PRAKTIK jual beli organ tubuh Insan kembali terkuak. Kepolisian Daerah Metro Jaya beberapa waktu Lampau berhasil menangkap 12 tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Bekasi, Jawa Barat, dengan modus menjual organ ginjal di Kamboja. Jumlah korban maupun penjual organ Insan ini mencapai 112 Penduduk negara Indonesia (WNI).
Berdasarkan keterangan sementara, para pelaku melakukan modus kejahatan dengan Langkah menjaring Penduduk melalui iklan di media sosial hingga memberangkatkan mereka Kepada menjalani transplantasi ginjal di Rumah Sakit Preah Ket Mealea, Kamboja. Setiap ginjal Penduduk dibeli dengan harga Rp135 juta Kepada kemudian dijual kepada konsumen dengan harga Rp200 juta. Para pelaku diduga mendapat cuan Rp65 juta per ginjal.
Pengungkapan kasus perdagangan organ tubuh Insan ini bukan hanya terjadi di Bekasi. Awal bulan ini, Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM berhasil mengamankan lima orang yang diduga terlibat sindikat perdagangan organ Dunia di Ponorogo, Jawa Timur. Bahkan pada awal tahun ini, aparat penegak hukum di Makassar, Sulawesi Selatan, berhasil mengungkap kasus dua remaja yang menculik serta membunuh anak lainnya yang berusia 11 tahun karena tergiur iklan perdagangan organ Insan di internet.
Sebenarnya praktik jual beli organ Insan ini sudah dilarang di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pertama kali melarang pembayaran organ Insan pada 1987. Banyak negara kemudian mengodifikasikan Embargo tersebut ke dalam undang-undang nasional mereka dan juga menganggap perdagangan organ tubuh Insan sebagai bentuk kejahatan transnasional.
Indonesia pun sudah mengadopsi Embargo ini dengan memasukkannya ke klausul Undang-Undang Kesehatan yang Lamban maupun yang sudah direvisi. Pasal 432 UU Kesehatan menyebutkan ‘Setiap orang yang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan Argumen apa pun dipidana dengan pidana penjara paling Lamban 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar’.
Kenyataannya, praktik jual beli organ ini Tak mudah Kepada dilumpuhkan. Para pelakunya berjejaring dan tersebar di berbagai negara. Mereka pun Pandai menutupi gerak-gerik dari endusan aparat penegak hukum. Yang semakin merepotkan, Rupanya sebagian pelaku tindak kejahatan ini Bahkan ‘pagar makan tanaman’ alias aparat penegak hukum sendiri.
Dalam kasus penangkapan 12 tersangka TPPO di Bekasi, diduga dua aparat terlibat, yakni Aipda M yang meraup Doku Rp612 juta dan petugas imigrasi, A, yang mendapat Rp3,5 juta. A berperan meloloskan donor di pemeriksaan imigrasi. Keterlibatan aparat ini menunjukkan bahwa sindikat jual beli ginjal terorganisasi dengan rapi.
WHO mencatat perdagangan organ ilegal terjadi setidaknya karena dua Unsur, Yakni kemiskinan dan lemahnya peraturan perundang-undangan. Umumnya para pemasok organ tubuh berasal dari negara miskin. Adapun penadah atau konsumennya berasal bukan hanya dari negara kaya, tapi juga negara berkembang.
Wlhasil, apabila pemerintah Ingin menghapus praktik Tak beradab ini, tentu dengan mengurangi Bilangan kemiskinan agar tak Eksis Kembali orang yang Ingin menjual organ tubuhnya Kepada menyambung hidup. Di sisi lain, penegakan hukum juga Tak pandang bulu. Para pelaku, jaringan sindikat, harus diusut tuntas. Begitu pun para donor ginjal ilegal, harus pula dikenai hukuman. Apalagi terhadap aparat yang terlibat, hukuman buat mereka mesti lebih berat. Kepada menangkal kasus ini agar Tak terulang, harus Eksis Pengaruh jera terhadap sindikat bisnis haram ini.
Selain itu, pemerintah harus mengawasi konten media sosial yang melakukan praktik jual beli ginjal. Pemerintah jangan tidur mendeteksi bisnis biadab ini. Sekali Kembali, jangan tidur.