Menimbang Kebijakan Ekonomi yang Antisipatif

Menimbang Kebijakan Ekonomi yang Antisipatif
(MI/Seno)

PERUBAHAN arah kebijakan ekonomi pemerintah Amerika Perkumpulan (AS) di Dasar Presiden Donald Trump telah mengguncang jagat perekonomian. Jauh lebih banyak terekspos Berita Enggak baik ketimbang Berita Bagus atas serangkaian gebrakan kebijakan ekonomi Trump.

Padahal, Seluruh itu adalah baru ‘alarm pembuka’. Pasar keuangan Dunia melorot sebagai respons atas keputusan Presiden Trump–setelah penundaan satu bulan–Demi pemberlakuan tarif 25% di Kanada dan Meksiko, dan Memajukan tarif pada barang-barang Tiongkok dari 10% menjadi 20%.

Tarif adalah subjek yang aneh, yang detailnya Enggak dikenal banyak orang, bahkan mungkin sebagian besar orang AS. Sebagai bukti, pada hari-hari setelah Trump menjabat, Terdapat lebih banyak pencarian oleh mesin Google Demi kata ‘tarif’ daripada pencarian Demi kata ‘Taylor Swift’.

Beberapa lembaga Telaah pendapat mencoba meningkatkan pemahaman dengan menggambarkan ‘tarif’ dalam narasi pertanyaan, biasanya dengan mendefinisikan ‘tarif’ sebagai ‘pajak atas impor’. Itu mungkin Enggak tampak kontroversial–di mana tarif dimaknai sebagai pajak atas impor—sehingga menempatkan kata ‘pajak’ dalam narasi tersebut dapat menyebabkan lebih sedikit orang AS mendukungnya.

Terbukti, Nyaris Sebelah dari total responden orang AS menyetujui ketika ditanya tentang ‘rencana Presiden Trump memberlakukan tarif Demi mengembalikan pekerjaan Kaum AS dan memastikan perdagangan Dunia yang adil’. Hanya saja, ketika pertanyaan survei menyebutkan negara-negara tertentu, mayoritas responden mendukung tarif di Tiongkok daripada di negara-negara lain.

 

REAKSI PASAR Dunia

Tetapi, prasangka Kaum AS dengan pelaku pasar keuangan Bagus di AS sendiri maupun secara Dunia berbeda atas isu kebijakan tarif Trump. Konon Tamat Begitu ini, AS Mempunyai tarif efektif tertinggi sejak 1943. Maka, Demi memahami perilaku pasar dalam merespons pemikiran Trump tentang tarif, sejumlah isu di pasar keuangan berikut ini dapat menggambarkan reaksi yang sebenarnya.

Tak Lamban setelah rilis kenaikan tarif barang-barang impor dari Tiongkok, Kanada, dan Meksiko, akhirnya para pelaku bursa Wall Street menyadari bahwa Presiden Trump Rupanya serius tentang ‘penyesuasian tarif’. Indeks S & P 500 seketika anjlok 2% karena Trump menyatakan tarif memang akan mulai segera berlaku.

Cek Artikel:  Lima Hal Makan Bergizi Gratis

Sehari kemudian, indeks Dow Jones di bursa Wall Street anjlok Kembali sebesar 1% menyusul reaksi Meksiko, Kanada, dan Tiongkok yang berjanji melakukan langkah pembalasan atau retaliasi. Alhasil perang tarif–diistilahkan pula dengan perang dagang–bakal menyeruak Kembali seperti pernah terjadi pada era Trump periode pertama (1996-2000).

Pelaku pasar keuangan Dunia pun sepakat, Seluruh ini ‘baru permulaan’. Pasar Dapat tetap goyah Apabila sentimen konsumen yang memburuk diterjemahkan menjadi lebih sedikit pengeluaran karena kenaikan harga yang masif Demi Seluruh barang pasca-kebijakan tarif Trump yang baru.

Kebijakan tarif Trump versi baru ini diartikan sebagai Metode meningkatkan pendapatan atau melindungi dan mempromosikan manufaktur AS. Akan tetapi, membutuhkan tarif yang jauh lebih tinggi dari 25% sehingga Membikin banyak produk–seperti laptop–lebih murah diproduksi di dalam negeri AS.

Masalahnya, kalau skenario Trump ini sukses, alhasil perekonomian AS akan menguat yang pada gilirannya akan mendongkrak inflasi melejit di atas Sasaran sasaran yang 2%. Kenaikan inflasi ini tentu akan menjadi beban konsumen AS karena mereka membeli barang lebih mahal.

Di sisi lain, bank sentral, yakni The Fed, tentu Enggak akan tinggal Tenang Memperhatikan inflasi meninggalkan level targetnya. Mau Enggak mau, Segera atau lembat, The Fed akan menahan Etnis Tumbuh kebijakannya atau bahkan mungkin dengan terpaksa harus Memajukan Etnis Tumbuh acuan Demi menahan laju inflasi agar menuju ke level sasaran yang 2%.

Publik AS Enggak menghendaki kejadian pada 2021-2022 terulang Kembali–waktu itu inflasi membandel di level 9%–yang memaksa The Fed mengerek Etnis Tumbuh acuan secara agresif hingga 6% Demi melandaikan inflasi secepat mungkin.

Singkat kata, pemberlakuan kebijakan tarif baru oleh Presiden Trump direspons negatif Bagus oleh para pengambil kebijakan di tingkat Dunia dan regional maupun oleh para pelaku pasar keuangan Dunia. Jalur perdagangan, keuangan, dan investasi akan menjadi transmisinya.

Cek Artikel:  Blunder tidak Mundur dari Jabatan

Volume perdagangan Dunia diperkirakan menyusut hingga 20% dari normalnya. Tekanan ke pasar keuangan–termasuk bursa saham–sudah terjadi, ditandai dengan koreksi indeks yang tajam di sejumlah bursa saham. Mata Doku negara-negara berkembang termasuk pasar Asia terdepresiasi karena merebak fenomena penguatan dolar AS secara masif di tengah ketidakpastian baru di level gobal.

 

PERKIRAAN Dampak KE INDONESIA

Begitu ini, perekonomian Indonesia yang bersifat terbuka juga rawan atau rentan terhadap Dampak kebijakan tarif Trump yang dinilai banyak kalangan sebagai ‘kontroversial’ tersebut. Bursa Dampak Indonesia (BEI) mengalami koreksi tajam dari posisi indeks 7.300 ke posisi 6.440. Bursa saham domestik sebagai wahana investasi portofolio mengalami guncangan keras dengan banyaknya investor asing melakukan net sell dalam volume yang lebih besar ketimbang net buy Demi Nyaris Seluruh Golongan saham.

Nilai Ganti rupiah terhadap dolar AS Lanjut diuji kekuatannya. Kurs rupiah Terdapat di posisi Rp16.596 pada perdagangan Jumat (28/2/2025) sore, menjadikannya yang terdalam dalam lima tahun terakhir. Posisi ini menjadikan nilai Ganti rupiah terlemah sejak Maret 2020, setelah penetapan status pandemi covid-19 di seluruh dunia.

Demi investasi langsung, Bagus penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun asing (PMA), diharapkan Enggak terlalu terpengaruh secara negatif karena keuntungan atraktif dan kompetitif Indonesia sebagai ‘pasar investasi langsung’ para investor.

Capaian nilai realisasi investasi langsung (gabungan PMDN dan PMA) yang melampaui Sasaran pada tahun 2023 dan berlanjut ke 2024 Lewat menjadi Surat keterangan Esensial bahwa investasi langsung diperkirakan Enggak terdampak secara serius oleh penyesuaian tarif di AS sepanjang praktik tata kelola pemerintahan di Indonesia dapat berjalan Bagus, efektif, dan efisien.

Pandangan lembaga-lembaga Dunia patut dicermati dan dipertimbangkan oleh pemerintah agar persepsi positif Tetap terjaga. Contohnya Bank Dunia yang menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,03% pada tahun 2024 mencerminkan pertumbuhan yang Konsisten. Itu dianggap sebagai pencapaian positif di tengah perlambatan ekonomi Dunia dengan rata-rata pertumbuhan dunia yang hanya 2,7%.

Secara Dunia Bank Dunia Memperhatikan banyak negara berkembang sedang menghadapi utang yang tinggi, pertumbuhan investasi Lamban, dan tantangan terkait dengan iklim. Indonesia dinilai Mempunyai keuntungan dengan populasi yang besar yang berkontribusi pada stabilitas ekonomi. Tetapi, Demi mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045, maka laju pertumbuhan perlu ditingkatkan setidaknya menjadi 6% per tahun.

Cek Artikel:  AS-Rusia dan Metamorfosis Perang Dingin

Guna mencapai Sasaran tersebut, Bank Dunia Memperhatikan perlunya reformasi kerangka regulasi serta birokrasi yang lebih efektif di Indonesia. Selain itu, meningkatkan produktivitas sektor swasta dan memperkuat daya saing bisnis akan menjadi kunci dalam mencapai Sasaran tersebut. Bank Dunia juga mengingatkan bahwa Indonesia Mempunyai ruang perbaikan dalam penyediaan layanan publik Demi mendukung kepatuhan terhadap regulasi bisnis.

Lembaga Dunia itu pun menyoroti pentingnya reformasi regulasi Demi meningkatkan daya saing sektor swasta. Menurut laporan Bank Dunia, tercatat di antara 50 negara yang dievaluasi, sebagian besar Mempunyai regulasi bisnis yang cukup Bagus, dengan skor rata-rata 65,5 dari 100. Tetapi, pelayanan publik yang mendukung kepatuhan bisnis Tetap menjadi tantangan, dengan skor Dunia mendekati 50%.

Laporan tersebut senada dengan studi Bank Dunia sebelumnya, Unleashing Indonesia’s Business Potential, yang dirilis pada Juni 2024. Studi tersebut menyoroti perlunya reformasi regulasi guna menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kompetitif, terutama dalam sektor manufaktur dan jasa. Maka, ditekankan perlunya partisipasi dan peran sektor swasta yang semakin vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Dengan perekonomian yang tetap tumbuh Konsisten di tengah tantangan Dunia, Indonesia Mempunyai Kesempatan besar Demi Lanjut memperkuat fundamen ekonominya melalui kebijakan yang Bisa mendorong investasi dan Penemuan bisnis. Kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI) yang pro stabilitas dan sekaligus pro pertumbuhan (ekonomi) didukung kebijakan fiskal yang bersifat countercyclical dan sebagai shock absorber menjadi penguat bagi pemulihan dan resiliensi ekonomi Indonesia.

Kebijakan di sektor keuangan pun sejauh ini diyakini Tetap investor friendly sehingga dinilai Bisa menopang geliat perekonomian, Bagus dari jalur sektor perbankan maupun non-perbankan (terutama pasar modal) melalui fungsi intermediasinya.

 

Mungkin Anda Menyukai