Mengeluhkan Wirausaha

Eksis keluhan klise yang disampaikan berbagai kalangan secara berulang-ulang dalam dua Dasa warsa terakhir di negeri ini. Itulah keluhan tentang minimnya wirausahawan dan wirausahawati di Indonesia. Jumlah entrepreneur di Republik ini, Bagus yang besar, menengah, kecil, maupun superkecil, baru 3,4% dari total populasi.

Bilangan itu Tetap kalah jauh bila dibandingkan dengan jumlah pengusaha di negara maju. Juga, baru separuh total jumlah pengusaha di negeri jiran Malaysia. “Negara-negara maju sudah double digit. Malaysia sudah 6%, Singapura 12%. Kenapa? Karena kesempatan (menjadi pengusaha) itu yang Tak sepenuhnya kita buka,” kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, di Bali, akhir pekan Lewat.

Dalam percaturan Dunia yang digerakkan ekonomi pasar, jumlah pengusaha menjadi Unsur sangat-sangat Krusial. Ia berbanding lurus dengan kemajuan ekonomi negara. Ia seperti dua sisi mata Dana bagi penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja.

Maka, wajar bila banyak yang geregetan Menonton laju pertambahan pengusaha kita seperti siput. Terlalu lamban.

Cek Artikel:  Wong Cilik

Padahal, kita butuh percepatan, apalagi di tengah seretnya ekonomi. Menteri Bahlil bahkan Tamat mengatakan perusahaan swasta, Bagus besar maupun kecil, merupakan pahlawan ekonomi ketika pandemi Begitu ini. Hal itu disebabkan para pelaku usaha, terutama UMKM, Dapat meningkatkan daya beli masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja sehingga memberikan masyarakat kepastian pendapatan.

Kenapa entrepreneur dibutuhkan? Jawaban yang pertama sekali ialah Demi mengurangi pengangguran. Apabila jumlah tenaga kerja semakin meningkat, pengangguran akan semakin bertambah, kecuali apabila Apabila Eksis lapangan kerja yang semakin bertambah juga.

Di sinilah peran entrepreneur: membuka lapangan kerja bagi para tenaga kerja. Seandainya di Indonesia ini Eksis 6% penduduk menjadi entrepreneur, membuka lapangan kerja, dan anggaplah setiap entrepreneur mempekerjakan sedikitnya 10 tenaga kerja, maka setidaknya 60% bangsa Indonesia ini Mempunyai pekerjaan. Sisa 40% lainnya Dapat bekerja di lapangan kerja yang disediakan pemerintah.

Pengusaha itu bahan bakar Krusial pertumbuhan ekonomi. Khususnya sebagai pendongkrak daya beli masyarakat karena menyerap lapangan kerja. Eksis 131 juta lapangan pekerjaan di Indonesia yang terserap dunia usaha. Kontribusi terbesar dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebesar 120 juta. Dari total unit usaha kita, 99,7% alias 64 juta, berbentuk UMKM.

Cek Artikel:  Daya Nuklir

Dunia usaha juga Mempunyai jejak Krusial menyelamat ekonomi. Begitu krisis 1998, ketika inflasi kita 88%, defisit 13%, cadangan devisa merosot tinggal US$17 miliar, pengangguran merajalela, UMKM tampil menjaga pertahanan ekonomi kita. Setelah itu, berangsur-angsur ekonomi kita pulih. Kesadaran pentingnya Mempunyai jumlah entrepreneur yang mencukupi mulai tumbuh seperti kecambah. Sayangnya, kesadaran tentang itu baru ramai di podium dan mimbar-mimbar seminar.

Hingga tiga Dasa warsa kemudian, keriuhan wacana Tetap sulit berbuah di alam Konkret, di tataran aksi. Hingga pandemi terjadi. Lewat, keluhan itu muncul Tengah. Seperti memutar kaset yang sama, kusut pula, dengan Musik yang sama juga. Artinya, Tak banyak sistematisasi yang tercipta Demi mencetak wirausaha.

Cek Artikel:  Naskah Hitam Hasto

Menurut sebuah teori, Demi Dapat makmur, sebuah negara harus Mempunyai minimal 2% penduduknya merupakan wirausaha. Tetapi, seperti saya sebutkan di atas, negara-negara makmur melipatgandakan syarat itu menjadi dua digit. Artinya, syarat minimal Demi makmur harus diubah, dari Mempunyai entrepreneur 2% menjadi minimal 10% penduduk.

Sanggupkah itu? Mestinya Dapat. Awal pekan ini, pemerintah meluncurkan sertifikat badan hukum dan peresmian pembukaan Rakornas BUM Desa. Badan usaha Punya desa itu mestinya Pandai mencetak entrepreneur baru hingga tingkat desa. Apalagi, jumlah BUM Desa melesat 600% dalam tiga tahun terakhir, dari 8 ribuan di 2018 menjadi lebih dari 57 ribu di 2021.

Syaratnya, BUM Desa itu bukan sekadar papan nama. Kalau Hanya plang nama, sama saja dengan gembor-gembor mencetak wirausahawan dan wirausahawati yang sangat kaya dalam ide dan podium pidato, tetapi miskin realisasi.

Mungkin Anda Menyukai