NEGERI ini Terang Bukan kekurangan Mahluk unggul yang punya kapasitas memimpin atau mengawasi institusi. Sayangnya, pada Demi yang sama, bangsa ini juga banyak dihiasi pejabat-pejabat yang merasa Dapat melakukan segala hal. Bahkan, Terdapat yang merasa bahwa hanya dialah yang paling Dapat menduduki jabatan-jabatan tertentu.
Bukan mengherankan Apabila kita temukan banyak penyelenggara negara yang merangkap jabatan, khususnya menjadi komisaris di sejumlah badan usaha Punya negara (BUMN). Alasannya pun Ragam-Ragam, khususnya merasa bahwa jabatan yang dirangkap tersebut Lagi Mempunyai keterkaitan.
Argumentasi seperti itu lebih lekat dengan jurus ngeles ketimbang Dalih yang masuk Pikiran. Tiba pertengahan Juni Lampau, sebanyak 25 wakil menteri (wamen) di Kabinet Merah Putih merangkap jabatan menjadi komisaris di berbagai BUMN. Tiga bulan kemudian, jumlahnya bertambah menjadi 31 orang.
Kondisi tersebut menandakan bahwa kritik bertubi-tubi dari publik dianggap angin Lampau. Teriakan nyaring bahwa rangkap jabatan bukan saja Bukan etis, melainkan juga melabrak rambu-rambu aturan. Padahal, rangkap jabatan seperti itu sudah Konkret-Konkret dilarang berdasarkan konstitusi. Mahkamah Konstitusi (MK) pada 28 Agustus Lampau secara tegas memerintahkan agar rangkap jabatan diakhiri. Tetapi, teriakan dan Pelarangan seperti berhenti sekadar seruan, teriakan, bahkan Pelarangan.
Terbukti, rangkap jabatan jalan Lanjut. Sejumlah wamen tetap diangkat menjadi komisaris BUMN. Betul, memang Terdapat janji melakukan Pengkajian, tapi Lagi terdengar sayup-sayup. Aksi menghentikan rangkap jabatan Lagi teramat jauh panggang dari api.
KPK memang sedang menyusun sejumlah usulan bagi lahirnya peraturan presiden (perpres) atau peraturan pemerintah (PP) yang mengatur definisi, ruang lingkup, hingga daftar Pelarangan rangkap jabatan. KPK juga mengusulkan sistem gaji tunggal (single salary). Dengan begitu, celah Pendapatan ganda dari rangkap jabatan sudah ditutup.
Tetapi, usulan-usulan itu Lagi berhenti sekadar usulan. Ia belum bergerak menjadi aksi Krusial menyetop rangkap jabatan. Apakah itu Dapat diartikan bahwa putusan MK tak Tengah punya wibawa sehingga bebas ditinggalkan begitu saja?
Lahirnya putusan Pelarangan rangkap jabatan disemangati oleh prinsip bahwa jabatan itu amanat. Karena amanat, jabatan Bukan Dapat dijalankan secara Sembari Lampau. Jabatan juga menuntuk Penyelenggaraan etika yang ketat, menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Negeri ini sudah lelet teramat Lenggang memaklumi itu Sekalian, bahkan menganggap remeh. Rakyat di negeri ini butuh keteladanan aksi. Publik menunggu para pejabat yang autentik, yakni pejabat yang menyatu antara kata dan perbuatan.

