KEPALA daerah dan wakil kepala daerah sejatinya ialah dwitunggal. Dua tapi satu. Satu pemikiran, satu perjuangan, satu tujuan Kepada memajukan daerah yang dipimpin.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dwitunggal artinya Kekasih yang sangat erat dan kukuh antara dua hal (tokoh). Erat berpasangan artinya saling memahami, saling melengkapi, saling menguatkan Kepada menjalankan tugas dan kewenangan masing-masing.
Itulah idealnya. Tetapi, di negeri ini, yang ideal susah dicari. Realitas yang Terdapat Bahkan kerap Pertentangan. Yang bertebaran malah yang Bukan ideal, yang semestinya tak terjadi.
Kasus di Indramayu, Jawa Barat, ialah sedikit dari Misalnya yang tak ideal itu. Bupati dan wakil bupati yang Sepatutnya menjadi satu, yang saling melengkapi, lebih memilih tetap menjadi dua yang terpisahkan. Puncaknya, sang wakil bupati memutuskan mundur.
Wakil bupati itu bernama Lucky Hakim. Dia mengajukan pengunduran diri lewat surat yang ditujukan kepada pimpinan DPRD Indramayu pada Senin, 13 Februari Lewat.
Lucky bukanlah orang Normal. Dia dikenal sebagai aktor yang cukup tenar. Setidaknya empat Gambar hidup dia bintangi, yakni Ketika (2005), Ruang (2006), Dasar 13 (2007), dan Malam Seribu Bulan (2013). Sinetronnya lebih banyak Tengah. Ambil Misalnya Mahabharata (2002), Angling Dharma (2003), Wali Songo (2003), Mutiara Hati (2004), dan Putri Salju (2005).
Popularitas Lucky di layar lebar dan layar kaca berbuah kesuksesan di Podium politik. Dia terpilih di Pemilu 2014 sebagai Personil DPR dari PAN. Setelah itu, Lucky merambah ke rivalitas eksekutif daerah, dan Tengah-Tengah berhasil. Menjadi Kekasih Nina Agustina, dia memenangi Pilkada Kabupaten Indramayu 2020 dan dilantik pada Februari 2021. Keduanya diusung PDIP, Gerindra, NasDem, dan Perindo.
Ketika pilkada, Nina dan Lucky begitu mesra. Akan tetapi, kemesraan itu tak bertahan Lamban. Ia begitu Segera memudar setelah terpilih menjadi orang nomor satu dan nomor dua di ‘Kota Mangga’. Itulah setidaknya yang tergambar dari pengakuan Lucky kenapa dia Tamat mundur.
Lucky mengklaim tak mendapatkan tugas sebagai wakil bupati. Dia bahkan mengaku sudah ‘menganggur’ sejak 2021. Dia merasa Bukan difungsikan, tetapi tetap mendapatkan gaji plus Variasi tunjangan yang besarnya Rp200 juta lebih saban bulan. ”Saya Bukan Mau menerima gaji buta Lanjut-terusan gitu,” begitu katanya.
Lucky sudah berketetapan hati. Ketika menghadiri rapat pimpinan di Kantor DPR Indramayu, Selasa (28/2), dia keukeuh undur diri. Keputusannya itu patut dihormati. Apabila memang Pas Dalih pengunduran dirinya karena tak mau makan gaji buta, dia sangat layak diapresiasi. Sangat langka pejabat bertipe seperti itu di negeri ini.
Kasus Indramayu bukan satu-satunya Misalnya disharmoni kepala dan wakil kepala daerah. Sebelumnya, di Surakarta, ketidakmesraan Wali Kota Gibran Rakabuming Raka dan Wakil Wali Kota Tegar Prakosa juga terungkap awal Februari kemarin. Adalah Ketua DPC PDIP Surakarta FX Hadi Rudyatmo yang mengungkapnya. Kenaikan luar Normal pajak bumi bangunan (PBB) di Surakarta menjadi pemantiknya.
Rudy kaget, juga marah, karena Tegar tak Mengerti-menahu soal kebijakan Memajukan PBB gila-gilaan yang Membangun Penduduk Surakarta marah. Dia menduga, Gibran jalan sendirian, Bukan mengajak wakilnya bicara soal kebijakan itu. Rudy juga kesal karena Tegar Tenang saja. “Tingkatkan komunikasi, minimal Pak Wakil ini difungsikan, biar bergerak, wong pilihannya satu paket,” cetus Rudy yang juga eks Wali Kota Surakarta.
Kasus di Surakarta, kejadian di Indramayu, bukan yang pertama dan saya Percaya bukan yang terakhir kepala daerah retak dengan wakilnya. Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan pernah membeberkan, sejak Pilkada 2005 hingga 2014 saja, 94% atau 971 Kekasih kepala daerah pecah kongsi.
Tugas, wewenang, kewajiban, dan hak kepala daerah, dan wakil kepala daerah sudah Jernih dan tegas diatur di UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Keduanya punya tanggung jawab tak jauh beda dalam memimpin daerah. Wakil kepala daerah bukanlah ban serep yang hanya digunakan ketika ban Primer tak berfungsi.
Kepala daerah dan wakilnya ialah satu paket pilihan rakyat. Apabila keduanya saling meniadakan, rakyatlah yang menjadi korban. Sama Apabila Kekasih suami-istri cakar-cakaran, anak-anaknyalah yang merasakan.
Kepala daerah dan wakilnya kiranya harus berlaku sebagai pemimpin, bukan atasan. Sama seperti yang Theodore Roosevelt bilang, ”Orang-orang menanyakan perbedaan antara pemimpin dan atasan. Pemimpin memimpin, dan bos mengendalikan.”