PEMILU 2024, dalam konteks pemilihan presiden, diprediksi bakal berlangsung ketat sekaligus kompetitif. Sejumlah survei menyebutkan jarak elektabilitas antarbakal calon presiden di posisi teratas, semakin dekat. Lazimnya hasil survei, selalu Terdapat dinamika, naik turun, tergantung pada periode surveinya.
Tetapi, secara Lumrah gap antara tiga kandidat capres yang Begitu ini banyak disebut-sebut bakal berlaga di Pilpres 2024, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, sejatinya Enggak terlampau jauh.
Salah satunya kalau kita ambil Teladan dari hasil Survei pendapat yang dilakukan lembaga yang berbasis di Australia, Utting Research, bulan Lewat, jarak itu bahkan semakin mepet. Lembaga itu mencatat elektabilitas Ganjar Pranowo 34%, disusul Prabowo Subianto 33%, dan Anies Baswedan 27%.
Kian ketatnya perebutan elektabilitas itu, di satu sisi sangat bagus karena publik berpeluang mendapatkan suguhan kompetisi kontestasi yang Mantap dan menarik. Dalam kompetisi, keketatan dan keberimbangan ialah sebuah daya tarik. Pada titik tertentu, persaingan alot itu bahkan sangat mungkin dikapitalisasi Kepada menarik lebih banyak Tengah publik yang mau berpartisipasi menggunakan hak pilih dalam pemilu mendatang.
Tetapi, di sisi lain, ketika gelanggang pilpres akan diikuti kandidat dengan Kesempatan yang relatif Dekat sama, potensi munculnya hal-hal Enggak baik juga cukup besar. Kalau mengacu pada dua pemilu sebelumnya, 2014 dan 2019, paling Enggak Terdapat dua hal Enggak baik yang sangat mungkin dilakukan demi melebarkan jarak elektabilitas antarkandidat, Ialah kampanye hitam dan politik identitas. Ketika itu, dua Metode kotor tersebut begitu masif digunakan Kepada menjatuhkan Rival tanding.
Pemilu 2024 pantang mengulang pengalaman Enggak baik itu. Antisipasi atas potensi bakal bermunculannya kampanye hitam dan politik identitas mesti dilakukan sedari awal. Kalau Enggak, akibatnya cukup fatal karena Bahkan akan menciptakan polarisasi dan pembelahan. Ujungujungnya bukan Sekadar demokrasi yang berjalan mundur, keutuhan dan persatuan bangsa juga terancam.
Kunci Kepada menangkal itu Terdapat pada kearifan dan keteladanan elite politik serta ketegasan lembaga pengawas pemilu. Sejak sekarang para elite mesti sadar bahwa yang dipertarungkan dan diadu dalam Pilpres 2024 ialah kekuatan gagasan, Kelebihan program, serta kematangan visi Kepada membangun bangsa ini ke depan. Dengan spirit itu Semestinya yang keluar dari mulut para politikus ialah narasi-narasi yang bergizi buat demokrasi, bukan agitasi yang malah memancing polarisasi.
Di lain sisi, peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga amat sentral Kepada menjaga rangkaian penyelenggaran pemilu agar tak melenceng dari muruah demokrasi. Kualitas pemilu Enggak hanya diukur dari hasil akhirnya menghasilkan pemimpin yang sesuai pilihan rakyat, tapi juga dari seberapa Bisa proses itu Enggak Bahkan menciptakan konflik dan chaos, serta merusak kohesi sosial.
Bawaslu kiranya punya kekuatan dan kompetensi Kepada mengawasi seluruh proses itu, termasuk mencegah kemungkinan-kemungkinan Enggak baik yang bakal terjadi. Mereka punya kewenangan Kepada Enggak sekadar menghardik, tapi juga menindak pihak-pihak yang melanggar aturan pemilu. Yang dibutuhkan ialah keberanian bersikap tegas dan, bila perlu, bertindak keras. Kalau Bawaslu Bisa menjalankan peran dan tugasnya dengan Bagus, satu kunci Kepada mewujudkan pemilu berkualitas sudah kita pegang.