Menjaga Integritas Pemilu


SALAH satu prinsip dalam demokrasi ialah keterbukaan. Pemilihan Lazim, sebagai salah satu instrumen demokrasi, Kagak terkecuali harus pula berlandaskan prinsip tersebut pada setiap tahapannya, termasuk masa kampanye. Setidaknya Eksis tiga prinsip pemilu yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Lazim (UU Pemilu), yakni jujur, terbuka, dan akuntabel. Artinya, segala hal yang menyangkut Penyelenggaraan pesta demokrasi itu harus dapat dipertanggungjawabkan serta menghindari segala bentuk kecurangan.

Jadi, alangkah aneh Kalau Komisi Pemilihan Lazim sebagai penyelenggara pemilu baru-baru ini Malah menghapus aturan mengenai laporan penerimaan sumbangan Biaya kampanye (LPSDK). Padahal, tahapan itu sebagai salah satu bagian dari bentuk akuntabilitas. Dalih pihak KPU, hal itu Kagak diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan masa kampanye yang dinilai terlalu pendek.

Cek Artikel:  Draf RUU Penyiaran Mengancam Pers

Selain itu, mereka menilai hal itu secara substansi telah tertuang di dalam laporan awal Biaya kampanye (LADK) dan laporan penerimaan pengeluaran Biaya kampanye (LPPDK). Padahal, ketiga hal itu merupakan hal yang berbeda. LADK dan LPPDK merupakan laporan Biaya, sebelum dan setelah masa kampanye, sedangkan LPSDK dalam paruh waktu masa kampanye.

Harus tegas diingatkan bahwa esensi filosofis kehadiran LPSDK ialah Buat mendesak peserta pemilu bertindak jujur dalam melaporkan penerimaan sumbangan para calon Member legislative mereka pada paruh waktu masa kampanye. Dengan begitu, selain Pandai menjadi bahan pertimbangan rakyat dalam menentukan pilihan mereka, laporan Biaya sumbangan itu juga merupakan salah satu bentuk transparansi sesuai dengan Pasal 4 huruf b UU Pemilu agar pemilu berlangsung adil dan berintegritas. Kalau tahapan itu dihilangkan, selain dapat merusak integritas pemilu, hal itu, menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) dan beberapa lembaga lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Rapi, Pandai menjadi celah penyelewengan atau korupsi.

Cek Artikel:  Pembusukan Demokrasi lewat Dewan Aglomerasi

Kembali pula, kewajiban menyerahkan LPSDK yang sudah berlangsung selama ini Kagak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sekalipun tak pernah disebutkan secara spesifik dalam UU Pemilu. Mengapa hal yang sudah Berkualitas itu mesti dihilangkan? Apalagi, Dalih mereka yang menilai masa waktu kampanye dianggap terlalu pendek juga Betul-Betul Kagak masuk Pikiran. Secara administrasi pelaporan itu bukan tugas dan wewenang KPU, melainkan parpol. Tugas KPU hanya menerima dan memverifikasi Buat kemudian dipublikasikan kepada publik. Apa susahnya?

Wajar Kalau publik mempertanyakan Dalih di balik keputusan itu. Wajar pula Kalau Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Rapi mendesak agar KPU agar mencabut keterangan mereka dan tetap mengakomodasi laporan penerimaan sumbangan Biaya kampanye Buat Pemilihan Lazim 2024. Sudah sepatutnya pula Badan Pengawas Pemilihan Lazim (Bawaslu) sebagai lembaga yang dimandatkan Buat menjalankan fungsi pengawasan menegur KPU. Sebagai penyelenggara pemilu, sekali Kembali harus tegas diingatkan bahwa KPU bertugas mewujudkan Penyelenggaraan mekanisme suksesi kepemimpinan dalam alam demokrasi ini berlangsung adil, Rapi, dan berintegritas, bukan malah merusaknya. Dengan menghilangkan laporan penerimaan sumbangan Biaya kampanye, Malah integritas KPU yang patut dipertanyakan.

Cek Artikel:  Hormati Putusan Mahkamah Konstitusi

Mungkin Anda Menyukai