Menangani Tawuran Remaja di Perkotaan

Menangani Tawuran Remaja di Perkotaan
(MI/Duta)

TAWUR ialah fenomena kekerasan yang belakangan ini banyak berkembang di kalangan Golongan remaja yang berasal dari sekolah dan Area yang berbeda. Meskipun telah dilakukan berbagai langkah pencegahan dan operasi, tawuran antarkelompok remaja Lagi kerap terjadi, bahkan dengan gradasi yang makin mencemaskan.

Pada akhir Juni 2025, misalnya, Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Jakarta Pusat dilaporkan kembali menangkap tiga remaja–dua di antaranya anak di Rendah umur berusia 12 dan 16 tahun–yang terlibat tawuran di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, kasus tawur remaja juga terjadi di Bekasi. Seorang Pemuda pelaku, FF, 22, dilaporkan tewas dalam aksi tawuran dua Golongan pemuda di Jalan Raya Kodau, Kelurahan Jatimekar, Kecamatan Jatiasih, Kota Bakasi. Tawuran terjadi ketika dua Golongan pemuda bernama Geng Serigala Pondok Gede dan Geng Rawa Bogo Jatiasih janjian melalui Instagram (Media Indonesia, 26 Juni 2025).

Di luar dua kasus di atas, Lagi banyak kasus tawuran lain yang terjadi di berbagai kota besar. Di Area Polda Metro Jaya, selama April 2025 saja tercatat telah terjadi 45 kasus tawuran. Data ini mencakup Area Jakarta dan sekitarnya. Meskipun belum Eksis data Formal berapa jumlah kasus tawuran yang terjadi sepanjang tahun 2025, Dapat dipastikan intensitasnya belakangan ini makin meresahkan. Korban-korban yang Anjlok pun makin banyak–termasuk yang meninggal dunia karena terkena sabetan benda tajam, bom molotov, atau karena terkena pukulan keras yang Membikin pelaku tawuran mengembuskan napas terakhirnya.

 

AKAR PENTEBAB

Cek Artikel:  Tiga Kunci Krusial Agar Prabowo-Gibran Pandai Menang dalam Satu Putaran di Pilpres 2024

Tawuran sebagai sebuah masalah sesungguhnya bukan sekadar bentuk kenakalan remaja atau Ungkapan perilaku menyimpang yang merupakan pelampiasan emosi yang tak terkendali. Lebih dari sekadar persoalan psikologis yang bermasalah, keterlibatan remaja dalam perilaku tawuran sesungguhnya bertali-temali dengan banyak aspek.

Pertama, keterlibatan remaja dalam aksi tawuran sesungguhnya ialah Cerminan dari terjadinya krisis identitas yang mana remaja sedang pada tahap mencari kepastian identitas diri mereka dan menganggap keterlibatan mereka dalam tawuran adalah Langkah menunjukkan status dan eksistensi diri. Di kalangan remaja yang terlibat dalam tawuran, mereka umumnya Bukan Pandai mengontrol emosi dan Bukan jarang mereka Malah merasa gengsi mereka terangkat karena dengan Langkah itu mereka merasa dapat mendemonstrasikan eksistensi diri mereka sebagai jagoan.

Dalam berbagai kasus, tawuran acap kali menjadi jalan pintas remaja Kepada mencari identitas dan upaya memperoleh pengakuan dari Golongan sebayanya. Makin nekat dan makin berani seorang remaja terlibat dalam perkelahian atau tawuran dengan Golongan yang lain, makin disegani ia dalam kelompoknya. Sebaliknya, seorang remaja yang Bukan memperlihatkan keberaniannya melawan musuh, jangan kaget Kalau ia akan dikucilkan dan dianggap pengecut oleh Kawan-temannya.

Kedua, tawuran sering kali merupakan subkultur warisan dari para senior pendahulu mereka. Permusuhan menahun dan warisan dari konflik para senior kelompoknya atau Kerabat kelas mereka di sekolah menyebabkan para remaja Bukan dapat menghindari kaharusan Kepada meneruskan rivalitas dan konflik.

Banyak bukti memperlihatkan bahwa suatu Golongan sosial umumnya menjadi habitat dan tempat bergantung bagi remaja dalam mengembangkan identitas diri. Ketika kekerasan menjadi sarana Kepada menunjukkan loyalitas atau eksistensi di dalam Golongan, keterlibatan dalam tawuran sering kali dirasa sebagai tiket masuk lingkaran sosial pertemanannya. Bukan sedikit remaja yang merasa diri mereka bukan apa-apa ketika mereka Bukan berani berkelahi membela Golongan mereka.

Cek Artikel:  Amin dari Doa-Doa Rakyat

Ketiga, dalam banyak kasus, terjadinya aksi tawuran remaja sesungguhnya Eksis kaitannya dengan kelebihan waktu Waktu kosong dan minimnya ruang serta aktivitas positif mereka dalam kegiatan sekolah maupun kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya. Remaja yang teralienasi dari lingkungan sosialnya sendiri dan berusaha mencari pelarian dengan Golongan marginalnya, jangan heran Kalau salah satu pelampiasannya ialah terlibat dalam aksi tawuran dan perilaku menyimpang lainnya.

Bagi remaja yang sedang pada level aksi agresif yang tinggi, sementara Bukan Eksis kegiatan positif dan ruang yang dapat menjadi saluran dari kelebihan energinya, kemungkinan Kepada terlibat dalam aksi tawuran menjadi lebih besar. Lingkungan yang padat, sempit, dan penuh tekanan dinilai dapat memicu stres yang tinggi di kalangan Kaum, termasuk remaja dari Golongan marginal yang tengah mencari identitas. Keterlibatan remaja dalam aksi tawuran sering kali terjadi karena Bukan Eksis aktivitas lain yang Dapat dipilih.

Keempat, karena pengaruh media sosial dan perkembangan teknologi informasi. Sudah bukan rahasia Kembali bahwa banyak remaja Malah merasa bangga mengunggah konten kekerasan dan perilaku tawuran yang mana mereka terlibat. Begitu ini kita bias Menonton bahwa tawuran Bukan Kembali dilakukan secara Tenang-Tenang dan disembunyikan dari amatan publik. Dalam berbagai kasus tawuran, dari undangan Kepada terlibat tawuran dan praktik tawurannya sendiri bahkan sering kali direkam, disebarluaskan, dan dipamerkan di media sosial. Sekalian menjadi bentuk eksistensi atau pembuktian diri dari sikap sok jagoan remaja.

Cek Artikel:  Pendidikan Berkasta

 

MENYALURKAN

Kepada menangani persoalan tawuran remaja yang makin meresahkan, yang perlu dilakukan ke depan tentu bukan hanya pendekatan normatif–seperti sekadar berdialog dan pelibatan sekolah, orangtua, dan tokoh masyarakat–Kepada membangun kepedulian masyarakat. Akar masalah terjadinya aksi tawuran sebagian besar Eksis pada diri remaja itu sendiri yang tengah mencari identitas sekaligus merupakan Golongan usia dengan dorongan Daya yang sangat besar.

Menghilangkan Daya besar yang Eksis pada diri remaja Niscaya Bukan mungkin dilakukan. Daya besar itu hanya Dapat dikelola disalurkan pada aktivitas lain yang Bukan destruktif. Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa Kalau Bukan diarahkan pada kegiatan yang positif dan bermakna, Daya tersebut cenderung akan disalurkan dalam bentuk perilaku yang negatif seperti terlibat dalam aksi tawuran.

Begitu ini, salah satu kebutuhan krusial bagi remaja ialah ketersediaan ruang-ruang sosial yang memungkinkan mereka Kepada mendemonstrasikan eksistensi dirinya. Alih-alih menangkap remaja yang terlibat balap liar, menghukum remaja yang menulis graffiti di tembok-tembok kota, dan lain sebagainya, akan jauh lebih Berkualitas Kalau hasrat liar remaja itu disalurkan dalam aktivitas balapan di sirkuit yang terjaga dan dorongan Kepada mencoret tembok-tembok kota disalurkan dalam bentuk lomba grafiti yang membanggakan.

Kota-kota besar, diakui atau Bukan, kini sedang mengalami krisis ketersediaan ruang-ruang sosial yang dapat dimanfaatkan remaja Kepada berkiprah. Ketika ulah remaja hanya dipahami sebagai sesuatu yang salah, yang terjadi ialah operasi penangkapan dan tindakan mengirim mereka di barak-barak militer atau memasukkan mereka dalam aktivitas keagamaan semata–tanpa memahami bahwa dalam diri remaja Eksis hasrat-hasrat liar yang perlu disalurkan sekaligus diapresiasi.

 

Mungkin Anda Menyukai