Mengapa Terjadi Regresi Partisipasi Pemilih dalam Pilkada 2024

Mengapa Terjadi Regresi Partisipasi Pemilih  dalam Pilkada 2024?
(Dok. Pribadi)

DEMOKRASI merupakan sebuah pola yang akan menopang kehidupan rakyat kecil, melindungi kepentingan rakyat banyak, dan membatasi kekuasaan mereka yang memegang pemerintahan (Gaffar,1999). Kehadiran pemilihan yang kompetitif akan mengidentikkan bentuk negara yang menganut sistem politik demokratis. Syarat tersebut dipenuhi Kalau sejak awal proses pencalonan kepala daerah berjalan sebagaimana Asa rakyat banyak. Calon yang diusung dan disosialisasikan harus bersumber dari aspirasi rakyat konstituen.

Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU RI August Mellaz menyebutkan bahwa Nomor partisipasi pemilih di Pilkada 2024 sementara turun hingga di Rendah 70% (Rilis KPU, 29/11/24). Tentu, hal itu merupakan Berita Jelek pada skema penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang dihelat dalam tahun yang sama.

Bingham Powell (2000) mengatakan, mekanisme elektoral merupakan salah satu instrumen sangat Krusial dalam demokrasi. Alat Buat mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap calon yang akan dipilih dalam bentuk membubuhkan Bunyi di TPS. Dengan demikian, Kalau partisipasi rendah, dapat dikatakan bahwa kontestasi elektoral sedang mengalami permasalahan krusial terkait dengan mandat legitimasi rakyat.

Dalam kajian Santoso & Budhiati (2004), Penyelenggaraan Pemilu 1971 yang merupakan pemilu di era Orde Baru penuh masalah karena aspek yuridis pemilu di masa tersebut mengandung sejumlah masalah, misalnya mengenai susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPRD, juga tentang susunan badan penyelenggara pemilu.

Kalau menilik kondisi hari ini Tak jauh berbeda, bahwa regulasi mengenai penyelenggaraan pilkada yakni Undang-Undang (UU) 10/2016 Tak mengalami perubahan dan sudah mempunyai masalah sejak hasil Pengkajian Pilkada 2020, di mana pada 2021 wacana perubahan UU Pemilu dan Pilkada sudah digulirkan di Komisi II tapi Batal disepakati. Kondisi ini juga merupakan situasi yang sama ketika demokrasi Indonesia sedang mengalami tren regresi yang mengarah pada otoritarianisme (Eve & Muhtadi, 2021).

Agency, yang dimaknai sebagai elite pada pusat kekuasaan, menciptakan situasi keruh akibat hasrat politik. Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang Lewat syarat dramaturgi yang akhirnya mengantarkan kemenangan Prabowo-Gibran. Meski dengan partisipasi tinggi, upaya pengonsolidasian birokrasi melalui bansos, intervensi politik, dan maraknya politik Duit menjadi bagian dari brutalitas elektoral yang menjadi rekam sejarah pasca-25 tahun reformasi berjalan.

 

Teknis pindah memilih

Setidaknya, problem rendahnya Nomor partisipasi pemilih disumbang oleh kesiapan penyelenggara teknis, terutama dalam layanan pindah memilih. Peraturan KPU No 7 Tahun 2024 mengenai penyusunan daftar pemilih menerangkan bahwa masyarakat yang akan pindah memilih harus mendatangi PPS, PPK, atau KPU kabupaten/kota di daerah asal maupun tujuan, Buat mendapatkan formulir model A – Surat Pindah Memilih dengan membawa KTP/kartu keluarga dan bukti dukung Anda (Argumen pindah dari pejabat berwenang).

Cek Artikel:  Elegi Ekonomi Kelas Menengah

Platform dengan pendekatan aplikasi akan lebih mempermudah ketentuan tersebut. Dengan mobilitas Anggota yang cukup Elastis maka mengurus layanan tersebut menjadi bagian yang kurang taktis. Persyaratan ini tentu memerlukan Mekanisme pengurusan surat yang menyita waktu beberapa hari. Tak Seluruh pemilih sudi bersusah payah dalam hal pengurusan administratif tersebut.

UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Orang mengatur hak pilih dalam Pasal 43 yang berbunyi, ‘Setiap Anggota negara berhak Buat dipilih dan memilih dalam pemilihan Biasa berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan Bunyi yang langsung, Biasa, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan’. Dengan demikian, menegaskan memilih adalah sebuah hak, bukan kewajiban.

Pemilih Tak merasa bahwa ketika hadir di TPS Lewat memilih calon maka akan mendapatkan perubahan kesejahteraan daerah yang signifikan. Bahkan yang terjadi, kebijakan daerah melalui kepala daerah sebelumnya, misalnya, Tak Seluruh Pandai menunjukkan rekam jejak kinerja yang Bagus dan sesuai dengan janji pada masa kampanye. Situasi ini tentu Tak mudah bagi pemilih di tengah gempuran Nomor kemiskinan yang penurunannya hanya mencapai Nomor 1,37 juta orang.

Data Indef (2024) mengatakan bahwa selama pemerintahan Jokowi, penurunan penduduk miskin hanya berkurang tipis dari 2014 sebesar 10,96% atau 27,73 juta penduduk menjadi 9,57% atau sebanyak 26,36 juta di tahun 2022. Pemerintah pusat Tak Pandai Buat melakukan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.

JJ Rosseau (1964), seorang filsuf politik, mengatakan peradaban demokrasi hanya dapat tercapai dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan setara dalam hal mendapatkan paparan informasi pengetahuan yang layak. Dengan begitu, sangat tergambar bahwa kondisi ini berkaitan terkait rumitnya teknis pindah memilih dan Langkah pandang masyarakat yang cenderung mengabaikan, karena minimnya tingkat melek pengetahuan dalam menyalurkan hak pilih.

 

Pencalonan yang terkonsolidasi tanpa rakyat

Rakyat sebagai pemilih hendaknya mempunyai kekuasaan dan kapasitas Buat dapat mengakses apa yang harus mereka terima. Rakyat sebaiknya cukup banyak Pikiran dalam hal hadir pada bagian Krusial sistem politik, mengadvokasi kepentingan dasar mereka, dan memobilisasi dukungan secara luas. Merebaknya calon tunggal di 36 kabupaten/kota dan 1 provinsi penyelenggaraan Pilkada 2024 (detik.com, 16/9) menjadi pertanda rapuhnya kelembagaan partai politik sebagai institusi vital demokrasi. Hal ini tergambar dengan rendahnya partisipasi pemilih.

Cek Artikel:  Fenomena Pelacuran Intelektual dan Mafia Akademik

Bahkan, pilkada calon tunggal di Kota Pangkalpinang dimenangi kotak Hampa dengan Nomor partisipasi hanya mencapai 57% (liputan6.com, 29/11). Ini menjadi penanda bahwa masyarakat sebagai pemangku hajat demokrasi Tak Dapat mengusulkan, pun menitipkan aspirasi calon pemimpin kepada parpol. Pilihan tersebut realistis karena masyarakat kecewa dengan pemerintahan incumbent yang diusung koalisi parpol dengan Rival kotak Hampa tersebut.

Tinjauan Vedi R Hadiz (2022;4) menyebutkan bahwa kekuasaan yang diciptakan berbasis lokalitas Tak lain merupakan arena persaingan di antara berbagai kepentingan yang membentuk rezim-rezim ekonomi dan politik tertentu yang memengaruhi bagaimana kekayaan dan kekuasaan didistribusikan pada Distrik tersebut.

Kekuasaan, dalam hal ini pilkada, menemukan spektrum fungsi tersebut dalam hal pembagian lokalitas pengaruh, khususnya dalam meraup Bunyi pemilih. Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai pemenang mayoritas partai di parlemen, Tak sepenuhnya pasang badan sebagai pejuang aspirasi rakyat. Mereka Bahkan sedang memperbesar pengaruh dengan merangkul Rival politik Buat Berbarengan-sama membangun sebuah pandora kekuasaan dengan Predikat KIM Plus. DKI Jakarta menjadi bukti implementatif dari niat kuasa tersebut. Kekasih RK-Suswono didukung oleh 13 partai politik (Detik.com, 28/8) dan Pramono-Rano hanya didukung oleh PDI Perjuangan.

Pilkada Jakarta, yang dimenangi Pramono-Rano, seyogianya menjadi pelajaran Krusial bagi partai politik bahwa Tak sepenuhnya Eksis Hubungan yang selaras antara pilihan partai dan pilihan rakyat. Semoga hal ini Dapat mendorong partai Buat melakukan introspeksi. Karena, Kalau terdapat kesenjangan antara keinginan partai dan keinginan rakyat, siap-siaplah partai Buat ditinggalkan pemilih.

Studi Pepinsky dan Dettman (2022) menemukan Interaksi yang saling berpengaruh signifikan antara variabel demografi dan perilaku pemilih. Dalam hal ini DKI Jakarta dengan pemilih yang kritis dan rasional gaya khas perkotaan tentu mempunyai pertimbangan yang matang, bahkan Buat Tak menggunakan hak pilih. Partisipasi dengan Nomor 53,05% dan yang Tak memilih sebesar 46,95% (kumparan.com, 29/11) tentu menjadi pukulan berat. Kacung Marijan (2006;39) menganalisis bahwa pemilihan daerah tidaklah Pandai Buat selalu menghadirkan pemimpin yang berkualitas.

Tak sedikit para wakil rakyat di daerah melakukan pengingkaran terhadap aspirasi warganya. Misalnya, menangnya calon kepala daerah yang Tak Mempunyai partai atau hanya didukung oleh partai minoritas di DPRD. Hal itu sedikit mirip dengan konstelasi Pilgub DKI Jakarta dengan Nomor partisipasi yang cukup rendah. Ini karena pemilih DKI Jakarta boleh jadi menghendaki calon lain yang Tak diajukan parpol ataupun calon perseorangan.

Cek Artikel:  Daya Juang

Kalau RK-Suswono didukung oleh sebagian besar parpol pemenang pemilu, inilah bentuk konsensus elite. Masyarakat yang mengantarkan partai politik sebagai keterpilihan di masyarakat Bahkan dicampakkan begitu saja hanya karena kompromi elite sehingga mereka Tak menghadirkan wadah agregasi kepentingan. Menyodorkan dukungan politik yang bersifat borongan Bahkan memperburuk kontestasi demokrasi.

 

Redefinisi demokrasi

Memperhatikan fakta yang terjadi, memunculkan studi kontemporer bahwa demokrasi Bahkan menjadi fatamorgana sekaligus lipsync. Sistem yang sudah mempertimbangkan demokrasi sebagai alat dan tujuan, tercabik-cabik dengan dusta penguasa yang Bahkan mendahulukan kepentingan elite tertentu. Rendahnya Nomor partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 hendaknya menjadi momentum perbaikan, Kalau kita Lagi hendak mempertahankan sistem demokrasi.

Adam Prezworski (2024) pada Journal of Democracy menjelaskan, demokrasi diartikan sebagai sikap Anggota negara yang secara kolektif memutuskan oleh siapa dan Tiba batas tertentu, bagaimana mereka akan diperintah. Bahkan dalam analisisnya lebih lanjut, sebuah rezim dikatakan demokratis apabila dan hanya Kalau orang bebas Buat memilih. Termasuk Buat menghapus kewenangan pemerintah, sehingga kekuatan pemilih yang Pandai menekan sirkulasi pencalonan pilkada yang dilakukan elite sangat mungkin dilakukan. Tetapi, Memperhatikan fenomena tersebut menjadi Tak mungkin terjadi di Republik ini karena rendahnya literasi politik.

Hasil Survei pendapat Litbang Kompas pada pertengahan Agustus 2022 Lewat, terdapat 5 dari 10 responden yang jarang mengikuti pemberitaan politik, bahkan Tak sedikit yang mengaku Tak pernah sama sekali. Dalam konsepsi minimalis, hanya ini yang Eksis pada demokrasi. Selama Seluruh prasyarat bagi warganegara Buat secara bebas memilih pemerintah terpenuhi dan keputusan politik dibuat sesuai dengan Mekanisme yang ditetapkan, apa pun yang diputuskan oleh pemilih adalah demokratis.

Demokrasi, pada konsep idealnya adalah alat Buat mengubah Rekanan kekuasaan melalui representasi Terkenal dan meningkatkan efisiensi tata pemerintahan yang demokratis. Hal ini juga berkaitan Buat Meningkatkan daya tawar guna mendorong kompromi-kompromi yang Pandai memajukan pembangunan berkelanjutan yang berbasis hak kewargaan. Tak mudah Buat mewujudkan demokratisasi, perlu pengorbanan dalam hal pengambilan keputusan.

Rakyat sebagai pemilih harus cukup banyak Pikiran Buat menuntut hak dengan Getol mengemukakan pendapat atas kebutuhan yang dikehendaki. Pemerintah sebagai pemegang mandat harus banyak mendengarkan aspirasi dan mengabulkannya dalam bentuk kebijakan yang substantif. Itulah Maksud partisipasi yang harus Maju didorong Buat disuarakan banyak pihak demi kualitas hidup pemilih yang penuh Maksud dan berkeadilan.

 

Mungkin Anda Menyukai