Meneror Kebebasan Berpendapat

INDONESIA seakan kembali berada di Era batu. Betapa Bukan, hari gini, Lagi saja Terdapat pembubaran aktivitas sekelompok Anggota negara. Padahal, mereka Konkret-Konkret bukan Anggota negara asing alias anak-anak bangsa Indonesia. Mereka juga Bukan membawa perlengkapan yang mengancam seperti senjata tajam.

Mereka berkumpul dalam keadaan sadar dan Bukan mengganggu kawasanan Sekeliling, juga dipastikan Bukan di Rendah pengaruh minuman keras beralkohol. Pun mereka bukan anak yang hendak berkumpul Buat aksi tawur. Mereka yang sedang berkumpul dan kemudian dibubarkan lewat aksi premanisme itu bahkan dikenal sebagai Anggota negara yang Mempunyai rekam jejak bagus dan kekuatan olah pikir.

Sebut saja, mantan Ketua Biasa PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ahli hukum tata negara Refly Harun, dan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu. Mereka berkumpul di sebuah hotel di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/9) Buat Percakapan Serempak Lembaga Tanah Air (FTA) dengan tajuk Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Serempak Tokoh dan Aktivis Nasional.

Cek Artikel:  Menghidupkan Budaya Kritik

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Sungguh miris, kumpul-kumpul dalam kerangka bertukar pikiran para tokoh itu kemudian direcoki sejumlah massa. Menurut penelusuran kepolisian, Terdapat sebagian massa yang mengatasnamakan Lembaga Asmara Tanah Air berdemonstrasi di luar hotel dan Terdapat Grup yang menyusup ke dalam hotel. Mereka melakukan aksi barbar, perusakan, dan intimidatif terhadap peserta Percakapan.

Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 sudah menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran bagi setiap orang. Prinsip tersebut pernah disebut oleh Proklamator sekaligus Presiden pertama RI, Soekarno, sebagai tuntutan bagi Sekalian orang di Rendah kolong langit ini.

Artinya, kebebasan mengeluarkan pendapat adalah tuntutan sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia. Bila Terdapat praktik berlawanan, sama saja memundurkan Indonesia ke Era sebelum merdeka. Bagus di era penjajahan maupun masa kerajaan Nusantara yang Lagi menomorduakan hak bagi Anggota negara. Masa ketika Anggota butuh persetujuan dari kaum penjajah Buat berkumpul di tanah mereka sendiri.

Cek Artikel:  Legislasi Kilat Lupakan Mandat

Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19

Di Era modern, terlebih di era reformasi, negara wajib menghormati dan melindungi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Apalagi sebagai bagian dari Anggota dunia, Indonesia telah meratifikasi kovenan Dunia tentang hak sipil dan politik. Ini berarti Indonesia telah mengakui hak setiap orang Buat berpendapat tanpa Kombinasi tangan, juga kebebasan mencari, menerima, dan memberikan informasi serta pemikiran.

Betul bahwa kebebasan berpendapat Anggota negara sering kali berujung menyakitkan bagi kalangan penguasa yang alergi kritik. Terlebih bila pendapat itu datang dari Grup kritis yang selama ini kerap mengkritik pemerintah atau penguasa dengan argumentasi-argumentasi wahid mereka.

Akan tetapi, sekeras apa pun kritik yang disampaikan, kekuatan otak Bukan Sepatutnya dihadapi dengan kekuatan otot dan muka seram. Apabila penguasa merasa gerah, semestinya Rival kritikan dan pemikiran kritis itu dengan pemikiran yang Bukan kalah tinggi, tanpa harus dengan Bunyi yang meninggi pula.

Cek Artikel:  Penjaga Konstitusi Bukan Pembajak Demokrasi

Dalam konteks ini kita patut mengapresiasi langkah Segera polisi yang langsung menangkap dan menetapkan sejumlah tersangka pembubaran Percakapan tersebut. Langkah itu setidaknya Pandai menepis anggapan publik tentang permisifnya polisi terhadap aksi pembubaran tersebut lantaran viralnya video di media sosial berisi pelaku aksi berpelukan dan salam hormat dengan aparat kepolisian.

Sejatinya memang Bukan Terdapat Dalih pembenar bagi pelaku Buat melakukan tindakan bodoh itu. Masyarakat pun Bukan Ingin polisi dipandang sebagai bagian atau setidaknya membiarkan aksi pembungkaman terhadap prinsip kebebasan berpendapat itu. Demi kehidupan bernegara yang lebih demokratis dan beradab, publik Menurunkan Cita-cita dan kepercayaan kepada polisi Buat menyelidiki kasus pembubaran Percakapan tersebut setuntas-tuntasnya, seterang-terangnya.

 

Mungkin Anda Menyukai