
BAKAL calon presiden (bacapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto dan bacapres yang diusung PDI Perjuangan, PPP, dan partai pengusung lainnya hingga Ketika ini Lagi belum menentukan orang yang akan menjadi sekondan masing-masing. Barangkali, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan masing-masing bacapres yang Membangun Prabowo dan Ganjar terkesan terlambat mengambil sikap dan pilihan. Tetapi, lepas dari yang sejatinya terjadi pada kedua kubu yang bacapresnya Lagi ‘jomblo’ ini, penulis Nyaris Serius keduanya lebih banyak berkutat pada pertimbangan elektabilitas bacawapres.
Setidaknya, itu yang dengan telanjang Pandai dilihat publik. Dalam pandangan penulis sendiri, Sebaiknya pertimbangan penentuan seseorang menjadi bacawapres janganlah hanya urusan elektabilitas calon pendamping. Meski kelihatannya kurang berpengaruh dalam Pilpres Indonesia dengan segala euforia khasnya, jangan pernah lupa bahwa seorang cawapres bila terpilih haruslah bertugas sesuai fungsinya. Kalau mengacu pada pendapat Indonesianis terkemuka asal Australia, Herbert Feith, Indonesia memerlukan dua tipe kepemimpinan negara yang sebaiknya Eksis pada masing-masing presiden dan wakilnya. Kedua tipe kepemimpinan, yang disebut Feith sebagai solidarity maker dan administrator itu, di masa Lampau berada pada masing-masing pribadi Soekarno-Hatta.
Representasi luar Jawa
Kalau saya dalam tulisan ini hanya menyoal bacawapres Prabowo, hal itu tak lepas dari fakta yang selama ini saya percayai melalui tulisan dan pemberitaan media massa. Saya percaya bacawapres buat Ganjar dari Koalisi PDIP akan lebih banyak ditentukan oleh Ketua Standar PDIP Megawati Sukarnoputri. Karena sering kali pertimbangan Mbak Mega begitu Aneh, menurut saya, biarlah hal itu menjadi pemikiran sekaligus beban Mbak Mega sendiri. Saya merasa tak punya kredibilitas Buat urun rembuk.
Sebaliknya Buat bacawapres Prabowo, seseorang yang Pandai berperan tak hanya sebagai ‘ban serep’ di kala datang ketidakberadaan Presiden, melainkan Mempunyai kemampuan sebagai administrator yang Pandai diandalkan Presiden, ialah kebutuhan yang Niscaya bagi negeri ini. Buat itu, akan sangat ideal bila dia seorang teknokrat yang telah teruji andal, intelektual, cendekiawan yang menguasai aspek ketatanegaraan serta kepemerintahan. Lebih Berkualitas Tengah Kalau keberadaannya Pandai merepresentasikan dua hal yang selama ini terasa khas Indonesia: wakil luar Jawa, dan Muslim.
Soal luar Jawa bahkan terasa mendesak akhir-akhir ini, seiring fakta betapa yang dibicarakan, digadang-gadang dan dipertimbangkan masing-masing koalisi yang siap bertarung di Pilpres, selalu saja Kekasih Jawa-Jawa. Lihatlah Anies-Muhaimin sebagai Teladan. Sementara sekian banyak figur yang disebut layak dicalonkan pun umumnya juga orang Jawa. Airlangga Hartarto, Ridwan Kamil, Yenny Wahid, Mahfud MD, Khofifah, Puan Maharani, kecuali Sandiaga Uno dan Erick Thohir, ialah orang Jawa.
Mengingat dua hal itu, representasi luar Jawa dan tokoh Muslim, Prof Yusril Ihza Mahendra (YIM) memenuhi dengan kuat kriteria tersebut. YIM Jernih seorang teknokrat yang telah teruji, sehingga dipastikan Pandai memainkan peran konstitusionalnya sebagai wapres, yang Pusat perhatian pada menata negara, membangun sistem yang kuat, dan memperbaiki tatanan birokrasi yang Eksis. Jangan lupa, selain berfondasikan pengetahuan sebagai Ahli tata negara, YIM juga telah bertahun-tahun memimpin partai politik. Apalagi YIM pun teruji sebagai seorang teknokrat yang berpengalaman mendampingi setidaknya lima presiden sejak Presiden Soeharto hingga SBY.
Dalam hubungannya dengan memelihara solidaritas nasional, YIM juga mewakili dan Pandai menjadi ikon wakil luar Jawa serta simbol kalangan Muslim modernis. Kondisi politik nasional terakhir, yang seolah meniadakan peran (Anggota) luar Jawa dalam pendirian dan pembangunan negeri ini, harus segera dihilangkan. Apalagi bila dihubungkan dengan urusan menghamparkan karpet merah terhadap investasi asing Ketika ini Ketika pemerintah cenderung mengabaikan perasaan Tertentu antara Anggota dengan tanah tempat ia hidup dan menghidupi selama ini. YIM, dengan demikian menjadi semacam penanda kuat dari Prabowo, bahwa ia dan koalisi sama sekali tak hendak melupakan luar Jawa yang Mempunyai keagungan Definisi.
Pemilihan YIM sebagai bacawapres oleh KIM akan menjadi bukti bahwa KIM sama sekali tak Mempunyai semangat meneruskan sisi Jawa sentris, sesuatu yang merupakan hal sensitif dalam pembangunan nasionalisme bangsa. Bila merujuk persamaan dengan tokoh bangsa di masa Lampau, YIM Pandai diibaratkan Sutan Sjahrir, tokoh asal Sumatra yang sempat menjadi perdana menteri dan banyak dalam diplomasi Indonesia di arena Dunia. Begitu pula YIM. Sukar Buat menafikkan YIM sebagai seorang negarawan, intelektual, dan politisi yang ikut menyusun berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, memimpin delegasi Indonesia ke berbagai pertemuan Dunia, serta pernah menjadi Presiden Asia-Africa Absah Consultative Organization yang berkedudukan di New Delhi.
Pada sisinya sebagai representasi Muslim, YIM ialah sosok politikus Islam moderat yang diterima Seluruh golongan. Meski dikenal sebagai Muslim modernis dalam taksonomi seorang Indonesianis, YIM Mempunyai sisi hereditas Muslim tradisional-kuktural. Almarhum mantan Presiden RI, Gus Dur, tokoh paling representatif bagi Islam tradisional, pernah mengatakan bahwa kakek YIM ialah seorang ulama NU. Karena itu wajar bila YIM akrab dengan amalan-amalan keagamaan yang dipraktikkan kalangan Nahdlatul Ulama. YIM juga disebut Gus Dur akrab dengan keluarga Hadratusyeikh Hasyim Asy’ari, mulai dari Pak Ud, Gus Dur, serta Gus Solah.

