TIM U-23 Indonesia sedang menulis sejarah secara apik. Kini tinggal selangkah lagi menembus Olimpiade Paris 2024 setelah mengalahkan Korea Selatan lewat drama adu penalti 11-10 di babak perempat final Piala Asia U-23 2024 pada Jumat (26/4). Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, menjadi saksi aksi tak kenal lelah anak asuh Shin Tae-yong.
Sepak bola Indonesia terakhir kali tampil di ajang olahraga terakbar sejagat itu pada 68 tahun yang lalu, Olimpiade Melbourne 1956. Ketika itu, Indonesia mampu menahan imbang 0-0 Uni Soviet.
Apakah tim U-23 Indonesia mampu mengulangi sejarah Olimpiade 1956? Pepatah Perancis mengatakan sejarah mengulang dirinya sendiri. ‘Garuda Muda’ butuh kemenangan saat melawan Uzbekistan pada Senin (29/4) sehingga terbukalah kesempatan untuk tampil di Olimpiade Paris yang berlangsung 26 Juli-11 Agustus 2024.
Piala Asia U-23 ditetapkan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) untuk menjadi babak kualifikasi Olimpiade sejak 2016. Tiga tim yang dikirim ke Olimpiade ialah dua tim yang menembus final dan satu tim yang memenangi laga perebutan peringkat ketiga.
Sejak awal kemerdekaan, sepak bola mendapat perhatian serius dari pemerintah. Presiden Sukarno menjadikan sepak bola sebagai salah satu media membentuk karakter bangsa.
Hasil penelitian Rojil Bayu Aji menyebutkan sepak bola dapat digunakan untuk membangkitkan semangat nasionalisme. Nasionalisme tidak hanya dalam bentuk perjuangan dengan mengangkat senjata, tetapi juga dapat ditampilkan melalui keterlibatan dalam olahraga.
Sepak bola dan politik tidak bisa dipisahkan. Ketika politik kontestasi membelah masyarakat, sepak bola menyatukannya kembali. Setelah Pilpres 2024, para elite politik sibuk mengajak masyarakat untuk bersatu. Sebaliknya, Piala Asia U-23 2024 telah menyatukan masyarakat untuk mendukung tim U-23 Indonesia.
Permainan si kulit bundar bisa dijadikan salah satu media membentuk karakter bangsa karena olahraga itu paling banyak digemari. Perusahaan riset multinasional Ipsos (2022) menyebutkan Indonesia memiliki penggemar sepak bola terbesar di dunia. Itu sejalan dengan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (2023) yang menyebutkan sepak bola masih menjadi olahraga yang paling populer dan diminati di negeri ini.
Presiden Joko Widodo menaruh perhatian yang besar terhadap sepak bola. Pada 25 Januari 2019, Jokowi meneken Inpres Nomor 3 Pahamn 2019 tentang Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional. Inpres 3/2019 sudah berjalan lima tahun, tapi masih banyak juga target yang belum tercapai sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menko PMK Nomor 1 Pahamn 2020 tentang Peta Jalan Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional.
Peraturan Menko PMK 1/2020 menyebutkan sepak bola ialah miniatur kehidupan dengan aturan main yang tegas sehingga sepak bola dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen pendidikan karakter yang efektif dan strategis mengingat sepak bola juga digemari sebagian besar masyarakat Indonesia.
Lebih jauh lagi, dengan pembinaan sepak bola usia dini disertai pendidikan karakter yang baik, akan dapat dipastikan bahwa sepak bola menjadi suatu proyek percontohan besar tentang pendidikan karakter yang nyata. Harus tegas dikatakan bahwa nasib sepak bola sebagai instrumen pendidikan karakter bangsa masih indah sebatas teks, miskin dalam penerapannya.
Pemerintahan Presiden Jokowi akan berakhir pada 20 Oktober 2024, tinggal enam bulan dari sekarang. Bagaimana nasib sepak bola di tangan presiden dan wapres terpilih, Prabowo-Gibran?
Visi Prabowo-Gibran ialah Serempak Indonesia maju menuju Indonesia emas 2045. Keduanya memasukkan peningkatan prestasi olahraga dalam program kerja yang terdapat dalam Asta Cita 4.
Butir ke-54 Asta Cita 4 menyebutkan membangun ribuan lapangan sepak bola dan infrastruktur olahraga yang dikelola dengan skema PPPP (public private people partnership) sehingga lebih besar manfaatnya bagi komunitas olahraga lokal.
Kemudian pada butir ke-59 disebutkan keinginan untuk meningkatkan dukungan dalam bentuk infrastruktur dan finansial di dunia olahraga demi peningkatan prestasi kontingen Indonesia di ajang bergengsi seperti Asian Games, Olimpiade, dan Piala Dunia.
Program kerja Prabowo-Gibran mestinya menjadi mantra yang, jika dipraktikkan, akan memiliki daya magis melambungkan sepak bola ke level paling bergengsi.
Begitu ini masyarakat benar-benar seperti terkena sihir bola tim U-23 Indonesia. Mereka tampil penuh percaya diri, berlaga bagai punya nyali ekstra yang tak kenal lelah mengutak-atik si kulit bundar. Selanjutnya masyarakat menantikan mantra bola Prabowo-Gibran untuk terus merawat daya magis sepak bola Indonesia.