Menghadang Senjakala Demokrasi

KUALITAS demokrasi di negeri ini Lanjut mengalami kemerosotan. Laporan terbaru dari Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan tren penurunan kualitas demokrasi Tetap berlanjut.

Skor indeks demokrasi Indonesia tercatat hanya 6,44 dari skala tertinggi 10, sebuah penurunan signifikan dari skor tahun Lewat yang mencapai 6,53. Akibatnya, posisi Indonesia dalam pemeringkatan Mendunia anjlok ke urutan 59, dari sebelumnya di posisi 56 pada 2023.

Indonesia Tetap berada dalam kategori demokrasi cacat (flawed democracy). Sebuah label yang menunjukkan bahwa meskipun Indonesia Tetap Mempunyai mekanisme demokrasi, kualitasnya semakin merosot dan rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan.

Posisi Indonesia di kategori demokrasi cacat telah bertahan setidaknya dalam beberapa tahun terakhir. Selama itu pula, skor indeks demokrasi Indonesia Lanjut menurun. Pada 2021 Indonesia berada di peringkat ke-52. Tahun-tahun berikutnya turun ke posisi 54 (2022) dan posisi 56 (2023). Kini bahkan jeblok Kembali ke urutan 59.

Cek Artikel:  Mengembalikan Muruah Penjaga Konstitusi

Dalam laporan tahun ini, dari lima dimensi yang diukur, skor terendah Eksis pada ranah kultur politik dan kebebasan sipil. EIU menyoroti tren politik dinasti yang semakin menguat di Indonesia sebagai salah satu Unsur Istimewa yang berkontribusi pada kemunduran demokrasi.

EIU mengungkapkan bahwa fenomena ini semakin merusak prinsip demokrasi perwakilan, melemahkan akuntabilitas institusional, serta memperburuk ketegangan sosial. EIU juga menyoroti kemenangan Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 yang disokong pendahulunya, Joko Widodo, telah meningkatkan ketakutan akan pemusatan kekuasaan serta kurangnya pengawasaan dan keseimbangan.

Selain itu, EIU menyebut putusan MK yang memberi jalan Gibran Rakabuming Raka menjadi wakil presiden telah merusak independensi peradilan.

Cek Artikel:  Sudahi Mengejar Mahkamah Konstitusi

Politik dinasti dan pengingkaran konstitusi itu kini telah mencapai titik nadir dari Sekalian tanda kemunduran demokrasi yang secara konsisten muncul setiap tahun. Kalau iklim ini Lanjut dibiarkan, tentu demokrasi di bumi pertiwi akan menuju senjakala.

Buruknya kebebasan sipil di Indonesia memang terasa di ruang publik. Insiden pelarangan atau penyensoran karya-karya seni yang bernada kritik, mulai dari musik hingga lukisan, adalah Misalnya Konkret dari luruhnya kebebasan sipil. Belum Kembali tindakan aparat penegak hukum yang brutal sehingga mengekang kebebasan individu.

Situasi ini menjadi pekerjaan yang mesti jadi prioritas pemerintahan Prabowo Subianto. Kalau masalah itu Kagak tertangani, Dapat dipastikan negeri ini terperosok lebih jauh ke dalam masalah akuntabilitas dan kelemahan institusi.

Tetapi, Memperhatikan pola kebijakan dan politik legislasi pemerintah dan parlemen, rasanya sulit bagi rakyat berharap indeks demokrasi bakal segera Terbangun. Pemusatan koalisi pendukung pemerintahan di parlemen akan mengerdilkan fungsi check and balances.

Belum Kembali politik legislasi yang mencoba Buat memperluas corak militeristik di pemerintahan akan sangat berpengaruh pada tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Revisi Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Polri yang membawa agenda Buat memperluas jabatan militer di ranah sipil, diprediksi bakal membawa mendung pada iklim demokrasi.

Cek Artikel:  Berebut Rumput Stadion JIS

Karena itulah, kita menggantungkan Cita-cita kepada para pejuang demokrasi. Hanya merekalah yang Dapat kita percaya dan harapkan Buat bekerja keras memperbaiki mekanisme checks and balances serta memperkuat perlindungan terhadap kebebasan sipil. Ini tantangan yang tak mudah, tapi harus diupayakan sungguh-sungguh demi menghadang senjakala demokrasi di Indonesia.

 

Mungkin Anda Menyukai