Mengkritik Pemerintah

MENKO Polhukam bicara tentang kritik. Katanya, pemerintah sama sekali Tak antikritik. Kritik saja keras-keras.

Indonesia negara demokrasi. Seluruh orang boleh melontarkan kritik. Kerabat boleh bicara apa saja, ucapnya. Akan tetapi, Apabila pemerintah menjawab kritik dengan data, jangan dibilang antikritik.

Sesungguhnya banyak pengkritik pemerintah, di antaranya Eksis mantan menteri, mantan sekretaris kementerian, dan mantan dosen. Kritik tak hanya ditujukan kepada pemerintah, tetapi juga Tertentu kepada Presiden Jokowi.

Eksis pengkritik yang di matanya Seluruh yang dilakukan pemerintah jelek. Tak Eksis yang bagus. Kritik umumnya disampaikan melalui media sosial.

Ini Teladan kritik mantan menteri melalui Twitter. ‘Mau dibawa ke mana RI? Surat utang bunganya semakin mahal. Demi bayar Kembang utang saja, harus ngutang Tengah. Makin parah. Makanya mulai ganti strategi jadi ‘pengemis utang bilateral’ dari satu negara ke negara lain, itu pun dapatnya recehan. Itu yg bikin shock’.

Kritik itu ditanggapi di platform yang sama: ‘Cocok deh bapak jadi presiden, Niscaya kalau bapak jadi presiden RI gak Eksis utang luar negeri Seluruh rakyat sejahtera. Ayo pak maju jadi presiden. Jangan Argumen saya gak mau karena bla bla bla’.

Di Twitter, mantan dosen menulis: ‘Pakaian adat dengan kelakuan biadab. Ya, bernilai sampah’. Cicitan itu dijawab: ‘Saya Tak benci Jokowi, benci itu urusan pribadi, orang yang membenci itu mentalnya rusak! Tapi sekarang tweet Anda kepada presiden Jokowi bukan mengkritik kebijakannya, tapi mengkritik kepribadiannya. Pusat perhatian saja sebagai oposisi dalam kebijakannya’.

Cek Artikel:  Mimpi kian tidak Terbeli

Tanggapan lain: ‘Memang tweet Anda Tak tertuju langsung ke orangnya, tapi orang yang Tak intelektual pun tau apa dan siapa yang Anda maksud dalam tweet’. Ia Lewat mengatakan agar tetap kritis terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Bukan terhadap pribadi Jokowi.

Demikianlah kritik mantan menteri dan mantan dosen itu mendapat tanggapan kritis juga di Twitter. Satu penanggap menantang sang mantan menteri Demi menjadi presiden. Ide bagus, tapi adakah partai yang percaya Demi mengusungnya?

Penanggap yang kedua dapat membedakan mana urusan pribadi, mana urusan kebijakan. Dia malah menganjurkan sebagai oposisi Pusat perhatian saja terhadap kebijakan. Sebuah anjuran yang menunjukkan dirinya lebih cerdas daripada sang mantan dosen.

Cek Artikel:  Harga Kejujuran

Pengkritik itu Lagi Lanjut mengkritik pemerintah maupun Jokowi hingga Demi ini. Mereka Tak ditangkap polisi. Mereka bebas berpikir, bebas berpendapat, bebas bersuara. Orang pun bebas berpikir dan bebas pula menanggapinya.

Pemerintah Jernih perlu dikritik. Kontrol diperlukan agar yang berkuasa Tak nyeleweng, Tak menyimpang. Terlebih kini tak terdengar Tengah ‘Bunyi-Bunyi keras’ di DPR.

Mayoritas di DPR ialah partai pendukung pemerintah. Partainya punya menteri di kabinet. Itu Seluruh diperlukan demi tegaknya pemerintahan yang kuat, berhadapan DPR yang terlalu kuat–akibat reformasi.

Salah satu produk reformasi yang kebablasan ialah bukan hanya parlemen terlalu kuat, melainkan juga dapat ‘seenaknya’ terhadap pemerintah. Itu sebabnya Presiden perlu dan Krusial membangun koalisi mayoritas di DPR. Akan tetapi, pemerintah yang kuat pun dapat ‘kebablasan kebijakannya’ bila Tak dikontrol. Tanpa kontrol, tanpa dikritik, di dalam berkuasa orang kiranya mudah menyalahgunakan kekuasaan.

Cek Artikel:  Pertimbangan Hukum MK

Tengah pula demokrasi dapat Tewas dengan sendirinya tanpa kritik. Di alam demokrasi, pemerintah yang jujur tentu suka akan kritik yang keras dan miring sekalipun.

Mungkin Anda Menyukai