DENGAN penuh semangat Presiden Joko Widodo meluncurkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) periode 2025 hingga 2045. Peta jalan (road map) ini akan menjadi pedoman dan haluan pemerintah untuk menuju Indonesia Emas 2045, negara Nusantara berdaulat, maju dan berkelanjutan. “Saya ingin berbagi visi, berbagi mimpi besar, berbagi cita-cita besar bangsa ini. Tadi dalam perjalanan saya dari istana ke tempat ini, saya membayangkan akan jadi apa Indonesia ini pada 100 tahun kemerdekaannya, yaitu pada 2045, ” kata Jokowi.
Peluncuran RPJPN 2025-2045 berlangsung di Djakarta Theater, Kamis (15/6). Acara ini dihadiri pula oleh sejumlah menteri, kepala daerah, dan generasi milenial berprestasi yang hadir secara daring. Dalam acara tersebut, Presiden ke-7 RI ini menekankan bahwa pedoman itu, RPJPN, sangat dibutuhkan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju yang kuat di bidang transisi energi, infrastruktur hijau, dan pembangunan Ibu Kota Nusantara.
RPJPN 2025-2045 ialah peta jalan untuk membangun Indonesia dengan memanfaatkan bonus demografi. Jokowi menyampaikan, pada 2030, Indonesia akan mencapai puncak demografi. Sebanyak 68,3% penduduk Indonesia pada usia produktif. Kondisi ini hanya satu kali terjadi dalam peradaban sebuah negara.
Menurutnya, Indonesia diprediksi mencapai pendapatan per kapita US$23 ribu hingga US$30.300. Buat itu, menurut Presiden, dibutuhkan rencana, visi, dan strategi taktis untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Jokowi menegaskan tiga fokus utama untuk mencapai Indonesia Emas. Pertama, stabilitas negara harus terjaga. Kedua, hilirisasi industri serta pembangunan IKN harus tetap berjalan. Ketiga, pemerintah harus meningkatkan kemampuan SDM yang mampu bersaing secara nasional dan global.
Waktu untuk mencapai Indonesia Emas tidak lama lagi, sekitar 20 tahun lagi. Karena itu, tanpa usaha keras untuk mewajudkannya akan sia-sia. Indonesia Emas hanya akan menjadi angan-angan alias indah di atas kertas. Hal ini terkait kita menyiapkan generasi Z dan milenial untuk menghadapi masa depan yang tak mudah, penuh tantangan.
Era kini disebut pula VUCA, yakni volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity. Definisinya, perkembangan dunia yang terus berubah dan bergejolak, tanpa kepastian, rumit, dan membingungkan. Istilah ini sebenarnya sudah lama diciptakan oleh pakar ilmu bisnis dan kepemimpinan dari Amerika bernama Warren Bennis dan Burt Nanus pada 1987. Tetapi, istilah itu masih relevan untuk menggambarkan karakter dunia yang terus berubah dengan gelombang perubahan yang terkadang sulit diprediksi.
Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030, yakni masa yang penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar jika dibanding dengan usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Stagnantik (BPS), jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 275,77 juta jiwa, yang menurut usianya, 69,25% penduduk Indonesia berada di jenjang usia 15-64 tahun dan sebanyak 24% penduduk berusia 0-14 tahun.
Melimpahnya sumber daya manusia di masa yang akan datang bisa mendatangkan dua hal, yakni berkah atau musibah. Menjadi berkah apabila mereka memiliki kompetensi, skill (hard skill dan soft skill) yang dibutuhkan. Selain itu, ketersediaan lapangan kerja untuk mereka. Sebaliknya, SDM yang melimpah akan menjadi musibah bila SDM tersebut tidak mampu menjawab kebutuhan zaman.
Generasi muda produktif, inovatif, dan mampu berpikir kritis (critical thingking) dalam puncak demografi ialah tangga menuju Indonesia Emas 2045. Tetapi demikian, selain menyiapkan SDM yang mumpuni, kebijakan pemerintah jangan meningggalkan wasiat founding fathers Bung Karno yang dikenal dengan Trisakti, yakni berdikari bidang ekonomi, berdaulat (merdeka) bidang politik, dan berkepribadian bidang kebudayaan.
Berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri dalam bidang ekonomi ialah menghentikan ketergantungan kepada negara lain. Kini, Indonesia masih mengimpor sekitar 15 komoditas, seperti beras, gula, kedelai, garam, dan sebagainya. Padahal, Indonesia ialah tanah yang subur, seperti lagu ‘tongkat kayu dan batu jadi tanaman’. Selain itu, kebijakan pemerintah juga harus memiliki keberpihakan kepada produk dalam negeri dan UMKM.
Hingga saat ini, negeri ini masih dibanjiri oleh produk baju bekas. Meski dianggap ilegal impor pakaian bekas tersebut, faktanya kegiatan ilegal itu masih tetap berlangsung. Data BPS mencatat, impor pakaian bekas Indonesia mencapai 26,22 ton dengan nilai US$272.146 pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 230,40% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 7,94 ton dengan nilai US$44.136.
Ekonom India yang juga peraih Nobel ekonomi pada 1998, Amartya Sen, mengatakan, “Poverty is not just a lack of money, it is not having the capability to realize one’s full potential as a human being.” Menurut Sen, kemiskinan bukanlah soal tingkat pendapatan yang rendah, tetapi harus dilihat sebagai ketiadaan akses untuk memenuhi potensi seutuhnya sebagai manusia, seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Tabik!