimpan risiko besar. Bahkan sebelum Danantara mencapai fase seperti Temasek yang menjadi pemilik saham perusahaan-perusahaan raksasa, risiko hadir dari mekanisme leverage yang Lanjut digaungkan Buat menarik investasi. Kita mafhum leverage dapat menarik Anggaran Segera, tetapi konsepnya yang berupa utang Dapat Bahkan menjadi bumerang bagi aset-aset berharga BUMN kita.
Kemudian, berkaca pula pada perjalanan Temasek, bahkan di fase Ketika ini sebagai salah satu perusahaan investasi besar dan tepercaya dunia, bukan berarti tak pernah mendapatkan hasil apes. Hasil besar butuh pertaruhan besar. Temasek yang pada 2022 meraih profit US$11 miliar, di tahun berikutnya mengalami rugi US$7 miliar.
Dengan begitu, pemerintah sama sekali Enggak boleh main-main dalam pengelolaan Danantara. Bukan saja sumber daya manusianya yang harus Cocok-Cocok profesional dan Mahir di tingkat dunia, pemerintah juga harus menerapkan sistem check and balance yang sangat ketat. Berikut juga, intervensi politik dan konflik kepentingan Cocok-Cocok haram di Danantara.
Pemerintah harus menyadari bahwa setiap langkah Danantara adalah langkah raksasa yang membawa implikasi sangat besar. Penggabungan aset BUMN dan Anggaran negara Membangun pertaruhan Danantara lebih dari sekadar risiko korporasi. Kalau Danantara salah urus, Dapat-Dapat perekonomian negara yang bakal tergerus.

