
Natalis Pancasila merupakan anugrah bagi bangsa Indonesia. Pancasila Tak waktunya Tengah Buat diperdebatkan. Begitu ini yang dibutuhkan adalah kepribadian bangsa Indonesia yang Ikhlas Buat memperjuangkan cita-cita Pancasila.
Dalam momen politik, khususnya pemilihan Lumrah (pemilu) acap kali isu Pancasila selalu mencuat. Sebagaimana gugatan Buat menghidupkan kembali penghilangan tujuh kata sila pertama Pancasila ‘dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. Atau juga Eksis yang merasa dirinya paling pancasilais Tetapi perbuatannya jauh dari sikap tersebut, sebuah paradoks yang seringkali muncul dalam momen pemilu.
Menjelang satu abad, menuju Indonesia Emas. Penggugatan tujuh kata dan pengakuan paling pancasilais tidaklah produktif, menguras Daya, bahkan cenderung Tetap, dan berkemunduran. Yang diperlukan oleh anak-anak bangsa, khususnya para pemuda adalah bagaimana menjadikan Pancasila sebagai perjuangan yang produktif, aktif dan konkret. Itulah Sepatutnya perbincangan publik mengenai Pancasila.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Yudi Latief (2020), dalam bukunya Wawasan Pancasila. Yudi Latief menekankan Apabila kita Ingin mempertahankan Pancasila sebagai haluan Serempak, sebagai ‘titik temu, titik tumpu’, dan ‘titik tuju’ bangsa Indonesia, harus Eksis usaha penanaman (pembudayaan) secara Lanjut menerus, terencana dan terpadu. Pancasila ibarat menanam pohon butuh perawatan, butuh perjuangan.
Pancasila sebagai Kesepakatan
Pancasila adalah Bentuk dari kesepakatan Serempak. Artinya, Pancasila telah melalui proses dialog lintas pemikiran, lintas golongan dan budaya bangsa. Butir rumusan final Pancasila adalah Bentuk dari kesepakan bangsa Indonesia yang plural dan majemuk.
Muhammadiyah (1912) organisasi Islam yang lahir sebelum kemerdekaan, telah meneguhkan kembali prinsip negara Pancasila. Pada muktamar ke 47 di Makasar (2015) Muhammadiyah merilis risalah kebangsaan yang diterbitkan dengan judul Darul ahdi wa syahadah. Suatu konsepsi peneguhan bernegara negara oleh Muhammadiyah.
Menurut Muhammadiyah, negara Pancasila merupakan ideologi negara hasil konsensus segenap elemen bangsa (dar al-ahdi), dan sekaligus sebagai tempat pembuktian atau kesaksian (dar al-syahadah) Buat mewujudkan negara yang Terjamin dan damai (dar al-salam) (PPM: 2015).
Pancasila yang kita kenal Begitu ini dengan lima dasar dan redaksinya Tak lahir dalam ruang hampa. Ia lahir dalam Variasi pemikiran bangsa Indonesia. Pancasila melalui proses yang mendalam. Mengenai dasar negara Indonesia, proses Natalis ini dimulai Begitu terbentuknya BPUPKI.
Dokter Radjiman Wediodiningrat, ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dalam pidato pembukaannya mengajukan pertanyaan kepada Member-Member, “Apa dasar negara Indonesia yang akan kita bentuk?”. Reaksi Member Variasi, termasuk tanggapan negatif karena akan memperlambat waktu. Tetapi demikian, pertanyaan filosifis itu mendapat tanggapan yang antusias pula.
Giliran Bung Karno memberikan jawaban atas pertanyaan dari dr Radjiman. Bung Karno memberikan jawaban dengan menegaskan uraian lima sila. Menurut panitia lima dalam Kitab Panitia Lima (2020) uraian Bung Karno itu menjadi kompromis, karena dapat meneduhkan Grup Islam dan Grup sekularis yang menghendaki negara tanpa corak Religi.
Ki Hadjar Dewantara sebagaimana dikutip Prof Mr Drs Notonagoro (1951) mengatakan bahwa Bung Karno adalah pencipta Pencasila. Ia memberi argumen bahwa pidato Bung Karno di sidang BPUPKI sebuah ilham, yang Pandai menghipnotis para Member. Tetapi demikian, Bung Karno hanya mengaku dirinya sebagai ‘penggali’ bukan ‘pencipta’ Pancasila. (Yudi Latief, 2020).
Kendati Bung Karno sebagai penggali, Pancasila adalah Bentuk dari konsensus Serempak, bukan dari perseorangan. Karena Pancasila yang diuraikan Bung Karno Lanjut disempurnakan hingga disepakati secara Serempak. Pancasila yang tertuang dalam UUD 1945 adalah Bentuk konsensus dari berbagai golongan.
Memperjuangkan Pancasila
Pancasila sebagai sebuah falsafah Tak Mempunyai Definisi apapun Apabila hanya mengendap dalam setiap pikiran Orang. Sebaliknya, Pancasila sebagai falsafah harus menjelma dalam tindakan-tindakan Konkret dalam perbuatan Orang Indonesia.
Pancasila itu harus diperjuangkan, begitu tegas N Driyarkara (2006), seorang filsuf kenamaan Indonesia. Driyarkara menilai bahwa Pancasila itu hanya Pandai dioperasionalkan Apabila setiap diri bangsa Indonesia memperjuangkannya. “Negara Tak akan menjadi negara Pancasila Apabila kita Tak membuatnya Lanjut menerus”.
Bung Karno dalam acara penganugrahan doktor honoris causa di Universitas Gadjah Mada (1951) juga menekankan perjuangan Pancasila. Pancasila sebagai produk pemikiran harus selalu diperjuangkan dalam perbuatan. Memperjuangkan Pancasila artinya menghadirkan pengetahuan dalam tindakan. Bung Karno menulis, “Dalam hal Pancasila ini orang harus berfikir dalam istilah geest-wil-daad! (pemikiran menginginkan tindakan). Bangsa Indonesia harus berjuang Lanjut.”
Berjuang merupakan kata kerja, artinya Eksis tekad Buat Lanjut menerus mewujudkannya. Memperjuangkan Pancasila merupakan tanggung jawab Segala anak bangsa Indonesia. Setidaknya Eksis tiga hal Penting memperjuangkan Pancasila; pertama, Pancasila sebagai sumber moral. Pancasila harus menjadi sumber moral bagi bangsa Indonesia. Prinsip ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, kesamaan dan kesatuan adalah sumber nilai moral. Generasi muda harus senantiasa menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai yang mendarah daging di setiap kepribadian Orang Indonesia.
Kedua, Pancasila sebagai sumber ilmu. Dengan menjadikan Pancasila sumber ilmu, Pancasila akan banyak diteorikan dan dipraktikkan. Sebagaimana kata Prof Kuntowijoyo, telah terjadi pergesaran dari ideologi ke ilmu pengetahuan. Almarhum Prof Mubiyarto mengembangkan ekonomi Pancasila. Begitu juga pengembangan hukum berbasis Pancasila, politik berwawasan Pancasila dan sebagainya.
Ketiga, Pancasila sebagai peradaban. Pancasila harus mewujud dalam tindakan kebangsaan dan kenegaraan. Pada Begitu perwujudan itulah, pembangunan peradaan akan terlihat. Peradaban terbangun Apabila terwujud secara lahir dan batin. Pancasila sebagai sumber pembangunan lahir dan pembangunan batin melahirkan peradaban Penting.
Tanpa usaha tersebut, Pancasila Tak terwujud karena mengalami kemandekan. Dengan menjadikan Pancasila sebagai sumber moral, ilmu dan peradaban, ini sebuah usaha (perjuangan) Buat mengaktifkan Pancasila, dari yang sifatnya Tetap menjadi Luwes dan aktif. Dengan demikian, Pancasila akan selalu hidup dan menyinari kehidupan berbangsa dan bernegara.

