
INTRODUKSI rupiah digital kembali digaungkan dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital (FEKDI) pada awal Mei Lewat. Event yang terselenggara atas kerja sama Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ini menjadi sarana sosialisasi produk dan kebijakan dalam ranah ekonomi dan keuangan digital Indonesia.
Digitalisasi di berbagai sektor telah mendorong pengembangan teknologi dalam bidang ekonomi keuangan yang mengubah kehidupan kita secara Esensial. Dulu, berbagi foto kepada orang lain memerlukan proses panjang. Kita harus menggunakan klise, kemudian menuju toko pencetakan Demi mencetak foto pada selembar kertas, baru dapat memberikannya kepada orang lain.
Perkembangan teknologi kemudian memudahkan kita berbagi foto melalui aplikasi. Hanya dengan gawai, foto dapat diambil dan dibagikan dalam waktu singkat, tanpa biaya yang berarti. Fasilitas teknologi ini juga berkembang dalam sistem pembayaran.
Inovator di seluruh dunia berlomba-lomba menghadirkan Hasil karya pembayaran yang Segera dan mudah. Kemajuan ini menjadi langkah Percepatan keuangan inklusif yang Pandai melibatkan jumlah masyarakat secara masif, bahkan mereka yang belum terlayani perbankan.
Kagak berhenti di situ, penemuan teknologi blockchain melahirkan fenomena crypto currency yang digemari dunia. Konsep crypto currency yang beroperasi tanpa batas yurisdiksi negara seolah-olah menjadi one world currency. Satu mata Fulus Demi seluruh dunia.
Tetapi demikian, tanpa adanya regulasi yang mengikat, disruptif crypto currency rentan merugikan masyarakat. Nilainya yang Kagak Kukuh dan tanpa jaminan dari bank sentral kerap Membikin investor kehilangan Fulus, khususnya mereka yang sekedar kompulsif mengikuti tren.
Konsep crypto currency yang memudahkan transaksi pembayaran dan konversi secara Dunia telah membuka mata bank sentral di dunia Demi memberikan perhatian penuh terhadap fakta ini. Alih-alih menutup diri terhadap perkembangan teknologi, bank sentral mulai beradaptasi.
Managing Director IMF Kristalina Georgieva mengatakan, “Ini adalah era di mana bank sentral menyingsingkan lengan baju dan membiasakan diri dengan bit dan byte Fulus digital.” Dekat seluruh bank sentral di dunia Begitu ini tengah mengembangkan Central Bank Digital Currency (CBDC) sebagai produk moneter terbaru.
Adopsi teknologi distributed ledger sedang dibangun sebagai platform penerbitan CBDC, sejenis blockchain yang dikelola bank sentral. Melalui gagasan ini, mata Fulus negara bertransformasi lebih luwes Demi digunakan dalam dunia digital, sekaligus menjaga kedaulatan mata Fulus.
BI juga secara aktif merespons perubahan dinamika Era tersebut dengan memprakarsai Proyek Garuda sebagai whitepaper pengembangan rupiah digital. Rupiah digital hadir sebagai solusi Demi mengurangi fragmentasi sistem pembayaran dengan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam transaksi dan konversi nilai secara daring.
Legalitas rupiah digital
Inisiasi CBDC Indonesia dimaksud telah diatur dalam UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamandemen UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Fulus dengan menambahkan ketentuan mengenai rupiah digital.
Pengertian rupiah digital menurut UU tersebut adalah rupiah dalam bentuk digital yang dikeluarkan dan merupakan kewajiban moneter Bank Indonesia (BI). Pada dasarnya rupiah digital sama dengan Fulus fiat rupiah (kertas dan logam) hanya dikonversi ke bentuk digital.
Kehadirannya Kagak mempengaruhi jumlah Fulus beredar, nilainya pun Kukuh, berdenominasi sama dengan mata Fulus rupiah. Rupiah digital akan menjadi Fulus bank sentral yang selain bebas risiko, juga dapat digunakan Demi pembayaran lintas negara.
Meski telah disematkan dalam UU P2SK, penulis Menyantap ketentuan rupiah digital Tetap sangat minim. Tata Langkah pengelolaannya perlu dijabarkan lebih lanjut di tingkat UU sebagaimana ketentuan rupiah kertas dan logam, Kagak hanya sebatas Peraturan BI. Hal ini Krusial mendapat perhatian karena keseluruhan tahapan pengelolaan rupiah merupakan eksistensi fungsi otoritas Bank Indonesia dalam sistem pembayaran.
Demi memperkukuh implementasi rupiah digital, setidaknya terdapat beberapa materi yang penulis coba uraikan Demi melengkapi ketentuan yang Eksis.
Pengaturan pertama berkaitan dengan prinsip-prinsip Lazim. Bagaimana rupiah digital berpijak di Indonesia dan bagaimana melangkah bahkan melewati batas negara perlu dirumuskan dengan pemikiran yang penuh pertimbangan.
Prinsip Lazim tentu dapat berlandaskan pada UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh karena rupiah digital merupakan bagian dari transaksi elektronik. Selain itu UU No.3 Tahun 2011 tentang Transfer Anggaran juga dapat dijadikan Surat keterangan dalam menentukan parameter pengaturan operasional.
Selanjutnya identifikasi rupiah digital perlu dijelaskan lebih lengkap Demi membedakan obyek hukum ini dari jenis rupiah atau CBDC lainnya. Di dalamnya berisi pengaturan mengenai Tanda khas-Tanda khas keaslian rupiah digital, termasuk pengamanannya dari pemalsuan.
Aspek Krusial lainnya adalah bagaimana syarat platform teknologi yang menjadi pondasi pengoperasian rupiah digital. Distributed ledger bagaimana yang akan dipilih dan bagaimana ketentuan operasionalnya. Ketentuan ini juga mengatur mengenai perlindungan keamanan cyber dan kontinuitas sistem. UU harus menegaskan penggunaan platform teknologi yang kompatibel, Kondusif dan handal.
Oleh karena penerbitan rupiah digital melibatkan lembaga distribusi (wholesaler), perlu dirumuskan ketentuan mengenai perizinan dan pengawasan Demi menetapkan hak, kewajiban dan Pelarangan. Ini merupakan eksposur dari fungsi BI sebagai otoritas dan regulator sistem pembayaran.
Subyek hukum pengguna juga perlu diatur Demi menjaga ketertiban dan keamanan transaksi rupiah digital. Bagaimana syarat-syarat Lazim pengguna dan verifikasinya Demi menghindari pengguna fiktif atau robot yang dikhawatirkan dapat mengganggu sistem.Tentunya perlindungan data pribadi juga perlu ditegaskan agar pengguna terlindungi.
Oleh karena beroperasi dalam sistem elektronik, perlu diatur materi mengenai pencegahan kejahatan serta tindakan yang dilarang. Pencegahan tindak pidana pencucian Fulus dan terorisme juga perlu mendapatkan perhatian mengingat teknologi digital rentan disalahgunakan.
Ketentuan mengenai kejahatan terhadap rupiah digital tentu harus diperkuat dengan Hukuman pidana yang hanya dapat diimplementasikan dalam bentuk UU. Demi itulah urgensi pembentukan amandemen UU Mata Fulus yang lebih komprehensif sangat dibutuhkan Demi mengawal rupiah digital.
Setidaknya beberapa hal di atas dapat menjadi pertimbangan BI Demi mempersiapkan perangkat Absah lebih lanjut. Agar aplikasi rupiah digital Pandai memberikan keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, sekaligus perlindungan hukum yang mencukupi, legalitasnya juga harus dirancang mengiringi pengembangan Hasil karya ini.
Tetap banyak hal yang perlu direnungkan secara mendalam pada penyusunan ketentuan UU. Sebagai kebijakan baru yang mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia secara Esensial, layaknya ketentuan rupiah digital Kagak sekadar apa yang diatur dalam UU P2SK Begitu ini.
Rupiah digital akan selalu bertransformasi sesuai dengan kebutuhan Era dan sifatnya agile, selalu dikembangkan secara responsif terhadap perubahan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian hukum harus lebih Segera bergerak membaca dan memprediksi perkembangan teknologi agar dapat berlaku efektif.
Penelitian aspek hukum rupiah digital perlu secara iteratif dilakukan dengan melibatkan akademisi dan praktisi sejalan dengan progres pengembangan Tanda khas dan pengoperasiannya. Dengan demikian ketentuan hukum sebagai landasan operasional rupiah digital Pandai memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pengguna, pihak terkait, otoritas, dan masyarakat sebagai satu kesatuan sistem hukum Indonesia.
Sistem hukum menurut Lawrence M Friedman (Friedman, 1984) terdiri dari substansi hukum (peraturan), struktur hukum (lembaga), dan budaya hukum. Dalam perspektif dimaksud, BI menjadi bagian dari struktur hukum, Ialah regulator yang berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Oleh karena itu peran BI menjadi begitu Krusial dan strategis guna memastikan operasional rupiah digital berjalan dengan tertib dan Fasih. Penulis optimistis rupiah digital akan menjadi bagian Krusial sistem pembayaran yang digunakan secara kolosal di masa depan.
Jack Ma mengatakan, di era internet ini orang harus berlari seperti kelinci, Tetapi bersikap sabar seperti kura-kura (Erisman, 2018). Metafora ini menggambarkan bahwa Hasil karya yang agresif ini harus Lalu diiringi oleh kehati-hatian yang direfleksikan melalui ketentuan.

