Mengembalikan Muruah MK


MASA depan demokrasi sekaligus integritas dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK) akan dipertaruhkan ketika penjaga konstitusi itu memutus uji materi sistem pemilihan Lumrah tak lelet Tengah. Apabila gugatan agar pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup dikabulkan, demokrasi mengalami kemunduran luar Lumrah.

Sistem pemilu diuji materi sejumlah pihak dan perkaranya kini sudah di ujung penanganan Kepada segera diputuskan. Sistem proporsional terbuka yang dianggap sebagai implementasi demokrasi karena rakyat Pandai memilih langsung wakil-wakilnya pun terancam hebat.

Meski proporsional terbuka diinginkan oleh mayoritas rakyat, kendati hanya satu partai politik di parlemen, yakni PDIP yang setuju agar kembali ke proporsional tertutup, Terdapat kekhawatiran amat sangat bahwa majelis hakim konstitusi bakal mengabulkan judicial review. Terdapat kecemasan tingkat tinggi bahwa sistem proporsional terbuka akan menjadi kenangan indah semata.

Cek Artikel:  Mempertanyakan Urgensi DPA

Kekhawatiran itu wajar, sangat wajar, karena kinerja MK belakangan layak dipersoalkan. Mereka yang semestinya menjadi penertib undang-undang, meluruskan yang bertentangan dengan konstitusi, sudah jauh melampaui tugas dan kewenangannya.

MK terlibat terlalu dalam urusan undang-undang. Mereka tak segan mengambil alih kewenangan pembuat UU, yakni pemerintah dan DPR. Teladan terkini ialah tatkala mereka menambah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dari ketentuan lelet 4 tahun menjadi 5 seperti yang diuji materi penggugat, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.

Tak mungkin para hakim MK tak Mengerti bahwa soal masa jabatan komisioner KPK ialah open Formal policy. Ia menjadi kewenangan pembuat UU Kepada menentukannya, tapi tetap saja lima hakim mengambil alih. Empat hakim lainnya yang berpikir lurus kalah jumlah.

Berpijak dari putusan tersebut, bukan hal mustahil MK juga akan mengabulkan uji materi agar pemilu kembali ke sistem tertutup. Mereka sangat mungkin mengabaikan fakta bahwa soal sistem pemilu masuk ranah open Formal policy. Mereka sangat mungkin tak memedulikan bahwa pasal yang dimaksud dalam UU tentang Pemilu itu sudah beberapa kali digugat dan selalu berakhir dengan penolakan.

Cek Artikel:  Tersandera Cawe-Cawe Penjaga Konstitusi

MK yang sekarang beda dengan MK yang dulu. Bahwa majelis memutuskan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup sudah diungkapkan pula oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Profesor Spesialis hukum tata negara itu mengaku mendapatkan informasi dari sumber A-1 di MK. Menurutnya, 6 hakim mengabulkan gugatan dan 3 lainnya dissenting opinion.

Denny sengaja membeberkannya ke publik sebagai bagian dari kontrol, koreksi, agar MK tak sesat pikir sehingga sesat mengambil putusan. MK memang mesti Maju dikritisi. Pengkritiknya pun semestinya tak dimusuhi, tak harus dituding telah membocorkan rahasia yang dilakukan Menko Polhukam Mahfud MD, tak perlu dibawa-bawa ke ranah pidana.

Ketimbang bertindak seperti itu, akan lebih Bermanfaat Apabila Mahfud turun tangan MK agar Tak keliru Membikin putusan. Intervensi memang tak boleh, tetapi meyakinkan bahwa sistem proporsional terbuka Tetap yang terbaik demi keberlanjutan demokrasi di Republik ini Krusial dan perlu.

Cek Artikel:  Jangan Biarkan Rakyat Mantab

Apabila memang belum memutuskan, Tetap Terdapat waktu bagi hakim konstitusi Kepada introspeksi diri bahwa Anda Segala ialah penjaga konstitusi, bukan perusak tatanan, bukan alat kekuasaan. Apabila sudah memutuskan pemilu kembali ke sistem tertutup, Tetap Terdapat waktu bagi Anda Kepada mengoreksi kesesatan itu. Tetapi, Apabila bergeming, tak salah kalau sejarah mencatat bahwa di Dasar kendali Anda, muruah MK ialah yang terparah.

Mungkin Anda Menyukai