SETELAH lama dinilai tidak bernyali, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Pusat mulai unjuk keberanian. Mereka memutuskan ada pelanggaran hukum dalam kasus bagi-bagi susu di car free day (CFD) Jakarta oleh cawapres Gibran Rakabuming Raka. Ketegasan itu patut disambut positif tetapi belum cukup.
Keberanian Bawaslu Jakarta Pusat ditunjukkan pada Kamis (4/1) dengan menyatakan bahwa apa yang dilakukan Gibran merupakan aktivitas politik dan bentuk pelanggaran. Mereka pun merekomendasikan temuan itu kepada Bawaslu DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kelakuan Gibran disebut bertentangan dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 12/2016 tentang Penyelenggaraan Hari Bebas Kendaraan Bermotor. Karena pelanggaran putra Presiden Jokowi itu berada di level provinsi, penuntasannya pun di tangan Bawaslu dan Pemprov DKI. Kini, di tangan kedua institusi, pertaruhan bahwa negara memang tegas, berani, bernyali terhadap siapa pun, anak siapa saja, yang diduga melanggar bergantung.
Kepada Bawaslu Jakarta Pusat, kita mengapresiasi. Ketegasan seperti itulah yang semestinya diperlihatkan jauh-jauh hari. Keberanian seperti itu pula yang harus dipertontonkan untuk kasus-kasus pelanggaran pemilu lainnya. Pelanggaran yang belakangan kian terang-terangan, kecurangan yang dari hari ke hari justru makin telanjang.
Tetap banyak dugaan pelanggaran pemilu yang menunggu jawaban. Salah satu yang menjadi sorotan ialah kasus bagi-bagi uang oleh Gus Miftah di Pamekasan, Jawa Timur. Penceramah nyentrik itu diduga melakukan politik uang untuk memenangkan Prabowo Subianto-Gibran.
Gus Miftah boleh membantah. Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran sah-sah saja menyangkal. Akan tetapi, kasus seperti ini pantang ditutup dengan bantahan dan sangkalan. Ia harus diselesaikan dengan upaya penindakan oleh Bawaslu sebagai pengawas pemilu. Soal terbukti atau tidak adanya pelanggaran, itu urusan belakangan. Yang penting Bawaslu tegas, berani, bernyali, dan tentu saja meninggikan independensi. Dan, tanda-tanda ke arah keberanian itu juga mulai tampak ketika Bawaslu Pamekasan menyatakan bahwa aksi Gus Miftah itu diduga melanggar pidana pemilu.
Kasus pemberian dukungan oleh cawapres Gibran oleh belasan anggota Satpol PP Kabupaten Garut, Jawa Barat, juga menunggu penyelesaian. Mereka memang sudah mendapatkan sanksi administrasi dan hukuman disiplin, tetapi masih jauh dari cukup.
Undang-undang Pemilu tegas menggariskan bahwa aparatur sipil negara (ASN) harus netral. Maka dari itu, ASN yang berpihak harus tegas ditindak. Kita dukung Bawaslu Jabar yang sedang menangani kasus ini. Kita ingatkan agar mereka berani dan bernyali. Kita juga perlu ingatkan bahwa dugaan adanya pakta integritas Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan Kepala Badan Intelijen Daerah Brigjen TNI TSP Silaban untuk memenangkan capres Ganjar Pranowo belum jelas penuntasannya.
Politik uang dan ketidaknetralan ASN, TNI, dan Polri termasuk penyakit paling merusak kualitas pemilu. Tetap banyak penyakit-penyakit lain. Hingga 3 Januari 2024 saja, Bawaslu sudah menerima 704 laporan dari masyarakat dan mendapati 312 temuan dugaan pelanggaran pemilu. Tentu, laporan dan temuan itu tidak boleh cuma menyesaki memori komputer Bawaslu. Ia wajib dituntaskan setuntas-tuntasnya, setegas-tegasnya.
Sebagai wasit yang menentukan fair tidaknya pemilu, adil tidaknya kompetisi demokrasi, Bawaslu harus kita bantu. Ia juga mesti kita awasi, kita kawal, agar berani, bernyali, tidak goyang oleh intervensi sana sini, tidak putus asa pada tekanan penguasa.
Berulang kali kita suarakan di forum ini, pemilu hanya berkualitas jika pelaksanaannya berkelas. Pelanggaran adilnya ditindak, pantang dibiarkan. Jangan biarkan mereka yang punya kewenangan, yang didukung kekuasaan, berbuat semaunya.