Meneguhkan Oposisi, Mencegah Tirani

KONSTITUSI Indonesia yang menganut sistem presidensial memang tidak mengenal istilah partai oposisi. Tetapi, fungsi oposisi tetaplah ada dan harus tetap ada karena itu merupakan sesuatu yang built-in dalam alam demokrasi.

Fungsi oposisi sudah terintegrasi secara alami dalam sistem politik demokratis. Ia hadir untuk menyumbangkan pikiran-pikiran alternatif yang konstruktif sehingga kekuasaan memiliki penyeimbang dan bekerja di bawah pengawasan.

Ketika suatu saat penguasa melenceng ke kiri atau ke kanan, fungsi oposisi dalam negara demokrasi akan bergerak, tampil ke depan, mengingatkan penguasa untuk kembali berjalan di rel konstitusi. Itulah indahnya demokrasi dengan fungsi oposisi di dalamnya.

Tetapi, fungsi itu terancam mati ketika rezim ini sebentar lagi berganti. Eksislah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo yang menelurkan sebuah ide yang berpotensi melahirkan tirani karena terkuburnya pikiran-pikiran alternatif.

Cek Artikel:  Sengkarut PencoblosanTanda Ketidakberesan

Bamsoet, demikian ia karib disapa, ingin agar semua partai masuk kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Wakil Ketua Standar Partai Golkar itu bahkan mewacanakan agar PDI Perjuangan selaku pemenang Pemilu Legislatif 2024 ikut dalam gerbong pemerintahan.

Ia yakin seyakin-yakinnya bahwa tidak akan ada masalah tanpa adanya partai di luar pemerintahan. Argumennya filosofi demokrasi di Indonesia menganjurkan agar setiap kebijakan pemerintah diputuskan melalui musyawarah mufakat.

Bamsoet juga mengeklaim dunia bisnis di Tanah Air sangat menanti-nantikan pemerintahan tanpa oposisi. Situasi politik akan selalu tenang, kondusif, dan terjaga, karena tidak ada satupun partai yang meneriaki kebijakan dan kerja pemerintah.

“Saya ingin semua partai bergabung dalam koalisi pemerintah enggak ada yang di luar, sehingga suasana politik kondusif, bisnis jadi enak. Ini teman-teman pebisnis sangat mengharapkan adanya situasi politik yang kondusif,” kata Bamsoet di Jakarta, Selasa (2/4) kemarin.

Cek Artikel:  Rekor Bukan baik Impor Beras

Keinginannya itu patut kita kritisi. Asal Mula, dalam praktik demokrasi di mana pun, ketiadaan partai politik di luar pemerintahan bisa membahayakan mekanisme check and balance. Pemerintah yang dibentuk akan merugi, begitu juga rakyat di bawahnya.

Betul memang konstitusi tidak mengenal partai oposisi karena Indonesia tidak menganut demokrasi parlementer. Tetapi, Bamsoet sepertinya lupa tentang fungsi oposisi yang sudah built-in di alam demokrasi. Fungsi ini menuntut adanya partai penyeimbang di luar pemerintahan.

Ia juga tidak salah ketika mengatakan dunia bisnis membutuhkan pemerintahan yang tidak gonjang-ganjing. Tapi apalah artinya kestabilan berbisnis tanpa adanya wahana berdialektika–suatu ruang yang memfasilitasi perdebatan sehat berbagai elemen kepentingan?

Cek Artikel:  Waspadai Celah Pemilu Curang

Sejarah sedang menunggu kita. Kiranya negeri ini tetap memiliki partai politik yang berani menarik garis demarkasi dan menjadi pengawas kritis pihak penguasa. Tanpa ikhtiar bersama merawat demokrasi, ia terancam rusak bahkan mati di tangan pemerintahan tirani.

Mungkin Anda Menyukai