Menekuk Dalang lewat Sahabat Keadilan

PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Tertentu dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan Lampau. Singkatnya, PP yang diteken di pengujung pekan itu akan menjadi petunjuk teknis pemberian penghargaan kepada tersangka, terdakwa, dan terpidana yang mau bekerja sama mengungkap sebuah kasus dengan penegak hukum.

Bentuk penghargaan itu mulai dari peringanan hukuman hingga pembebasan bersyarat bagi pelaku kejahatan yang mau menjadi justice collaborator atau Sahabat keadilan. Terbitnya PP tersebut tentu menjadi angin segar bagi upaya penegakan hukum.

Tertentu dalam kasus korupsi, PP itu Tak sekadar angin segar, tetapi juga Bisa menjadi palu godam bagi mastermind atau dalang korupsi. Maklum, dalam kebanyakan kasus korupsi, polisi dan jaksa kerap kesulitan menyeret dalang korupsi ke meja pengadilan.

Cek Artikel:  Gagal Total Mitigasi Pangan

Pasalnya, dalang korupsi itu bukanlah orang sembarang. Mereka adalah orang-orang yang berkuasa, pemegang akses ke kekuasan, termasuk akses ke keuangan negara. Dengan begitu besarnya kekuasaan si dalang, banyak tersangka kasus korupsi yang tak berani menyeret nama mereka karena Argumen keselamatan diri dan keluarga.

Alhasil, polisi dan jaksa hanya Bisa menangkap koruptor pada tataran pelaksana di lapangan, tak Bisa menyentuh si dalang yang merencanakan hingga membahas anggaran yang akan ditilap. Di Amerika Perkumpulan pada 1931 silam, setelah bertahun-tahun sulit menyeret Al Capone ke penjara, konsep justice collaborator akhirnya digunakan polisi dan jaksa Demi menangkap bos mafia yang teramat berkuasa itu. Dengan memanfaatkan pengakuan dan kerja sama akuntan Al Capone, penegak hukum AS akhirnya berhasil membongkar kejahatan bos mafia yang amat ditakuti tersebut.

Di dalam negeri, pada kurun waktu 2014-2017, Muhammad Nazaruddin yang mendapat status justice collaborator akhirnya membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus megakorupsi Wisma Atlet Hambalang dan KTP elektronik. Ketua Biasa Partai Demokrat Anas Urbaningrum hingga Ketua DPR Setya Novanto akhirnya mendekam di bui berkat kerja samanya tersebut.

Cek Artikel:  Pemilu Curang Jangan Berulang

Tanpa kerja sama Nazaruddin, sulit rasanya bagi KPK Demi Bisa menyentuh dua pemegang kendali kekuasaan itu. Bisa bertahun-tahun lamanya dua kasus korupsi tersebut dituntaskan.

Begitu itu, Undang-Undang No 31/2014 yang mengatur perlindungan saksi dan korban menjadi payung hukum pemberian status justice collaborator bagi Nazaruddin. Hadirnya PP No 24/2025 tentu kian menguatkan Penyelenggaraan konsep justice collaborator itu. Lewat aturan yang lebih teknis, pengungkapan kasus korupsi diharapkan akan berjalan lebih Segera, bahkan Bisa menyentuh pemegang kekuasan yang menjadi mastermind.

Dengan iming-iming keringanan hukuman, pembebasan bersyarat, remisi tambahan, atau pemenuhan hak narapidana lainnya, para pelaku kejahatan diharapkan berani mengungkap siapa bos mereka. Meski jadi angin segar bagi sistem penegakan hukum di Indonesia, konsep justice collaborator hanya dapat berjalan ideal Apabila digerakkan oleh penegak hukum yang ideal pula.

Cek Artikel:  Biang Kerok Pajak Jeblok

Tentu tak Eksis gunanya menyapu Alas yang kotor dengan sapu yang juga dipenuhi kotoran. Karena itu, diperlukan standar kualifikasi yang ketat dan terbuka agar status justice collaborator Tak disalahgunakan. Status itu tak boleh diobral dengan murah sehingga berpotensi memunculkan justice collaborator Imitasi demi mendapatkan keringanan hukuman.

Di situlah perlunya kontrol publik demi menjamin terbukanya proses peradilan dan akuntabilitas penegak hukum. Tanpa adanya kontrol publik, justice collaborator Bisa menjadi barang dagangan para penegak hukum yang kotor demi meraih keuntungan pribadi. Kita tak Ingin keluar dari mulut singa masuk mulut buaya.

 

Mungkin Anda Menyukai