Menggemaskan-Menggemaskan Mobil Dinas

HEBOH soal mobil dinas sudah menjadi tabiat lima tahunan KPU. Mobil dinas menjadi sorotan dan rebutan sejak KPU dibentuk pertama kali.

Ketika pertama dibentuk pada 10 Maret 1999, belum apa-apa, mereka sudah ribut soal fasilitas mobil dan besarnya honor. Setelah soal itu usai, muncul lagi penyakit-penyakit lain sekitar komisi proyek. Perjalanan KPU diwarnai catatan kelam mulai korupsi hingga kasus asusila.

KPU menggantikan keberadaan Lembaga Pemilihan Biasa (LPU). Tetapi, orang-orang yang duduk di lembaga terhormat itu, setelah 25 tahun berlalu, tak kunjung mampu membuktikan kehormatan mereka. Mereka terhanyut dalam kemewahan fasilitas seperti mobil dinas.

Cerita mobil dinas kali ini agak berbeda. Sebelum-sebelumnya, heboh mobil dinas terjadi sesaat setelah komisioner baru dilantik. Personil KPU periode 2022-2027 dilantik pada 12 April 2022. Dua tahun kemudian, tepatnya pada Juli 2024, baru muncul kontroversi mobil dinas anggota KPU.

Pengungkit kehebohan ialah cicitan Prof Mahfud MD pada Minggu (7/7). Kata Mahfud, publik terus dibuat kaget pascaputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebab beredar rumor fasilitas yang dimiliki anggota KPU cenderung berlebihan, di antaranya tiga mobil dinas, penyewaan jet untuk dinas, dan fasilitas asusila jika berkunjung ke daerah. ”DPR dan pemerintah perlu bertindak, tidak diam,” ujarnya dalam cicitan tersebut.

Cek Artikel:  Komodo Gemuk Rakyat Stunting

Putusan DKPP ialah menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Hasyim Asy’ari dari jabatan ketua dan keanggotaan KPU. Dalam putusan etik itu terkuak fasilitas yang diberikan kepada komisioner KPU yang dinilai berlebihan.

Jauh sebelum cicitan Mahfud, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat, Rezka Oktoberia, menyoroti fasilitas yang didapat komisioner KPU. Ia menyoroti hal itu dalam rapat kerja evaluasi penyelenggara pemilu di Gedung DPR, Jakarta, pada 15 Mei 2024.

Ketika itu Rezka menyinggung soal rumah dinas dan mobil komisioner KPU yang menurutnya berlebihan. Ia mempersoalkan penyewaan apartemen untuk komisioner KPU, padahal sudah diberi rumah dinas. Rezka juga menyinggung tiga mobil dinas milik komisioner KPU. Menurut dia, tidak masuk akal seorang komisioner KPU bisa mendapat tiga mobil sekaligus. Terlebih, khusus Ketua KPU Hasyim Asy’ari mendapat empat mobil dinas.

Ketika itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari tidak memberikan tanggapan atas pernyataan Rezka. Ia hanya memastikan akan segera memberikan jawaban berupa keterangan secara tertulis kepada Komisi II DPR.

Satu bulan kemudian, dalam rapat dengar pendapat dengan KPU pada 10 Juni 2024, Rezka mengungkapkan kekecewaannya karena KPU tidak pernah memberikan jawaban yang memuaskan ketika ditanya soal dugaan pemborosan anggaran. “Jawaban yang sudah dibuat tertulis oleh KPU dan Bawaslu, semua normatif. Belum bisa dijawab. Termasuk pertanyaan saya, yang saya pertanyakan terkait mobil dinas dan rumah, itu juga termasuk di dalam anggaran,” katanya.

Cek Artikel:  Terima Kasih Mario

Pelaksana Tugas Ketua KPU Mochammad Afifuddin dalam penjelasan resminya memastikan anggota lembaga penyelenggara pemilu itu hanya difasilitasi dua mobil untuk kendaraan operasional kedinasan. “Yang pasti, sih, mobil dinas (ada) dua, satunya mobil lama yang tidak semuanya dipakai,” katanya, Senin (8/7).

Harus jujur diakui bahwa heboh soal mobil dinas komisioner KPU kali ini, meminjam istilah Denny JA, ‘hanya letupan dari kerinduan publik kepada asketisme politik yang memang sudah lama hilang dalam dunia pejabat publik di Indonesia’.

Asketisme politik menjadi keutamaan laku para pejabat publik untuk menjalankan aktivitas berpolitik berdasarkan prinsip kesederhanaan dan etik. Fasilitas dinas digunakan semata-mata untuk berkhidmat bagi kemaslahatan rakyat.

Publik telanjur berekspektasi setinggi gunung kepada komisioner KPU dari waktu ke waktu meski realitasnya tidak mencapai sekaki bukit. Biasanya anggota KPU dulunya ialah orang-orang yang gemar hidup sederhana karena mereka berlatar belakang akademisi, aktivis LSM, dan pegiat kepemiluan. Setelah menjabat, malah mereka doyan memanfaatkan fasilitas negara.

Cek Artikel:  Desakralisasi Jokowi

Kelakuan membeli mobil baru dan memiliki mobil dinas lebih dari satu menunjukkan elite bangsa ini mempunyai kebiasaan buruk. Taatp kali ditetapkan sebagai pejabat, yang pertama diurus ialah kepentingan diri sendiri. Bukan melayani publik.

Lebih dari itu, pejabat juga tidak terbiasa dengan asas manfaat. Penghargaan pada sarana bukan berdasarkan kegunaan, melainkan pada kebaruan dan kuantitas. Meski masih bermanfaat, para pejabat membutuhkan fasilitas yang baru dan banyak sebagai pertanda pejabat baru yang berbeda dengan sebelumnya.

Orang-orang di KPU berperilaku sedemikian rupa sehingga lembaga terhormat itu berubah menjadi komisi lucu-lucu. Disebut lucu-lucu karena pada waktu bersamaan memiliki rumah dinas sekaligus menyewa apartemen dengan uang negara. Mobil dinas pun tak cukup satu, harus sampai tiga.

Publik sebenarnya sedang menyaksikan kekalahan sebuah etika politik. Enggaklah mengherankan jika Mahfud berpendapat bahwa enam anggota KPU yang tersisa tidak layak menjadi penyelenggara pemilihan kepala daerah. Pergantian semua anggota KPU perlu dipertimbangkan tanpa harus menunda pilkada dan membatalkan hasil pemilu.

Semakin lucu KPU jika semua komisioner diganti sebelum waktunya. Kewajiban semua pihak, terutama komisioner, untuk menjaga martabat penyelenggara pemilu sehingga tidak menjadi komisi lucu-lucu.

Mungkin Anda Menyukai